Widyaiswara Badiklat Edwin Prabowo Bahas Peran Jaksa dalam Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Peradilan
JAKARTA – Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kapasitas dan sensitivitas aparat penegak hukum terhadap kelompok rentan. Melalui program Diklat Teknis Prioritas Nasional Tahun 2025, Badiklat Kejaksaan RI menyelenggarakan Diklat Peradilan yang Fair (Fair Trial) bagi Penyandang Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum Angkatan IV, yang digelar secara daring pada Kamis (13/11/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Widyaiswara
Badiklat Kejaksaan RI, Edwin Prabowo, S.H., M.H., yang juga Jaksa Ahli
Madya, tampil sebagai narasumber dengan membawakan materi berjudul “Peran
Jaksa atau Penuntut Umum dan Petugas Kejaksaan dalam Pemenuhan Hak-hak
Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum.”
Edwin memaparkan secara komprehensif
mengenai tahapan-tahapan penting dalam proses peradilan pidana, mulai dari penyerahan
tahap I dan tahap II, pembacaan surat dakwaan, pemeriksaan saksi dan terdakwa,
pembacaan tuntutan atau putusan, hingga eksekusi serta studi kasus lapangan.
Pemahaman
Hak dan Aksesibilitas Disabilitas
Edwin menekankan pentingnya
pemahaman mendalam bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kebutuhan aksesibilitas
dan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam setiap tahapan
proses peradilan.
Ia menjelaskan, apabila status
disabilitas seorang saksi atau terdakwa baru terungkap saat persidangan, maka JPU
dapat memohon kepada majelis hakim untuk dilakukan penilaian personal (personal
assessment) serta mempertimbangkan pendampingan khusus dan akomodasi yang layak
lainnya.
“Jaksa harus peka dan memahami
kebutuhan khusus penyandang disabilitas, baik dari sisi aksesibilitas fisik
maupun komunikasi. Hal ini menjadi bagian dari prinsip peradilan yang adil dan
humanis,” ujar Edwin.
Tahapan
Pembuktian dan Pendekatan Humanis
Lebih lanjut, Edwin menjelaskan
bahwa dalam setiap proses pembuktian, jaksa perlu memperhatikan aspek
psikologis dan traumatik yang mungkin dialami oleh saksi korban disabilitas.
Menurutnya, kemampuan berkomunikasi secara empatik dan efektif menjadi kunci
keberhasilan proses peradilan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
“Jaksa dan petugas kejaksaan harus
mampu membangun komunikasi yang inklusif, sehingga saksi atau korban
disabilitas merasa aman dan dihargai dalam memberikan keterangan,” tambahnya.
Dalam tahapan pembacaan surat
dakwaan, Edwin menegaskan pentingnya penyampaian isi dakwaan secara jelas dan
mudah dipahami oleh terdakwa, terutama jika yang bersangkutan adalah penyandang
disabilitas.
“Pembacaan dakwaan bukan sekadar
formalitas hukum, tetapi juga sarana bagi terdakwa untuk memahami mengapa
dirinya dihadapkan ke persidangan. Ini bagian dari penghormatan terhadap hak asasi
manusia,” tutur Edwin.
Konsistensi
Badiklat dalam Pendidikan Inklusif
Melalui kegiatan ini, Badiklat
Kejaksaan RI kembali menegaskan komitmennya dalam membangun penegak hukum yang
profesional, berintegritas, dan inklusif. Pelatihan ini juga menjadi bagian
dari upaya mewujudkan prinsip “Fair Trial for All”, di mana keadilan harus
dapat diakses oleh semua warga negara tanpa diskriminasi, termasuk penyandang
disabilitas. (Muzer)

.jpeg)