SEMARANG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah menggelar
tumpukan uang, namun uang tersebut merupakan hasil daripada titipan uang yang
berasal dari dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait pengelolaan sewa
Plasa Klaten, di Kantor Kejati Jateng, Kota Semarang, Rabu (19/2/2025).
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng, Dr LuKas Alexander
Sinuraya, SH, MH dalam keterangan tertulis yang diterima media ini pada Rabu
(malam) mengatakan, uang titipan tersebut berasal dari PT Matahari Makmur
Sejahtera (MMS).
“Pihak
PT Matahari Makmur Sejahtera telah menitipkan uang senilai sebesar Rp 4,5
miliar,” ujar Dr. Lukas Alexander.
Lukas
menyebut, uang tersebut selanjutnya akan disita oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi
Jawa Tengah dan digunakan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi sehubungan
dengan dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan sewa Plasa Klaten tahun 2019- 2023 sesuai
dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print-01/ M.3/ Fd.2/ 01/ 2025 tanggal 7
Januari 2025.
“Uang
yang dikembalikan uang hasil penyewaan tanpa dasar perikatan yang jelas. Dengan
pengembalian ini, nanti kita lihat kasus posisinya. Tapi yang jelas uang negara
ini kita selamatkan dulu,” ungkapnya.
Lebih
lanjut Lukas mengungkapkan, kasus tersebut bermula pada tahun 1989 dimana
Pemerintah Kabupaten Klaten memiliki asset tanah sesuai sertifikat Hak
Pengelolaan No.1 GS:5265/1992 seluas 22.348 meter persegi.
Aset
tersebut juga dan terdaftar sebagai Barang Milik Daerah Kabupaten Klaten. Selang
waktu, aset tersebut didirikan bangunan Plaza Klaten oleh PT. Inti Griya Prima
Sakti (PT. IGPS). Pembangunan tersebut berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama
antara Pemkab Klaten dengan PT. IGPS.
Masa
perjanjian itu selama 25 tahun yang telah berakhir pada tanggal 22 April 2018.
Setelah berakhir, kemudian seluruh tanah dan bangunan Plaza diserahkan kepada
Pemkab Klaten.
Selanjutnya dalam kurun waktu tahun 2019-2022 pengelolaan
Plasa Klaten dikelola Pemda Klaten, namun pelaksanaannya menyimpang.
“Seharusnya
dilakukan dengan perjanjian sewa yang diikat dengan perjanjian kerjasama dan
pemilihan rekanan dilakukan melalui lelang terbuka, namun oleh Kepala Dinas
DKUKMP Kabupaten Klaten hanya menunjuk secara lisan Fery Sanjaya dari PT MMS,”
katanya.
Tak
sampai disitu, oleh SR disewakan lagi kepada pihak ketiga yakni PT Matahari
Departement Store, PT Pesona Klaten Persada(PKP) dan PT MPP, sehingga merugikan
negara cabang Pemda Klaten sebesar kurang lebih Rp 9,1 miliar.
“Rinciannya
PT PKP sebesar Rp 4,7 miliar sedangkan untuk PT MMS sebesar Rp. 4,5 miliar,”
tandasnya.
Sedangkan
izin dalam pengelolaan tersebut dilakukan oleh BS yang merupakan Kepala Dinas
DKUKMP saat itu.
Namun,
yang bersangkutan sudah meninggal. Sehingga pendalamannya cukup sulit. “Kita
memang agak sulit mendalaminya karena sudah meninggal, jadi masih dalam
pendalaman,” jelas Lukas.
Saat ini kasus tersebut masih dalam proses penyidikan. Ia
menyebutkan, dalam kasus ini belum ada penetapan tersangka, karena masih dalam
proses penyidikan. (Zer/ Rls)