Badiklat Kejaksaan Perkuat Peran Jaksa sebagai Fasilitator Restorative Justice Menuju Pemberlakuan KUHAP Baru
![]() |
Bimtek Corpu Badiklat Kejaksaan: Jaksa Didorong Kuasai Pendekatan Restoratif dalam Penegakan Hukum |
JAKARTA — Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan Republik Indonesia kembali melanjutkan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kejaksaan Corporate University (Corpu) Tahun 2025. Kegiatan ini mengusung tema besar “Transformasi Pembelajaran Penegakan Hukum Menuju Era KUHAP Baru (Penguatan Kapasitas dan Penyelarasan/Penyamaan Persepsi Paradigma Jaksa)”, yang dilaksanakan pada Sabtu (20/12/2025) atau memasuki minggu ketiga pelaksanaan.
Pada sesi kali ini, Badiklat Kejaksaan menghadirkan materi bertajuk “Jaksa sebagai Fasilitator dalam Proses Restoratif”, yang menjadi salah satu substansi penting dalam menghadapi perubahan paradigma penegakan hukum seiring berlakunya KUHP Nasional dan KUHAP Baru.
Materi disampaikan oleh Dr. Erni Mustikasari, S.H., M.H., Jaksa Ahli Utama pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang saat ini mendapatkan penugasan pada Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan RI. Kegiatan ini dipandu oleh moderator Bambang Prayitno, S.H., M.H., selaku Kepala Subbidang Sentra Diklat pada Pusat Diklat Teknis Fungsional Badiklat Kejaksaan RI, serta Edwin Prabowo, S.H., M.H., Jaksa Ahli Madya (Widyaiswara) pada Badiklat Kejaksaan RI.
Dalam paparannya, Dr. Erni Mustikasari menjelaskan bahwa konsep Keadilan Restoratif sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP Baru, merupakan pendekatan penanganan perkara pidana yang menempatkan seluruh pihak terkait sebagai subjek utama penyelesaian perkara.
“Keadilan Restoratif adalah pendekatan dalam penanganan perkara tindak pidana yang melibatkan korban, keluarga korban, tersangka, keluarga tersangka, terdakwa, keluarga terdakwa, dan/atau pihak lain yang terkait, dengan tujuan utama mengupayakan pemulihan keadaan semula,” ujar Dr. Erni.
Lebih lanjut, ia menguraikan bahwa tipologi keadilan restoratif terdiri atas tiga elemen utama yang saling beririsan, yakni pemulihan bagi korban, rekonsiliasi masyarakat yang peduli, serta tanggung jawab pelaku. Ketiga elemen tersebut menjadi fondasi penting dalam membangun sistem penegakan hukum yang tidak semata-mata berorientasi pada penghukuman, melainkan juga pada pemulihan hubungan sosial.
Menurut Dr. Erni, pendekatan restoratif menjadi sangat relevan dan strategis bagi jaksa yang berperan sebagai “jaksa fasilitator” dalam proses penyelesaian perkara melalui Restorative Justice (RJ). Peran ini telah diatur secara normatif dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020, yang kini diintegrasikan dan diperkuat dalam KUHP Nasional (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023) serta KUHAP Baru yang direncanakan mulai berlaku pada tahun 2026.
Dalam pemaparannya, Dr. Erni juga mengajak peserta untuk memahami keadilan sebagai sebuah “pendekatan”, layaknya memilih jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan keadilan. Ia memaparkan beberapa paradigma keadilan dalam penegakan hukum, antara lain:
Keadilan Retributif, yakni jalan yang kaku dan tegas dengan fokus utama pada hukuman sebagai balasan atas perbuatan pidana.
Keadilan Korektif, yang menekankan aspek pendidikan dan perbaikan perilaku pelaku agar belajar dari kesalahannya.
Keadilan Rehabilitatif, yang berorientasi pada pemulihan pelaku secara sosial dan psikologis agar dapat kembali berfungsi di tengah masyarakat.
Keadilan Restoratif, sebagai jalan yang partisipatif, ramah, dan kekeluargaan, dengan mengedepankan dialog, pemulihan hubungan, serta keterlibatan aktif korban, pelaku, dan masyarakat.
Melalui Bimtek Corpu ini, Badiklat Kejaksaan berharap para jaksa mampu menyelaraskan paradigma penegakan hukum yang adaptif terhadap perubahan regulasi nasional, sekaligus memperkuat kapasitas profesional jaksa dalam menjalankan peran strategisnya sebagai fasilitator keadilan restoratif di tengah masyarakat. (Muzer)


