JAKARTA- Kejaksaan RI sebagai aparat penegak hukum turut memiliki peran dan tanggung jawab melakukan pencegahan maupun penindakan fraud di sektor BUMN. Sebagai bentuk dukungan, Kejaksaan telah menjalankan “Program Bersih-Bersih BUMN” bersama Kementerian BUMN melalui langkah preventif hingga represif untuk membenahi BUMN dari segi hukum dan bisnis.
Hal itu ditegaskan Jaksa Agung Burhanuddin saat memberikan
keynote speech pada acara Penandatanganan Naskah Nota Kesepahaman antara
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BUMN dan BPKP pada Senin 04 Maret
2024 di Auditorium Gandhi, Gedung Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) Jakarta.
Dalam kesempatan ini, Jaksa Agung turut memberikan
paparannya yang mengangkat tema “Fraud
Risk: Tantangan dan Mitigasi yang harus dihadapi BUMN dalam Kerangka
Manajemen Risiko Pembangunan Nasional”.
“Penandatanganan nota kesepahaman ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi antar instansi, korporasi dan aparat pengawasan dalam upaya menerapkan mitigasi risiko Fraud. Hal ini tentu berguna untuk memperkuat korporasi dan mendukung pencapaian pembangunan nasional,” kata Jaksa Agung Burhanuddin.
Menurut Jaksa Agung, BUMN merupakan perpanjangan tangan
pemerintah dalam perekonomian kerakyatan yang harus mampu memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Selain itu, BUMN juga merupakan badan usaha yang bertugas
untuk memperoleh keuntungan bagi negara.
Oleh karenanya, jika aksi korporasi BUMN tidak
mengindahkan risiko fraud, dampaknya bisa sangat signifikan dan
merugikan mulai dari segi finansial, reputasi, pengaruh negatif
bagi investasi, hukuman
regulator dan sanksi hukum, masalah
internal dan kegagalan tata kelola, merusak moral karyawan dan
budaya perusahaan, peningkatan
biaya operasional, hingga risiko kepailitan.
“Terjadinya fraud dalam lingkup BUMN akan
sangat berdampak bagi tidak tercapainya tujuan pembangunan nasional. Sebagai
langkah mitigasi terkait hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional,”
imbuh Jaksa Agung.
Tak kalah penting, Jaksa Agung juga menjelaskan
mengenai 5 prinsip kebijakan dalam pengendalian fraud. Kelima prinsip ini
berguna untuk diimplementasikan dalam tata kelola birokrasi pemerintah, yakni:
a.
Fraud
Risk Governance dijalankan melalui
penatakelolaan risiko fraud, dalam hal ini manajemen risiko kecurangan
dicantumkan dalam kebijakan tertulis yang menyampaikan informasi mengenai
program dan kinerja;
b.
Fraud
Risk Assessment atau penilaian terhadap
risiko kecurangan. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan kemungkinan, jenis,
dan biaya yang ditimbulkan dari suatu risiko kecurangan;
c.
Fraud
Control Activity yang berupa aktivitas
pengawasan internal dalam upaya mencegah terjadinya kecurangan;
d.
Fraud
Investigation and Corrective Action, apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran yang
menjurus kepada perilaku fraud, maka harus dilaporkan dan ditangani secara
tepat waktu. Dalam hal ini, terhadap pelanggaran tersebut harus diberikan
sanksi dan hukuman yang tepat.
e.
Fraud
Risk Management Monitoring Activities atau aktivitas pemantauan dan evaluasi sebagai
langkah dalam meningkatkan pendeteksian kecurangan, serta mengkomunikasikan
hasil dari program manajemen risiko kecurangan kepada semua pegawai.
Jaksa Agung menambahkan, pengungkapan kasus di BUMN
oleh Kejagung dinilai dapat menjadi bukti konkret keseriusan pemerintah dalam
membenahi perusahaan plat merah. Kolaborasi antara BUMN, BPKP dan Kejaksaan
diharapkan dapat terus berjalan dan meningkat.
Mengakhiri pemaparannya, Jaksa Agung kembali
menegaskan komitmen Kejaksaan RI untuk turut mengawal Program Bersih-Bersih
BUMN agar terwujud BUMN yang modern dan andal sebagai tulang punggung
pembangunan nasional menyongsong Indonesia Emas 2045.
“Kejaksaan akan selalu membuka diri untuk bekerja sama
dengan banyak pihak dalam mendukung semua program pemerintah. Mewujudkan BUMN
yang bersih dari korupsi adalah pekerjaan besar bagi kita semua yang akan
bermanfaat tidak hanya hari ini, tetapi juga untuk generasi mendatang,” pungkas
Jaksa Agung.
Sebagai informasi, Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE) sebagai organisasi anti fraud terbesar di dunia menjelaskan
bahwa fraud adalah perbuatan manipulasi yang dilakukan oleh individu maupun
organisasi yang menyimpang dan dapat merugikan individu, organisasi hingga
pihak ketiga. Di sisi lain, fraud juga dapat diartikan sebagai bentuk
kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan secara sengaja
untuk kepentingan pribadi. (Muzer)