Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam |
JAKARTA- Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyampaikan klarifikasi terhadap salah satu pemberitaan media online yang di posting pada 3 Juli 2022 dengan judul "Dugaan Oknum Jaksa Nakal Gelapkan Perkara Sewa Gedung OJK".
Dalam pemberitaan di salah satu media online tersebut, terkait penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi kontrak sewa gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Wisma Mulia 1 dan 2 pada Tahun 2016/2018 oleh Kejati DKI Jakarta.
Dimana intinya menyoroti 2 hal, pertama, bahwa perkara tersebut telah dihentikan penanganannya, dan kedua, BPK RI telah menemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp 238,2 miliar sampai dengan Oktober 2018 dan diperkirakan mencapai Rp 394,3 miliar hingga Mei 2019.
Atas pemberitaan tersebut, Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam mengatakan bahwa kasus tersebut telah dilakukan penyelidikan berdasarkan surat Sprint-Lid Nomor: Print-03/M.1/Fd.1/02/2020 tanggal 18 Februari 2020.
Kemudian hasil penyelidikan tersebut, tim penyidik Kejati DKI sudah 2 kali melakukan ekspose, yakni pada 26 Agustus 2021 dan 4 Oktober 2021 untuk menentukan status perkara, apakah dinaikan ke penyidikan atau perlu dilakukan pencarian alat bukti.
Dalam penyelidikan yang dilakukan tim jaksa penyelidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta, telah meminta keterangan kepada 26 orang dan mempelajari berbagai dokumen terkait.
"Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa sampai dengan saat ini belum ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi terkait kontrak sewa gedung Wisma Mulia 1 dan Wisma Mulia 2 oleh OJK," kata Ashari dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/7).
Selain itu, kata Ashari, hasil audit umum keuangan oleh BPK RI menyatakan adanya pemborosan keuangan negara dan tidak menyatakan adanya kerugian keuangan negara.
Kendati demikian, lanjut dia, gedung Wisma Mulia I tidak ditempati meski statusnya sewa. Sedangkan gedung Wisma Mulia II ditempati oleh OJK.
Sementara alasan tidak digunakannya atau difungsikannya gedung Wisma Mulia 1 oleh OJK dengan pertimbangan, karena memerlukan biaya yang lebih besar untuk keperluan mobilisasi perpindahan gedung, pembelian mobiler, pengadaan IT dan perlengkapan gedung lainnya.
"Hingga siap digunakan biayanya lebih mahal dari biaya sewa yang sudah dibayarkan," tuturnya.
Bahkan, Ashari menambahkan, bahwa tidak dipakainya gedung yang sudah disewa tersebut, maka tidak terdapat unsur kesengajaan dan niat jahat (mensrea) dan belum ditemukan adanya perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
"Dan perjanjian sewa menyewa telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," tuturnya.
Selanjutnya, terhadap biaya yang telah dikeluarkan oleh OJK berupa pembayaran uang sewa Wisma Mulia 1. Dan juga telah dilakukan berbagai upaya oleh OJK untuk mengembalikan uang sewa Wisma Mulia 1 tersebut, yaitu Sublease, Konversi dan gugatan perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Penyelidikan kontrak sewa Gedung Wisma Mulia 1 dan Wisma Mulia 2 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan, karena belum ditemukan bukti permulaan yang cukup adanya tindak pidana korupsi," tegasnya. ( Muzer/ Rls )