Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, SH. MH
JAKARTA- Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta melalui Tim
penyidik tindak pidana khusus menaikkan kasus mafia tanah terkait aset milik PT
Pertamina dari status penyelidikan ke tahap penyidikan, pada Jumat, 1 April
2022. Aset tanah milik Pertamina berlokasi di Jalan Pemuda, Ramawangun, Jakarta
Timur.
Kasi Penkum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam dalam
keterangannya mengatakan Kepala Kejati DKI Jakarta, Reda Manthovani, telah
memerintahkan tim penyelidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) untuk
menaikkan status penanganan kasus mafia tanah aset milik PT Pertamina di Jl.
Pemuda Ramawangun Jakarta Timur. “ Dari status penyelidikan naik ke tahap
penyidikan," ujar Ashari Syam dalam keterangan tertulis via washap di
terima redaksi, Senin (4/4/2022).
Ashari menjelaskan kasus mafia tanah aset PT Pertamina
dinaikan ke penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara (ekspose) yang dilakukan
tim penyelidik Aspidsus Kejati DKI Jakarta.
Hasil kesimpulan ekspose menyatakan bahwa dalam penyelidikan ditemukan alasan
yang cukup adanya peristiwa yang diduga sebagai perbuatan tindak pidana
korupsi.
"Sehingga perlu ditindaklanjuti dengan mencari dan
mengumpulkan alat bukti dan barang bukti yang akan membuat terang dugaan tindak
pidana korupsi yang terjadi. Serta guna menemukan tersangka," ujar Ashari.
Lebih lanjut dikatakan Ashari, sebelumnya, Kepala Kejati DKI
Jakarta pada saat itu dijabat Febrie Adriansyah mengeluarkan Surat Perintah
Penyelidikan Nomor: Print-3026/M.1/Fd.1/12/2021 tanggal 20 Desember 2021
tentang penyelidikan kasus mafia tanah aset milik PT Pertamina, di Jalan Pemuda
Ramawangun Jakarta Timur.
"Dimana dari hasil penyelidikan diperoleh fakta bahwa
PT Pertamina memiliki lahan sekitar 1,6 hektar yang terletak di Jalan Pemuda
Ramawangun Kota Adminstrasi Jakarta Timur," ucapnya.
Lahan milik Pertamina tersebut, lanjut Ashari, dimanfaatkan
sebagai Maritime Training Center (MTC) seluas sekitar 4000 M², Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) sekitar 4000 M² dan 20 unit rumah dinas
perusahaan yang dipinjam pakai oleh Bappenas, berdasarkan akta pengoperan dan
penyerahan tanah Nomor 58 Tanggal 18 September 1973.
Kemudian pada 2014, seorang bernama OO Binti Medi menggugat
PT Pertamina ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur dengan Nomor Perkara
127/PDT.G/2014/PN.Jkt.Tim.
OO Binti Medi selaku Penggugat, mengaku sebagai pemilik
tanah seluas 12.230 M² dengan dasar surat tanah yang terdiri dari Verponding
Indonesia Nomor C 178, Verponding Indonesia No C 22 dan Surat Ketetapan Padjak
Hasil Bumi No. 28.
Atas gugatan perdata tersebut, PN Jakarta Timur akhirnya
mengabulkan gugatan Penggugat sebagaimana tertuang dalam Putusan Perdata Nomor:
127/Pdt.G/2014/PN. Jkt.Tim jo No 162/PDT/2016/PT.DKI jo No. 1774 K/PDT/2017 jo
No. 795 PK/PDT/2019.
"Pengadilan menyatakan bahwa tanah sengketa a quo merupakan
tanah milik Para Penggugat selaku ahli waris dari A Supandi, dan bukan milik
Tergugat (PT Pertamina)," tuturnya.
Pengadilan kemudian menghukum PT Pertamina untuk membayar
ganti rugi tanah sebesar Rp 244.600.000.000 (Rp 244 miliar lebih).
Namun setelah adanya putusan pengadilan tersebut, terungkap
2 surat Verponding Indonesia dan 1 Surat Ketetapan Pajak yang dijadikan dasar
gugatan oleh OO Binti Medi, diduga palsu.
"Oleh karenanya, diduga ada penyalahgunaan wewenang dan
perbuatan melawan hukum dan/atau penerimaan uang terkait proses peradilan
perdata maupun pelaksanaan putusan pengadilan," paparnya.
Sehingga, Ashri menambahkan,
menyebabkan PT Pertamina dirugikan sebesar Rp244,6 milyar. Sebab, PT
Pertamina tidak pernah melaksanakan putusan pengadilan tersebut untuk membayar
ganti rugi sebesar Rp 244,6 milyar.
"Akan tetapi, uang milik PT Pertamina telah disita
eksekusi oleh Juru Sita PN Jakarta Timur melalui PN Jakarta Pusat dari rekening
Bank BRI milik PT Pertamina," tegasnya.
"Padahal, pihak PT Pertamina tidak pernah memberikan
ataupun memberitahukan nomor rekening bank BRI tersebut untuk kepentingan sita
eksekusi," sambungnya. ( Muzer/ Rls)