Hadapi Era Informasi Cepat, Andrie Setiawan Peserta PKA Usulkan SOP Kehumasan dan Satgas Krisis Pemberitaan Kejaksaan

Andrie Wahyu Setiawan Dorong Pembentukan Satgas Manajemen Krisis Pemberitaan di Kejaksaan.
JAKARTA – Peserta Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan V, Dr. Andrie Wahyu Setiawan, S.H., S.Sos., M.H., menegaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia sebagai salah satu institusi penegak hukum memiliki peran vital dalam sistem peradilan pidana. Di sisi lain, Kejaksaan kerap berhadapan dengan berbagai pemberitaan yang menyoroti kinerja dan tindakan institusi.
Pandangan
tersebut ia sampaikan dalam Seminar Aksi Perubahan PKA Angkatan III, IV, dan
V, yang diselenggarakan Pusat Diklat Manajemen dan Kepemimpinan Badiklat
Kejaksaan RI di Gedung Satya Badiklat Kejaksaan RI, Ragunan, Jakarta, Kamis
(11/12/2025).
Dalam kesempatan itu, Andrie mempresentasikan aksi perubahan berjudul “Mewujudkan SOP Kehumasan melalui Tim Manajemen Krisis Pemberitaan, Amplifikasi, dan Viralisasi Negatif di Kejaksaan Tinggi Riau”. Presentasi dilakukan di hadapan Penguji Dr. Teuku Rahman, Coach Abraham Sitinjak, S.H., M.H., dan Mentor Edi Handoyo, S.H., M.H.
Pentingnya Respons Cepat di Era Digital
Menurut Andrie,
di era digital yang ditandai derasnya arus informasi, berita—baik melalui media
massa, media sosial, maupun platform digital lainnya—dapat menyebar ke jutaan
orang dalam hitungan menit. Kondisi tersebut menciptakan opini publik secara
masif sebelum institusi sempat memberikan klarifikasi resmi.
Ia menuturkan
bahwa pemberitaan negatif tidak selalu didasari fakta akurat. Beberapa
bersumber dari informasi yang keliru, tidak lengkap, bahkan ada yang sengaja
disebarkan untuk mendiskreditkan institusi. Dalam situasi demikian, ketiadaan
respons resmi dari Kejaksaan justru dapat dimaknai sebagai pengakuan atau
ketidakmampuan institusi mempertahankan integritasnya.
Kehadiran Satgas Manajemen Krisis Pemberitaan
Untuk menjawab
tantangan itu, Andrie menawarkan pembentukan Satgas Manajemen Krisis
Pemberitaan, sebuah langkah strategis untuk memastikan Kejaksaan mampu
merespons pemberitaan negatif secara cepat, konsisten, dan terukur.
Satgas tersebut
berfungsi sebagai jangkar informasi yang memberi perspektif resmi institusi
sembari memberikan ruang bagi Kejaksaan untuk melakukan verifikasi sebelum
memberikan pernyataan lengkap. Dengan adanya handling statement awal,
Kejaksaan dapat tampil responsif tanpa mengurangi kehati-hatian dalam
penyampaian informasi publik.
Andrie menekankan
bahwa penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dan
komprehensif menjadi kebutuhan mendesak. SOP ini memastikan setiap isu yang
berkembang dapat ditangani secara profesional sehingga dampak negatif terhadap
reputasi institusi dapat diminimalkan.
Fungsi Strategis Satgas Manajemen Krisis
Pemberitaan
Andrie merinci
lima fungsi utama Satgas, yaitu:
1.
Menjaga
kredibilitas institusi di mata publik;
2.
Mencegah
penyebaran informasi keliru atau hoaks;
3.
Mengendalikan
narasi publik sejak awal;
4.
Menunjukkan
sikap responsif terhadap kebutuhan informasi publik;
5.
Memastikan
waktu yang memadai untuk melakukan investigasi secara menyeluruh.
Menurutnya,
Satgas Manajemen Krisis Pemberitaan merupakan instrumen komunikasi strategis
yang sangat penting bagi Kejaksaan—terutama saat menghadapi isu sensitif.
Melalui handling statement yang tepat, Kejaksaan dapat menunjukkan
transparansi, menjaga kepercayaan publik, serta memastikan narasi yang
berkembang tetap seimbang.
Humas adalah Tanggung Jawab Kolektif
Di akhir
paparannya, Andrie menegaskan bahwa pengelolaan informasi publik bukan hanya
domain bidang intelijen, melainkan menjadi tanggung jawab seluruh insan
Adhyaksa.
“Tim manajemen
krisis harus menjadi kelompok kecil yang terorganisir, kolaboratif lintas
bidang, dan menjadi pasukan elit pertahanan reputasi institusi,” ujarnya.
Ia berharap
penerapan SOP kehumasan dan pembentukan satgas ini dapat memperkuat tata kelola
komunikasi publik Kejaksaan, sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat sebagai
aset strategis institusi penegak hukum. (Muzer)

