Atribut Baru Peserta PPPJ 2025 |
JAKARTA — Pagi itu, di lapangan apel Kampus A
Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI, Ragunan Jakarta,
dipenuhi semangat muda. Sebanyak 355 peserta Pendidikan dan Pelatihan
Pembentukan Jaksa (PPPJ) Angkatan 82 Gelombang I berdiri tegap dengan seragam
baru yang mencolok — topi khas, tanda pangkat yang belum pernah ada sebelumnya,
emblem kebanggaan, dan tali bahu yang mengesankan. Di tengah atmosfer yang
kental dengan disiplin dan harapan, satu suara menggema dengan penuh penekanan.
Dr. Leonard Eben
Ezer Simanjuntak, Kepala Badiklat Kejaksaan RI, berdiri di hadapan mereka
dengan sorot mata tajam dan suara yang tidak hanya memberi instruksi, tetapi
juga harapan.
“Atribut kalian
hari ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Simpanlah. Dua puluh, dua puluh
lima tahun lagi — kalian akan menjadi pemimpin Kejaksaan,” ujar Leonard saat
menjadi pembina apel gabungan pada Senin (28/4/2025) pagi.
Dalam pidatonya
yang lugas namun sarat makna, Leonard menekankan pentingnya peran Ketua Senat
di setiap angkatan. Bukan sekadar simbol, Ketua Senat adalah figur sentral yang
harus mampu mengakomodasi arahan, mengatur dinamika peserta, serta menjadi
kepanjangan tangan dari jajaran struktural dan tim pengajar.
“Tanggung jawab
itu tidak ringan,” ujarnya. “Tapi kalian harus bisa lebih baik dari angkatan
berikutnya.”
Transformasi tak
hanya terjadi pada struktur dan manajemen pelatihan, tetapi juga secara
simbolik melalui atribut baru. Leonard menyebut perubahan itu sebagai bagian
dari sejarah besar di tubuh Badiklat.
Perubahan ini
ditegaskan dalam Keputusan Jaksa Agung Nomor 151 Tahun 2025 tertanggal
15 April 2025, yang mengatur secara resmi pakaian dinas peserta Diklat,
termasuk topi, tanda pangkat, emblem, dan tali bahu. Atribut yang kini
dikenakan peserta bukan hanya sekadar seragam — tapi manifestasi identitas baru
generasi jaksa.
Namun perubahan
tidak akan bermakna tanpa pengawasan. Leonard mengingatkan bahwa pelaksanaan
PPPJ kini berada di bawah sistem pengawasan berlapis. Selain pengawasan terbuka
oleh panitia penyelenggara dan tim MAGAKLIN, pelatihan juga berada di bawah
pengawasan internal yang dipimpin oleh Asri Agung sebagai Ketua Dewan Pengawas
Badiklat.
“Mereka akan
mengawasi secara diam-diam. Apakah semuanya sudah sesuai dengan Pedoman Nomor 2
Tahun 2025?” tegasnya.
Tak berhenti di
situ, Leonard mengungkap bahwa Badiklat kini juga bekerja sama dengan Lembaga
Sertifikasi Profesi (LSP) untuk memastikan kualitas dan kelayakan
pelatihan. LSP akan menilai langsung apakah pelatihan yang berjalan layak
mendapatkan sertifikasi nasional — sebuah lompatan besar dalam profesionalisasi
pembentukan jaksa.
Transformasi ini
bukan sekadar administratif. Ia adalah perubahan paradigma. Dari ruang
pelatihan, lahir pemimpin kejaksaan masa depan yang bukan hanya kuat dalam
hukum, tetapi juga tangguh dalam karakter dan identitas. (Muzer)