![]() |
Prof. Widyopramono saat mengajar PPPJ Kelas IV Angkatan 82 Tahun 2025, Kamis (16/5/2025) |
JAKARTA — Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI, Prof. Dr. R. Widyopramono, S.H., M.M., M.Hum., memberikan pembekalan kepada peserta PPPJ (Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa) Kelas IV Angkatan ke-82 Tahun 2025, yang berlangsung di Kampus A Badiklat Kejaksaan RI, Ragunan, Jakarta, Kamis (16/5/2025).
Dalam pembelajaran bertajuk Anotasi
Singkat Materi Pokok Tindak Pidana dalam KUHP, Prof. Widyo menekankan
pentingnya penguasaan KUHP sebagai senjata awal bagi para jaksa. Menurutnya, pemahaman
terhadap struktur dan isi KUHP menjadi bekal mendasar dalam menangani perkara
pidana.
“KUHP ini adalah produk Hindia
Belanda yang diundangkan sejak 1946 dan hingga kini masih berlaku sebagai hukum
positif dengan 569 pasal,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa penegakan
hukum pidana tidak bisa dilepaskan dari penerapan UU No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, yang menjadi landasan formal dalam proses
penyidikan hingga eksekusi perkara.
Lebih lanjut, Prof. Widyo
menguraikan bahwa peran jaksa sangat menyeluruh — dari pengendalian penyidikan
tindak pidana umum dan luar KUHP yang dilakukan oleh penyidik kepolisian atau
PPNS (pra-penuntutan), hingga kewenangan eksklusif dalam penuntutan (dominus
litis), pembuktian di persidangan, pengajuan upaya hukum, dan pelaksanaan
eksekusi terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (in
kracht van gewijsde).
“Peranan jaksa itu power full,
mrantasi, menyeluruh dari hulu ke hilir. Belum termasuk yang di luar KUHP,”
tegasnya.
Karena luasnya lingkup kewenangan
tersebut, ia menekankan pentingnya kualitas personal seorang jaksa. Menurutnya,
jaksa harus menjadi sosok yang profesional, proporsional, berahlak mulia,
berintegritas tinggi, disiplin, serta memiliki kepekaan sosial dan kemanusiaan.
“Jaksa harus humanis, mampu dan mau
bersosialisasi dengan lingkungan serta masyarakat. Tujuannya jelas: mewujudkan
kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan,” katanya.
Dalam penyelesaian perkara, ia juga
mengingatkan pentingnya analisis yang mendalam agar tidak terjadi kesalahan
identifikasi pelaku maupun objek perkara (error in persona dan error
in objecto), serta memastikan terpenuhinya unsur objektif dan subjektif
suatu tindak pidana.
“Jika semua unsur sudah terpenuhi
dan sinkron dengan perbuatan nyata, maka penyelesaiannya menjadi aman,
terkendali, dan selamat,” tutur Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro
itu.
Prof. Widyopramono juga menyinggung
diberlakukannya KUHP baru melalui UU Nomor 11 Tahun 2023 yang akan
efektif mulai 2 Januari 2026. Ia berharap para jaksa sudah siap
menyongsong era hukum baru tersebut.(Muzer)