Kabadiklat Kejaksaan RI, Tony Spontana membuka secara resmi Diklat Teknis angkatan I tahun 2023.
JAKARTA- Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan ( Kabadiklat ) Kejaksaan
RI Tony Spontana meresmikan pembukaan Diklat Terpadu Sistem Peradilan Pidana
Anak (SPPA) Angkatan I, Teknis Restorative Justice Angkatan I, Penanganan
Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Angkatan I, Penanganan
Tindak Pidana Mafia Tanah Angkatan I, Terpadu Pidana Pemilu Angkatan I, Terpadu
Sensibilitas Gender Angkatan I, Terpadu
Penanganan Tindak Pidana Cipta Kerja Angkatan I, dan Terpadu Pemulihan
Aset Angkatan I Tahun 2023, di aula Sasana Adhi Karya Badiklat Kejaksaan RI, Jakarta,
Kamis ( 16/2/2023 )
Dalam sambutannya, Kabadiklat Kejaksaan RI Tony Spontana menyampaikan
bahwa perkembangan situasi dan kondisi penegakan hukum dewasa ini membutuhkan
semangat, optimisme dan kreativitas untuk kemajuan bersama sebagai bangsa dan
negara menuju Indonesia Maju.
Sebagaimana Jaksa Agung telah menegaskan bahwa Institusi Kejaksaan R.I. akan terus bergerak dan berkarya termasuk dengan ikhtiar Badiklat Kejaksaan RI untuk memastikan peningkatan sumber daya manusia Aparat Kejaksaan. Hal mana merupakan Investasi SDM (Human Investment) yang harus tetap terjaga keberlanjutannya untuk kemajuan negeri. Penyesuaian pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur penegak hukum khususnya Kejaksaan, merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi agar tetap dapat menghasilkan Aparatur Negara yang profesional dan berkualitas.
Diklat SPPA (
Sistem Peradilan Pidana Anak )
Kabadiklat menyampaikan, Diklat Terpadu SPPA Angkatan I , yang diikuti
dari unsur Hakim, Jaksa, Penyidik, Advokat, Pembimbing Kemasyarakatan dan
Pekerja Sosial berdasarkan amanat konstitusional dalam perlindungan anak sesuai
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 ayat (2) yang menyatakan bahwa “setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi”
“ Kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan
terbaik bagi kelangsungan hidup manusia, termasuk saat Anak yang Berhadapan
dengan Hukum (ABH). Anak harus mendapat perlindungan khusus terutama dalam
sistem peradilan anak, termasuk haknya di bidang kesehatan, pendidikan dan
rehabilitasi sosial,” ujar Kabadiklat Tony Spontana.
Indonesia sebagai negara pihak dalam Konvensi Hak-hak Anak
(Convention on The Rights of The Child) yang mengatur prinsip perlindungan
hukum terhadap anak, berkewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap
ABH. Salah satu bentuk perlindungan ABH oleh negara diwujudkan dalam bentuk
Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“ Untuk itulah, tugas mulia seluruh unsur penegakan hukum pidana
terpadu dalam menunaikan amanat konstitusi dan legislasi untuk membangun
pemahaman dan perspektif yang sama yang tidak hanya secara text book namun
secara praktik penerapan melalui simulasi penanganan perkara,”.
“ Diklat Terpadu SPPA ini dirancang dan diselenggarakan untuk
memastikan negara hadir memberikan yang terbaik bagi ABH sebagai generasi masa
depan bangsa sekalipun sedang menjalani proses peradilan anak,” sambungnya.
Paradigma peradilan pidana di Indonesia pada saat ini telah mengalami perubahan yang semula retributif menjadi restoratif-rehabilitatif atau daad-dader-strafrecht atau model keseimbangan kepentingan. Konsep keadilan restoratif terus mengalami perkembangan, termasuk diadopsi dalam masyarakat internasional, antara lain dalam Deklarasi PBB tentang Prinsip-prinsip Dasar Keadilan untuk Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan tahun 1989, Konvensi tentang Hak-hak Anak tahun 1989, Peraturan Minimum Standar PBB untuk Administrasi Peradilan Anak tahun 1985, dan sebagainya.
Diklat Teknis
Restorative Justice
Konsep keadilan restoratif di Indonesia sendiri baru ditemukan
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
yang menyebutkan “Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana
dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang
terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.”
Merespon perkembangan tersebut, Kejaksaan sesuai dengan asas
oportunitas (opportuniteit beginselen) dan dominus litis telah mereformulasi Peraturan Kejaksaan Nomor
15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif,
sebagai panduan untuk para Jaksa menerapkan keadilan restoratif dalam tataran
praktis. Salah satu hasil Rapat Kerja Kejaksaan Tahun 2023 menginstruksikan
kepada Jajaran Kejaksaan bahwa kedepan kewenanangan persetujuan atas permohonan
restorative justice kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.
“ Oleh sebab itu, diharapkan para Jaksa akan lebih siap dan sigap dalam memahami pelaksanaan restorative justice di lapangan,” terangnya.
Diklat Penanganan
Tipikor dan TPPU
Sementara Tindak Pidana Korupsi sampai dengan saat ini masih
menjadi ancaman dan musuh bersama bagi negara-negara di seluruh dunia termasuk
negara kita.
“ Korupsi inilah menjadi penyebab meningkatnya kemiskinan,
menurunnya investasi, melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, serta
meningkatnya ketimpangan pendapatan,” bebernya.
Pun demikian dengan masalah Money Laundering turut memberikan efek
negatif pada bidang ekonomi yakni dapat
merusak sektor bisnis swasta dan merusak integritas pasar keuangan. Pada
tahun 2012, Indonesia pernah masuk ke dalam daftar hitam yang ditetapkan oleh
Financial Action Task Force (FATF) kemudian baru pada tahun 2015 Indonesia
berhasil keluar dari daftar hitam sehingga dianggap memiliki komitmen
menanggulangi Money Laundering sehingga sudah aman untuk melakukan investasi
atau kegiatan ekonomi lainnya.
Menurut data PPATK selama periode Juli 2020 hingga Juli 2021,
hasil kejahatan yang masuk ke sistem perbankan di Indonesia sudah mencapai
angka Rp300 miliar, dan yang berhasil diselamatkan melalui penghentian
sementara transaksi sebanyak Rp175 miliar. Sisanya tidak berhasil diselamatkan
karena sudah ditarik pelaku, yang saat ini sedang proses penyidikan Kepolisian.
“ Maka dari itu, diklat ini dapat menjadi sarana meningkatkan skill dan kemampuan jaksa dalam penanganan perkara tipikor dan money laundering mengingat modus kejahatan keduanya semakin canggih terlebih di era digital seperti saat ini,” ucapnya.
Diklat Penanganan
Tindak Pidana Mafia
Kabadiklat menjelaskan, mengenai isu mafia tanah yang mendapat
atensi serius dari Presiden. Presiden telah menginstrukikan kepada
Kementerian/lembaga termasuk Kejaksaan untuk bersinergi memberantas komplotan
mafia tanah. Sinergitas ini diharapkan mampu menyelesaikan masalah mafia tanah
yang terjadi hampir di seluruh pelosok tanah air.
Jaksa Agung turut merespon dengan menerbitkan Surat Edaran Jaksa
Agung Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Tanah (SEJA Nomor 16
Tahun 2021) tanggal 12 November 2021. Pada pokoknya SEJA Nomor 16 Tahun 2021
menyebutkan bahwa dalam pemberantasan mafia tanah harus dilakukan secara
optimal, baik preventif maupun represif, melalui pelaksanaan kewenangan, tugas,
dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia dalam rangka penegakan hukum yang adil,
berkepastian hukum dan bermanfaat.
Berdasarkan Laporan Pemberantasan Mafia Tanah periode bulan
Januari 2023 dari Jaksa Agung Muda Intelijen, sejak dibuka Hotline Pengaduan
Pemberantasan Mafia Tanah di Nomor WhatsApp 081914150227, hingga tanggal 10
Januari 2023 telah diterima 654 (enam ratus lima puluh empat) laporan
pengaduan.
Bahwa dari 654 (enam ratus lima puluh empat) lapdu tersebut telah
diteruskan penanganannya ke masing-masing Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia
dan terdapat 292 (dua ratus sembilan puluh dua) lapdu telah ditindaklanjuti
oleh 29 (dua puluh sembilan) Kejaksaan Tinggi, sementara sisanya sebanyak 362
(tiga ratus enam puluh dua) lapdu masih menunggu data dukung.
“ Dari data tersebut menunjukan bahwa laporan pengaduan mafia
tanah cukup tinggi. Oleh karena itu, penting bagi segenap Jaksa agar memiliki
kapasitas dan kompetensi agar mampu menangani perkara mafia tanah secara berkualitas dan berkeadilan,” ujarnya.
Diklat Terpadu
Pidana Pemilu
Kabadiklat menegaskan, seperti diketahui bersama bahwa pelaksanaan
pemilu secara serentak sudah hampir pasti akan digelar pada tahun 2024. Dari
aspek undang-undang yang menjadi dasar penyelenggaraan pemilu dan pilkada
sejauh ini belum ada perubahan. Sehingga masih mengacu pada Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 7 Tahun /2017 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang
Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Lebih lanjut apabila mencermati Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
yang menjadi dasar penyelenggaraan Pemilu 2019 dan kemungkinan masih tetap
digunakan pada Pemilu 2024. Aturan tersebut terdapat beberapa norma yang sulit
untuk ditegakkan. Misalnya terkait
politik uang yang diatur dalam beberapa pasal UU 7/2017 yakni pasal 278
ayat (2), pasal 280 (1) huruf j, pasal 284 dan pasal 515 serta ketentuan pidana
diatur dalam pasal 532 ayat (1), (2), dan (3).
Kejaksaan sebagai unsur Aparat penegak hukum tindak pidana pemilu
dalam konteks penyelenggaraan pemilu bersama dengan Kepolisian, dan Bawaslu
tergabung dalam Sentra Gakkumdu. Peran Gakkumdu sangat strategis mengingat
lanjut tidaknya kasus dugaan tindak pidana pemilu politik uang ditentukan oleh
ketiga institusi tersebut.
“ Sebagai Unsur dalam Gakkumdu, Jaksa dituntut memiliki pemahaman
dan pengetahuan yang mumpuni. Dalam rapat pembahasan seringkali argumen Jaksa
sangat menentukan sebab suatu perkara dapat dinaikan statusnya berada di tangan
Jaksa<’ bebernya.
Diklat Terpadu
Sensibilitas Gender
Menurut World Health Organization (WHO) gender adalah sifat
perempuan dan laki-laki seperti norma, peran, hubungan antara kelompok pria dan
perempuan, yang dikonstruksi secara sosial. Gender dapat berbeda antara satu
kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya, serta dapat berubah
seiring waktu.
“ Kita juga masih melihat bahwa Perlakuan diskriminasi di
Indonesia masih kerap ditemukan dan dialami oleh perempuan dan anak, seperti
marjinalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, hingga terbatasnya akses
perempuan dan anak dalam memperoleh hak-haknya, termasuk hak untuk memperoleh
keadilan ketika berhadapan dengan hukum,”
Dalam tataran praktek penanganan perkara yang berhubungan dengan
perempuan dan anak, Jaksa dalam
melakukan pembuktian dipersidangan, kadang kala menemui kesulitan dalam
membuktikan unsur pidana disebabkan minimnya saksi dan alat bukti.
Lahirnya Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Akses Keadilan Bagi
Perempuan Dan Anak Dalam Penanganan Perkara Pidana merupakan bentuk komitmen
kejaksaan terhadap isu gender. Penting kita sadari bahwa perlindungan dan
jaminan akses terhadap keadilan bagi perempuan dan anak di Indonesia merupakan
hal yang patut diberi perhatian serius agar kualitas hidup perempuan, anak-anak
dan generasi mendatang dapat jauh lebih baik.
Adapun ruang lingkup Pedoman Nomor 1 Tahun 2021, meliputi
penanganan perkara pidana yang melibatkan perempuan dan anak yang berhadapan
dengan hukum pada tahap penyelidikan, penyidikan, prapenuntutan, penuntutan,
pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
“ Untuk itu, jaksa harus betul-betul memahami isi dari Pedoman ini
sehingga dapat menjadi acuan bagi Jaksa dalam pemenuhan akses keadilan bagi
perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum dalam perkara pidana,
memastikan langkah-langkah yang tepat dalam penanganan perempuan dan anak yang
berhadapan dengan hukum,” jelasnya.
Diklat Terpadu Penanganan Tindak Pidana Cipta Kerja
Dikatakan, pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020
tentang Cipta Kerja pada bulan oktober 2020 maka berimplikasi pada pelaksanaan
tugas dan kewenangan Kejaksaan. Meskipun terdapat gugatan terhadap undang-undang
dimaksud, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian pengujian formil
Undang-undang No.11 Tahun 2020 tentang Undang-undang Cipta Kerja. Putusan MK
Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan Undang-undang Cipta Kerja dinilai cacat
formil karena proses penyusunannya tidak memenuhi asas, metode, baku/standar,
sistematika pembentukan peraturan dan inkonstitusional bersyarat dengan
menentukan berlakunya Undang-undang Cipta Kerja tersebut maksimal 2 tahun sejak
putusan diucapkan pada 25 November 2021.
Selanjutnya Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Penerbitan Perppu ini dilatarbelakangi adanya dinamika global yang terjadi saat
ini dan yang akan datang.
“Oleh sebab itu, diperlukan pemahaman dan penguasaan terhadap UU
tersebut termasuk perubahan-perubahan UU yang ada didalamnya sehingga
diperlukan jaksa yang andal dalam pelaksanaannya,” tegasnya.
Diklat Terpadu
Pemulihan Aset
Selanjutnya Kabadiklat menjelaskan, Diklat Pemulihan Aset Angkatan
I Tahun 2023, merupakan Diklat Fungsional yang merupakan salah satu upaya
peningkatan kapasitas dan profesionalitas Jaksa dalam melaksanakan kegiatan
Pemulihan Aset.
“ Kegiatan Pemulihan Aset meliputi kegiatan penelusuran,
pengamanan, pemeliharaan, perampasan dan pengembalian aset terkait tindak
pidana untuk dikembalikan kepada negara, korban atau kepada yang berhak,” ujar Tony.
Dapat dipahami bersama pemulihan aset merupakan bagian dari
penguatan kewenangan Kejaksaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30A UU No.11
Tahun 2021 tentang Perubahan Atas UU No16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.
Mengingat tujuan penegakan hukum sejatinya bukan hanya dengan
paradigma retributif atau penjeraan terhadap pelaku dengan pidana badan berupa
pidana penjara atau pidana kurungan, namun yang tidak kalah pentingnya dengan
peradigma restoratif yaitu memulihkan kerugian yang diakibatkan oleh kejahatan.
“ Dalam hal ini kerugian keuangan negara atau kerugian pada
pendapatan negara untuk perkara PIDSUS dan kerugian korban atau pihak yang
berhak dalam perkara PIDUM. Lebih khusus lagi kegiatan pemulihan aset dalam
perkara PIDSUS, dimaksudkan sebagai upaya untuk mengoptimalkan asset recovery
dalam penyelamatan dan pemulihan kerugian keuangan negara yang terjadi sebagai
salah satu langkah peningkatan PNBP yang merupakan manfaat praktis dari
penindakan tindak pidana,” tandasnya. ( Muzer )