Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin
Dalam beberapa
kesempatan wawancara dengan beberapa media, Jaksa Agung ST Burhanuddin
menyampaikan pada saat dirinya baru diangkat menjadi Jaksa Agung, tugas
terberatnya adalah mengubah mindset Jaksa dalam menjalankan tugas serta
selalu mengedepankan profesionalisme dan integritas adalah kunci untuk meraih
kepercayaan masyarakat. Maka, hal pertama yang harus dilakukan adalah
menerapkan “zero toleran” pada setiap pelanggaran disiplin serta tindakan
tercela termasuk menyalahgunakan kewenangan.
“Saya tidak segan
menindak dengan mencopot, medemosi sampai mempidanakan saudara-saudara jika ada
yang berani bermain-main dengan perkara. Begitu juga sebaliknya, jika
saudara-saudara berkinerja dengan baik dan berprestasi dalam penanganan
perkara, silahkan menghadap kepada saya bahwa memang saudara layak untuk
mendapatkan reward atau promosi. Ini penting dalam rangka kompetensi yang sehat
untuk membangun kepercayaan di internal dan eksternal kami di Kejaksaan,”
Selanjutnya, Jaksa Agung
menjelaskan bahwa harus membekali seluruh Jaksa dengan berbagai peningkatan
kapasitas. Menurut Jaksa Agung, para Jaksa harus secara terus menerus diberikan
pelatihan dan pendidikan yang memadai dan update dengan kebutuhan hukum
masyarakat.
“Jaksa Agung Muda Pembinaan serta Kepala
Badan Pendidikan dan Pelatihan harus paham tentang itu dan para Jaksa Agung
Muda teknis menyiapkan materi pendidikan-pendidikan yang dibutuhkan, termasuk
setiap undang-undang baru. Jaksa harus paham dan secara terus menerus dilakukan
proses internalisasi, sehingga antara pekerjaan dan peningkatan kapasitas SDM
bisa berjalan simultan,”.
Di samping itu, Jaksa
Agung menyampaikan Kejaksaan juga menggalakkan program beasiswa S2 dan S3 baik
di dalam maupun luar negeri, sehingga kedepan tidak ada Jaksa hanya
berpendidikan S1 termasuk pendidikan teknis, fungsional, dan struktural adalah
suatu kewajiban.
“Karena SDM yang
tangguh akan menghasilkan kinerja yang handal”.
Jaksa Agung menyampaikan
ketika integritas dan profesionalisme sudah dibentuk, maka perlu meningkatkan
kinerja Jaksa di setiap satuan kerja (satker), dan kinerja yang “running
well” inilah perlu dibuatkan program-program yang humanis. Sebab, Jaksa
bukan penegak hukum yang pekerjaannya menindak, tetapi juga mencegah dan
memperbaiki tingkat kejagatan di masyarakat dan pemerintahan, sehingga beberapa
penindakan yang dilakukan di Kementerian dan BUMN sekaligus memberikan masukan
dan turut melakukan perbaikan tata kelola, sebagai bentuk tindakan preventif
untuk menekan atau memberi celah tindak pidana terjadi.
Selama ini, hal yang
menonjol dan digemari oleh media adalah di bidang penindakan apapun itu
bentuknya mulai dari pemanggilan pejabat, penyitaan/ penggeledahan sampai pada
tindakan penahanan. Hal inilah yang sebagai barometer media dalam membangun
opini di masyarakat, namun demikian kedepan harus simultan dengan tindakan-tidakan
pencegahan sebagaimana dilakukan di bidang perdata dan tata usaha negara
termasuk di bidang intelijen.
Jaksa Agung menuturkan bahwa
penegakan hukum itu seperti pedang bermata dua dimana tidak boleh hanya
mengedepankan penindakan atau pencegahan saja. Semua hal harus berjalan
simultan secara bersamaan. “Pencegahan yang baik adalah penindakan itu
sendiri,” imbuh Jaksa Agung dalam keterangan yang disampaikan tertulis.
(Puspenkum, 16/1/2023)