BOGOR- Kejaksaan Negeri ( Kejari ) Kota Bogor dan Pemerintah Kota ( Pemkot ) Bogor berkolaborasi menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) secara daring dengan tajuk efektifitas penerapan Restoratif Justice di Kota Bogor, di buka secara resmi oleh Wali Kota Bogor, Dr. H. Bima Arya Sugiarto, S.Hum., MA dan Kepala Kejaksaan Negeri ( Kajari ) Kota Bogor Sekti Anggraini S.H., M.H sebagai pengantar kegiatan cukup menyita perhatian dari ASN dan masyarakat Kota Bogor termasuk peserta FGD dari daerah lain, Selasa (22/3/2022).
Wali Kota Bogor, Bima Arya dalam sambutannya mengatakan
bahwa Restorative Justice diharapkan dapat menghasilkan suatu yang memenuhi
prinsip-prinsip keadilan.
“ Saya optimis dengan sinergi dan berkolaborasi antara
Pemkot Bogor dan Kejaksaan untuk melaksanakan Restorative Justice, dapat
menjadi solusi ketika proses hukum tidak berpihak pada keadilan karena adanya
faktor x.” ujar Bima Arya.
Sementara Kajari Kota Bogor Sekti Anggraini menilai bahwa Kota
Bogor saat ini masih menduduki peringkat rendah terkait perkara yang di
Restorative Justice.
“ Kendalanya berada pada korban yang tidak bersedia untuk
berdamai, Peraturan Walikota tentang Restorative Justice diharapkan mampu
menjadi solusi bersama program Rumah Restorative Justice yang ada di 6
Kecamatan di Kota Bogor.” Kata Sekti Anggraini.
Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Alma Wiranta,
S.H., M.Si. (Han) yang didapuk menjadi
pembicara pertama pada FGD menyampaikan, bahwa Pemkot Bogor telah menerbitkan
Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 18 Tahun 2022 tentang optimalisasi penyelenggaraan
keadilan restoratif.
“ Merujuk pada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020 dan
beberapa aturan lainnya tentang hukum, maka untuk mendukung perlindungan masyarakat
di Kota Bogor diharapkan Perwali ini
bisa menjadi pedoman bagi para korban dan pelaku tindak pidana yang sudah
berdamai dan melaksanakan ketentuan dalam tahapan Restorative Justice,”
paparnya.
Restorative Justice ini diharapkan dapat mewujudkan
kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan, mendukung tugas dan fungsi
Pemerintah Kota Bogor yang dilakukan secara optimal dalam membantu warga yang
menghadapi permasalahan hukum.” tambah Alma.
Giliran Peneliti dan analis hukum Kejaksaan Agung, Dr. R.
Muhammad Rozi, S.H., M.H., C.L.A dalam paparannya menyampaikan, Restorative
Justice bersifat variatif, melibatkan korban, pelaku dan jaringan sosial juga
aparat penegak hukum serta komunitas.
“ Terkait aturan
Restorative Justice ini bisa dijadikan bahan pembelajaran secara collective
learning sebagai bentuk tanggung jawab,” papar Rozi.
Sementara itu sebagai penanggap, Radian Syam dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti
menyatakan, bahwa Restorative Justice harus dilembagakan dan dikuatkan dengan
aturan yang ada, rekomendasi RJ juga
harus didasari dengan etika dan moral yang ada dimasyarakat dalam menegakan
keadilan, dalam hal ini Kota Bogor layak menjadi pilot project penerapan
Restoratif Justice.
Vilya Christina, sebagai
moderator FGD menyimpulkan dari hasil diskusi yaitu, " pertama, Keadilan
Restoratif atau dikenal dengan Restorative Justice merupakan sebuah upaya
pemulihan keadaan masyarakat setelah adanya pelanggaran hukum yang dilakukan
karena melanggar norma atau kaidah.
Kedua, Pemerintah Kota Bogor
membantu memfasilitasi pemulihan keadaan masyarakat dengan memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan, hukum yang berlaku serta keadilan yang berkembang di masyarakat
Kota Bogor.
Ketiga, penyelesaian permasalahan dimasyarakat dengan
hadirnya negara menjunjung budaya Sunda dalam menyelesaikan permasalahan, yaitu
melalui musyawarah perdamaian dengan prinsip silih asah, silih asih, silih asuh
merupakan solusi terbaik.
Keempat, Pemerintah Kota Bogor
telah menerbitkan Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 18 tahun 2022 pada tanggal 8
Maret 2022 tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Keadilan Restoratif di Wilayah
Kota Bogor.
Terakhir atau Kelima, Peraturan
Wali kota ini diterbitkan sebagai momentum penghormatan dan pemenuhan HAM. (
Muzer/ Rls )