Analisis Kompleksitas Masalah Tidak Semuanya Dapat Diatur Dalam KUHP
BOGOR - Kompleksitas masalah sosial, ekonomi, budaya, politik dan aspek lainnya seringkali membuat regulasi yang ditetapkan pemerintah menjadi tidak efektif dalam menyelesaikan masalah yang ada. Regulasi yang terlalu banyak dan tidak konsisten dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidaknyamanan bagi masyarakat dan pelaku usaha.
Hal itu disampaikan Kabag Hukum dan HAM, Dr (c) Alma Wiranta, SH., MSi(Han)., CLA dalam kegiatan FGD UU Nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP yang digagas Yayasan Pesona Bumi Pasundan dengan judul "Utilizing the Community Working Group Coordination Among Communities To Discuss Finding From The Regular Monitoring and Setting The Advocacy Strategy", kegiatan yang dihadiri birokrat, praktisi dan akademisi dilaksanakan di Aston Bogor Hotel & Resort, Bogor Nirwana Residence, Kota Bogor, Senin (27/10/2025)
Keterbatasan Regulasi
Undang-Undang memiliki keterbatasan dalam menyelesaikan masalah yang kompleks. Beberapa alasan mengapa regulasi tidak dapat menyelesaikan semua masalah, bahkan ada beberapa pasal dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan diberlakukan 1 Januari 2026 mendatang, dianalisis perlu advokasi.
Pasal-Pasal KUHP yang Menuai Kontroversi
Beberapa pasal yang menuai kontroversi antara lain adalah pasal 300-302 KUHP tentang tindak pidana penodaan agama, pasal 240-241 KUHP tentang penghinaan terhadap lembaga negara, pasal 390 KUHP tentang penyebaran berita bohong, Pasal 431 KUHP tentang penelantaran warga miskin dan anak, pasal 188 ayat (3) tentang ajaran markisme/leninnisme dan pasal 256 KUHP tentang larangan demonstrasi tanpa izin.
Banyak aktivis HAM menilai bahwa beberapa pasal tersebut berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara, diantaranya:
- Pasal Penodaan Agama berpotensi digunakan untuk membatasi kebebasan beragama dan berpendapat. Pasal ini dapat digunakan untuk menargetkan kelompok minoritas dan membatasi ruang ekspresi warga negara.
- Pasal Penghinaan terhadap Lembaga Negara berpotensi digunakan untuk membatasi kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah. Pasal ini dapat digunakan untuk menekan kritik dan oposisi terhadap pemerintah.
- Pasal Penyebaran Berita Bohong berpotensi digunakan untuk membatasi kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah. Pasal ini dapat digunakan untuk menekan jurnalis dan aktivis yang mengkritik pemerintah.
- Pasal Larangan Demonstrasi Tanpa Izin berpotensi digunakan untuk membatasi kebebasan berkumpul dan berdemonstrasi warga negara. Pasal ini dapat digunakan untuk menekan protes dan demonstrasi yang dilakukan oleh warga negara.
Pasal Lain Dalam KUHP yang Menuai Kontroversi
Selain pasal-pasal di atas, ada beberapa pasal lain yang juga menuai kontroversi, antara lain:
- Pasal tentang Aborsi berpotensi membatasi hak perempuan untuk mendapatkan akses kesehatan reproduksi.
- Pasal tentang Menampilkan Alat Kontrasepsi berpotensi membatasi hak perempuan untuk mendapatkan akses kesehatan reproduksi.
- Pasal tentang Ajaran Maxisme/Leninisme berpotensi membatasi kebebasan berpendapat dan mengkritik pemerintah.
Strategi Advokasi Dalam KUHP
Alma Wiranta memberikan saran rekomendasi terkait beberapa pasal kontroversial dalam KUHP tersebut. Menurutnya, beberapa pasal perlu diperjelas dan diperinci lebih lanjut untuk menghindari multitafsir dan penyalahgunaan wewenang.
"Saya menilai bahwa KUHP perlu disosialisasikan secara luas kepada masyarakat agar dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik, dan ini juga merupakan tugas yang baik, "Ujarnya
Alma Wiranta yang berprofesi Jaksa ini menekankan penting untuk memahami penerapan pasal demi pasal di KUHP, termasuk peninjauan dan perbaikan implementasi penegakan hukum berbasis HAM.
"Untuk memastikan keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi masyarakat dalam implementasi Pasal yang kontroversi di KUHP, ada akses upaya intelektual melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi, saya yakin advokasi ini langkah yang cerdas jika anda ragu. "Ungkap Alma Wiranta
Sedangkan hal-hal lain berkaitan UU Sektoral berkaitan dengan KUHP, diantaranya:
- Ketidakpastian dan Dinamika Masyarakat: Masyarakat dan ekonomi terus berkembang, sehingga regulasi yang dibuat hari ini mungkin tidak relevan.
- Keterbatasan Informasi: Pembuat regulasi tidak dapat memiliki semua informasi yang relevan tentang masalah yang dihadapi masyarakat.
- Keterlibatan Berbagai Pihak: Masalah sosial dan ekonomi seringkali melibatkan berbagai pihak, sehingga regulasi harus dapat mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak.
Dampak Regulasi yang Tidak Efektif
Regulasi yang tidak efektif dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan pelaku usaha, antara lain:
- Ketidakpastian Hukum: Regulasi yang tidak jelas dan tidak konsisten dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan meningkatkan risiko bagi pelaku usaha.
- Peningkatan Biaya: Regulasi yang kompleks dapat meningkatkan biaya bagi pelaku usaha dan masyarakat untuk mematuhi regulasi tersebut.
- Penurunan Kepercayaan: Regulasi yang tidak efektif dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga terkait.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mengatasi kompleksitas masalah dan keterbatasan regulasi, pemerintah dapat melakukan beberapa hal, antara lain:
- Simplifikasi Regulasi: Menyederhanakan regulasi dan membuatnya lebih mudah dipahami dan dipatuhi.
- Partisipasi Publik: Melibatkan masyarakat dan pelaku usaha dalam proses pembuatan regulasi untuk memastikan bahwa regulasi tersebut relevan dan efektif.
- Evaluasi dan Revisi: Melakukan evaluasi dan revisi regulasi secara berkala untuk memastikan bahwa regulasi tersebut masih relevan dan efektif dalam menyelesaikan masalah yang ada.
"Skala prioritas pembentukan regulasi dengan mempertimbangkan kebutuhan peraturan, tetap dijalankan berdasarkan mekanisme, jadi tidak heran waktunya panjang. Terlebih pembentukan Undang-Undang, KUHP yang kita bahas ini masih perlu dianalisis. "Tutup Alma Wiranta kepada awak media.(Rls/Muzer)
