![]() |
Prof. Asep N Mulyana |
JAKARTA – Jaksa Agung RI
melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana
Mulyana, S.H., M.Hum, menyetujui dua permohonan penyelesaian perkara tindak
pidana narkotika melalui mekanisme Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
Persetujuan ini diberikan dalam ekspose perkara yang diselenggarakan pada Kamis
(31/7/2025).
Dua perkara yang
dimaksud adalah:
1.
Aidil
Caesaria Aglin bin Alm. Agusni BA, tersangka perkara narkotika dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat, disangka
melanggar Pasal 112 Ayat (1) jo. Pasal 127 Ayat (1) huruf a UU Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
2.
Firdaus bin
Ahmadi, tersangka
perkara narkotika dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat, disangka melanggar pasal
yang sama.
Pertimbangan
Keadilan Restoratif
Persetujuan
rehabilitasi bagi para tersangka didasarkan pada sejumlah alasan penting, di
antaranya:
- Hasil laboratorium forensik
menunjukkan keduanya positif menggunakan narkotika.
- Berdasarkan metode know your
suspect, para tersangka bukan bagian dari jaringan peredaran gelap,
melainkan pengguna terakhir (end user).
- Tidak pernah masuk dalam Daftar
Pencarian Orang (DPO).
- Asesmen terpadu menyatakan
keduanya sebagai pecandu, korban penyalahgunaan, atau penyalah guna narkotika.
- Belum pernah menjalani
rehabilitasi, atau jika pernah, tidak lebih dari dua kali sesuai
keterangan resmi lembaga berwenang.
- Tidak berperan sebagai produsen,
bandar, pengedar, maupun kurir narkotika.
Instruksi
JAM-Pidum
JAM-Pidum
menegaskan agar tindak lanjut segera dilakukan.
“Kepala
Kejaksaan Negeri Aceh Barat diminta untuk menerbitkan Surat Ketetapan
Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Pedoman Jaksa Agung
Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan
Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, sebagai
pelaksanaan asas Dominus Litis Jaksa,” tegas Prof. Asep.
Keputusan ini
menegaskan komitmen Kejaksaan dalam menempatkan keadilan restoratif bukan hanya
sebagai instrumen hukum, tetapi juga sarana pemulihan sosial, khususnya bagi
pengguna narkotika yang layak mendapat kesempatan rehabilitasi. (Muzer)