![]() |
Kapuspenkum dan Jajaran Pidmil memberikan keterangan kepada wartawan usai menetapkan tiga tersangka Korupsi Proyek Satelit Orbit di Kemenhan, Rabu 7 Mei 2025. 9Foto: Puspenkum) |
JAKARTA – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (JAM PIDMIL) menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara koneksitas dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan user terminal Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan RI tahun 2016.
Penetapan tersangka dilakukan oleh Tim Penyidik pada Rabu (7/5/2025), sebagaimana disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar. Kasus ini bermula dari perjanjian antara Kementerian Pertahanan dan perusahaan asal Hungaria, Navayo International AG.
Adapun ketiga tersangka yang ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 5 Mei 2025, yakni:
1. Laksamana Muda TNI (Purn) LNR, selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenhan.
2. ATVDH, selaku Tenaga Ahli Satelit di Kementerian Pertahanan.
3. GK, selaku CEO Navayo International AG.
Kontrak Tanpa Anggaran dan Tanpa Lelang
Dalam perkara ini, LNR selaku PPK menandatangani kontrak senilai USD 34,19 juta (kemudian berubah menjadi USD 29,9 juta) dengan Navayo International AG pada 1 Juli 2016, tanpa didahului proses pengadaan barang dan jasa serta tanpa tersedianya anggaran.
Kontrak tersebut dibuat atas rekomendasi aktif ATVDH, dan menjadi dasar pengiriman barang oleh Navayo yang kemudian diklaim telah dikerjakan. Klaim itu disertai empat Certificate of Performance (CoP) yang ditandatangani tanpa pemeriksaan barang terlebih dahulu.
Hasil pemeriksaan menunjukkan barang-barang tersebut tidak sesuai spesifikasi. Sebanyak 550 unit handphone yang dikirim bukanlah handphone satelit dan tidak mengandung secure chip. Program teknis yang disampaikan dalam bentuk 12 buku juga dinilai tidak memenuhi syarat sebagai sistem user terminal.
Negara Tanggung Kerugian Ganda
Akibat kontrak dan penandatanganan CoP tersebut, Kementerian Pertahanan RI akhirnya diwajibkan membayar sebesar USD 20,86 juta berdasarkan putusan arbitrase internasional di Singapura. Selain itu, menurut audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat proyek ini mencapai USD 21,38 juta.
Penyitaan juga sempat diajukan oleh pihak Navayo di Paris terhadap sejumlah properti milik pemerintah RI untuk menagih kewajiban tersebut, berdasarkan putusan pengadilan Paris yang mengesahkan putusan arbitrase Singapura.
Jerat Hukum
Ketiga tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yaitu:
• Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP.
• Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP.
• Lebih Subsidair: Pasal 8 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP.
Penyidikan masih terus berjalan. Sejauh ini, telah diperiksa 52 saksi sipil, 7 saksi militer, serta 9 orang ahli untuk mengungkap lebih lanjut keterlibatan pihak-pihak dalam perkara ini.(Mr)