![]() |
Jampidum Prof. Asep Mulyana |
JAKARTA - Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
(JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka
menyetujui 9 (sembilan) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif)
pada Selasa 11 Februari 2025.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan
restoratif yaitu terhadap Tersangka Aidil Adha alias Uci bin Teno dari
Kejaksaan Negeri Prabumulih, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang
Pencurian.
Kronologi bermula pada hari Selasa tanggal 9 Juni 2024, sekira pukul
14.00 WIB ketika Tersangka Aidil Adha alias Uci bin Teno mengambil 1 (Satu)
Unit Handphone (HP) Merk VIVO Y21S warna Pearl White dengan Nomor Imei
1: 862194054878275 dan Imei 2: 862194054878267.
HP tersebut merupakan milik Saksi Usni bin M. Juhar, yang diambil tanpa
izin dari dashboard sepeda Listrik, sewaktu Saksi Anak Usna Hadisya
Arafah binti Usni, Saksi Anak Irwansyah bin Yudi, Karin dan Iqbal bermain hujan
di lapangan voli yang berada di samping kantor desa.
Saat Tersangka mengambil 1 (satu) Unit HP tersebut, Saksi Anak Irwansyah bin
Yudi melihat Tersangka mendekati sepeda listrik yang dibawa oleh Saksi Anak
Usna Hadisya Arafah bin Usni dan mengambil 1 (satu) unit handphone merk VIVO
Y215 wama Putih yang diletakkan di dashboard sepeda motor, kemudian Saksi
Anak Irwansyah bin Yudi mengejar Tersangka namun tidak berhasil dan Saksi pun kembali
ke kantor desa.
Setelah mengambil 1 (Satu) Unit HP itu, Tersangka berangkat menuju Desa
Lembak Kecamatan Lembak Kabupaten Muara Enim dengan menggunakan travel untuk
menemui saudara Hatta. Setelah Tersangka menemui Saudara Hatta, Tersangka
menjual 1 (satu) unit HP tersebut kepada saudara HATTA seharga Rp250.000 (dua
ratus lima puluh ribu rupiah) yang mana dari penjualan tersebut Tersangka
memperoleh uang sebesar Rp150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah) dari
penjualan HP tersebut sedangkan Rp100.000 (seratus ribu rupiah) untuk mereset
HP di Konter YONDA CELL Desa Lembak Kec. Lembak Kab. Muara Enim setelah HP
tersebut terjual.
Tersangka menggunakan uang tersebut untuk menambahi ongkos berangkat
menuju Padang dengan menaiki bus untuk bekerja. Pada sekira pertengahan bulan
Novermber Tersangka kembali pulang ke Prabumulih dikarenakan pekerjaan
Tersangka di Padang telah selesai dan pada hari Selasa tanggal 10 Desember 2024
sekira pukul 01.30 Wib Tersangka diamankan pihak kepolisian di rumah Tersangka
yang beralamat di Dusun 2 Desa Pangkul Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih.
Saksi Usni bin M. Juhar diketahui mengalami kerugian sebesar kurang lebih
Rp 2.799.000 (dua juta tujuh ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Prabumulih,
Khristiya Lutfiasandhi, S.H., M.H., Kasi Pidum Mirsyah Rizal S.H. serta Jaksa
Fasilitator Afrialdy, S.H., Rizki Nuzly Ainun, S.H., M.H., dan Sausan Yodiniya,
S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya
serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima
permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang
dijalani oleh Tersangka dihentikan dengan syarat Tersangka mengganti kerugian handphone
Korban sebesar Rp2.400.000 (dua juta empat ratus ribu rupiah).
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri
Prabumulih mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan
restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Dr. Yulianto, S.H.,
M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera
Selatan sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan
restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut
disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa 11
Februari 2025.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain
melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 8 perkara lain yaitu:
1.
Tersangka Yohanes
Bentara Lewa alias Hans dari Kejaksaan Negeri Ngada, yang disangka melanggar
Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2.
Tersangka Andrerias
Suki alias Andri dari Kejaksaan Negeri Rote Ndao, yang disangka melanggar Pasal
351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3.
Tersangka Nira binti
Sahil dari Kejaksaan Negeri Empat Lawang, yang disangka melanggar Pasal 351
Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4.
Tersangka Supri binti
Atmorejo dari Kejaksaan Negeri Grobogan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP
tentang Pencurian.
5.
Tersangka Arta
Ambarita als Nai Parulian als Op. Nico dari Kejaksaan Negeri Samosir, yang
disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6.
Tersangka Medianti
Sidauruk als Medianti als Mak Felicia dari Kejaksaan Negeri Samosir, yang
disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7.
Tersangka I Parlindungan
Sihombing alias Pak Ratu dan Terasngka II Maruba Desmatua S. dari Kejaksaan
Negeri Samosir, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (2) ke-1 tentang
Pengeroyokan, Subsidair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
8.
Tersangka Diki Ryan
Danu dari Kejaksaan Negeri Simalungun, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP
tentang Penggelapan.
Alasan
pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan
karena Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf
dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Kemudian Tersangka juga belum pernah dihukum, dan baru
pertama kali ini melakukan perbuatan pidana, Ancaman pidana denda
atau penjara juga tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka pun berjanji tidak akan lagi mengulangi
perbuatannya, hingga Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan
musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban juga sudah setuju untuk tidak
melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang
lebih besar.
“Para
Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian
Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan
Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor:
01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian
Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,”
pungkas JAM-Pidum. (Muzer)