Wakil Jaksa Agung, Feri Wibisono
JAKARTA – Wakil Jaksa Agung Feri Wibisono membuka dan memberikan keynote speech pada acara In House Training (IHT) dengan tema “Penanganan Barang Bukti Aset Kripto dalam Perkara Pidana”, yang diselenggarakan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM PIDUM) pada Selasa 24 September 2024 di Hotel Grand Mahakam Jakarta.
Dalam
penyampaiannya, Wakil Jaksa Agung mengatakan bahwa kegiatan IHT dilaksanakan sebagai bentuk penyegaran
wawasan atas perkembangan hukum dan teknologi yang semakin dinamis. Para peserta
IHT diharapkan dapat membuka cakrawala pengetahuan sekaligus meningkatkan
kemahiran dalam penanganan barang bukti aset kripto yang akuntabel, profesional
dan optimal, terutama saat aset kripto masuk ke ranah hukum pidana yang akan
dipergunakan untuk pembuktian.
Selain
itu, Wakil Jaksa Agung menyampaikan bahwa penggunaan mata uang kripto
sebagai alat kejahatan lekat dengan modus pencucian uang dan tindak pidana
ekonomi lainnya. Dalam hal ini, enkripsi sistem blockchain sebagai basis
data mata uang kripto dimanfaatkan untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta
kekayaan hasil kejahatan, karena tidak terakses oleh pihak yang tidak terhubung
dalam blockchain itu sendiri.
“Meskipun sering disebut sebagai
mata uang kripto atau cryptocurrency, Indonesia hingga saat ini tidak
mengakui kripto apapun sebagai mata uang yang dapat dipergunakan sebagai alat
tukar,” imbuh Wakil Jaksa Agung.
Menurut Wakil Jaksa Agung, nilai aset
kripto yang begitu fluktuatif menimbulkan permasalahan tersendiri, contohnya
ketika dilakukan penyitaan terhadap aset kripto pada saat ini, tentu nilai pada
saat penyitaan akan berbeda dari waktu ke waktu. Aset kripto dapat mengalami
peningkatan atau penyusutan nilai yang signifikan akibat harga pasar yang tidak
dapat dikontrol.
Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
(BAPPEBTI), sepanjang tahun 2024 industri kripto mengalami
pertumbuhan signifikan dilihat dari jumlah investor kripto dan nilai transaksinya
yang mencapai Rp211 triliun. Di
sisi lain, mata uang kripto bisa digunakan sebagai alat kejahatan dengan modus
pencucian uang dan tindak pidana ekonomi lainnya.
“Permasalahan baru dalam
penanganan perkara aset kripto adalah saat penyitaan dan penanganan barang
bukti karena berkaitan dengan nilai aset kripto yang fluktuatif, sehingga
membutuhkan pendekatan yang komprehensif. Menanggulangi hal tersebut, Kejaksaan
telah menerbitkan Pedoman Jaksa Agung Nomor 7 tahun 2023 tentang Penanganan
Aset Kripto sebagai Barang Bukti dalam Perkara Pidana,” ujar Wakil Jaksa Agung
menambahkan.
Menutup sambutannya, Wakil Jaksa
Agung menuturkan sikap optimis atas perkembangan hukum dan kemajuan teknologi
yang begitu dinamis harus disikapi sebagai tantangan dan bukan hambatan yang
perlu dicemaskan berlebihan, tetapi perlu disikapi dengan berdamai dan
beradaptasi dengan perubahan yang ada.
Dalam kegiatan ini penyelenggara
panitia menghadirkan narasumber diantaranya Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah
Agung RI Jupriyadi, S.H., M.Hum. dengan judul
“Penanganan Cryptocurrency
dalam Perspektif Hakim”.
Kemudian
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan BAPPEBTI Tirta Karma Senjaya dengan
judul “Pengawasan dan Regulasi Perdagangan Aset Kripto di Indonesia”.
Dan Head
of Departement Otoritas Jasa Keuangan Djoko Kurnijanto, S.E., A.k., MCom, CFE,
CAMS. dengan materi berjudul “Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan
dan Sandbox”.
Dalam
paparannya, narasumber Hakim Agung Jupriyadi menjelaskan terkait barang bukti
aset kripto agar sebaiknya perlu langsung dikonversi supaya lebih jelas,
sehingga saat nilainya bagus negara tidak mengalami kerugian.
Selanjutnya,
narasumber Tirta Karma Senjaya menyampaikan bahwa transaksi kripto terus
meningkat setiap tahunnya, namun diharapkan transaksi dilakukan di tempat yang
sudah dilegalkan oleh BAPPEBTI.
Semantara
itu, narasumber Djoko Kurnijanto menyampaikan terkait dengan kripto perlu
disiapkan regulasinya dan juga perlu dilakukan ujicoba sandbox sebagai
salah satu bentuk antisipasi.
Di
akhir paparan yang dilaksanakan dalam bentuk panel tersebut, para narasumber
sepakat perlunya peningkatan sinergi dan sinkronisasi regulasi termasuk petunjuk
teknis agar tercipta satu visi yang sama dalam penanganan perkara yang terkait
barang bukti kripto.
Selain
ketiga narasumber tersebut, hadir juga sebagai pembicara dari International
Computer Hacking and Intellectual Property (ICHIP) William Hall, yang
menjelaskan berbagai praktik terbaik penanganan aset kripto dalam penegakan
hukum di tingkat internasional.
Dalam kegiatan ini juga dihadiri oleh
pejabat internal Kejaksaan Agung yakni Kepala Badan Pemulihan Aset Kejaksaan RI
Dr. Amir Yanto, Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Hubungan Antar Lembaga dan
Kerjasama Internasional Kejaksaan RI Dr. Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Staf
Ahli Jaksa Agung Bidang Politik, Keamanan dan Penegakan Hukum Dr. Masyhudi
serta Sekretaris Jaksa Agung Muda Pengawasan Raden Febrytriyanto.
Sedangkan dari pihak eksternal
turut dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi Kejaksaan, Bank Indonesia, PPATK, ICHIP,
Asosiasi Perdagangan Fisik Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Staf Ahli
Organisasi, Birokrasi dan Teknologi Informasi PPATK serta undangan lainnya.
Rangkaian acara ini diikuti oleh
sebanyak 250 peserta luring dan 580 peserta virtual dari Kejaksaan seluruh
Indonesia. Acara ini ditutup dengan sesi tanya jawab yang berlangsung dinamis.
Para peserta memberikan berbagai pertanyaan dan pandangan terkait materi yang
disampaikan dan menunjukkan antusiasme yang tinggi terhadap isu penting dalam
pemahaman suatu peraturan untuk penegakan hukum, khususnya penanganan perkara
terkait barang bukti asset kripto yang dilaksanakan Jaksa di seluruh Indonesia.
(Muzer)