JAKARTA-Jaksa Agung RI. Dr. Burhanuddin, menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Menteri Keuangan RI dan Pimpinan KPK beserta segenap jajaran atas terealisasinya serah terima barang milik negara yang berasal dari barang rampasan negara.
"Karena dengan terlaksananya kegiatan ini, negara ingin memastikan bahwa aspek pengelolaan aset tindak pidana telah berjalan dengan baik dan optimal, serta berkorelasi positif untuk mendukung terciptanya keberhasilan program asset recovery," kata Burhanuddin dalam kata sambutannya pada acara Penyerahan Barang Hasil Rampasan Negara dari Kementerian Keuangan RI. kepada Kejaksaan RI. yang dilaksanakan di Auditorium Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jl. HR. Rasuna Said Kawasan Kuningan Jakarta Selatan,Selasa ( 24/11/2020)
Hadir dalam acara tersebut Ketua dan Para Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI., Kepala Komisi Aparatur Sipil Negara, Kepala Badan Geospasial Indonesia dan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia sebagai perwakilan negara yang akan menyerahkan barang rampasan kepada Kejaksaan Republik Indonesia yang diwakili oleh Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Jaksa Agung lanjutnya,optimalisasi pengelolaan barang rampasan negara sebagaimana diharapkan kian terwujud melalui sinergi dan koordinasi lintas sektoral antara Kementerian Keuangan RI, KPK, dan Kejaksaan RI.
Dalam hal ini Kementerian Keuangan telah menerbitkan Surat Keputusan yang menetapkan status penggunaan Barang Milik Negara yang berasal dari barang rampasan negara dari KPK kepada Kejaksaan RI, berupa 1 (satu) unit tanah dan bangunan yang terletak di Jakarta Selatan dan 1 (satu) unit tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten Badung, yang berasal dari Barang Rampasan Negara dalam perkara tindak pidana korupsi, yang masing-masing telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“ Hal tersebut merupakan wujud konkret dari komitmen kita bersama untuk berkontribusi secara positif dalam rangka mempercepat penyelesaian barang rampasan negara.”ujarnya.
Burhanuddin menyebutkan Penyerahan barang rampasan negara ini dilaksanakan atas dasar pertimbangan yang baik untuk optimalisasi pengelolaan aset barang milik negara kepada lembaga atau instansi yang membutuhkan, sehingga fungsi pemanfaatan aset dapat ditingkatkan secara maksimal dalam menunjang kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi lembaga yang membutuhkan, dalam hal ini Kejaksaan RI.
"Berdasarkan pendekatan ekonomi, kita dapat mengetahui bahwa para pelaku white collar crime sesungguhnya memiliki rasio yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan actus reus secara canggih, terstruktur yang dicampur dengan teori-teori ilmu pengetahuan seperti akuntansi dan statistik," terangnya.
Jika diukur dari canggihnya kata Jaksa Agung,modus operandi, kelas orang yang terlibat dan besaran dana yang dijarah, jelas korupsi merupakan kejahatan kelas tinggi yang sebenarnya dilatarbelakangi oleh prinsip yang keliru yaitu keserakahan itu indah (greedy is beautiful).
Dengan rasionalitasnya tersebut para pelaku kejahatan mempertimbangkan antara biaya (cost) dan keuntungan (benefit) yang dihasilkan. Kalkulasi untung rugi tersebut bertujuan untuk menentukan dan memutuskan pilihan apakah “melakukan” atau “tidak melakukan” suatu kejahatan.
Berkaca dari makin marak dan agresifnya praktik kejahatan korupsi yang seolah tidak ada hentinya, telah menunjukkan kepada kita semua bahwa pilihan yang diambil para pelaku adalah “melakukan”, hal ini disebabkan karena korupsi baginya masih sangat menguntungkan (crime does pay).
Sehingga tidak sedikit pelaku korupsi yang siap masuk penjara, namun ia dan keluarganya masih akan tetap hidup makmur dari hasil korupsi yang telah dilakukan. Kondisi yang menimbulkan keniscayaan dan memantik motivasi seseorang untuk berani melakukan tindakan korupsi.
Mendasari pada realitas yang sedemikian memprihatinkan, Aparat Penegak Hukum (APH) harus mulai menyadari perlunya untuk menyesuaikan orientasi penegakan hukum yang selama ini dilakukan, dimana tidak hanya berupaya untuk mengejar dan kemudian menghukum pelaku secara konvensional dengan cara menerapkan pidana penjara melalui pendekatan follow the suspect semata, melainkan juga penindakan diarahkan pada pendekatan follow the money dan follow the asset.
Kebijakan penegakan hukum wajib memastikan bahwa hukuman haruslah dapat memberikan deterrent effect baik di sektor pidananya dan juga disektor perekonomian pelaku.
Melalui pendekatan tersebut, setidak-tidaknya terdapat 2 (dua) hal positif yang dapat kita peroleh yaitu :
Pertama, instrumen perampasan aset ingin memberikan pesan yang kuat kepada para pelaku, bahwa sesungguhnya melakukan kejahatan korupsi adalah merupakan perbuatan yang tidak memberikan keuntungan atau nilai tambah finansial (crime does not pay), melainkan justru memiskinkan dan menimbulkan kesengsaraan bagi si pelaku.
Kedua, keberadaan benda sitaan, barang rampasan dan benda sita eksekusi sebagai aset, pada akhirnya akan dipandang sebagai sesuatu yang penting karena merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat terpisahkan dari penanganan dan penyelesaian suatu perkara pidana.
Dengan sudut pandang tersebut diharapkan dapat menginisiasi munculnya upaya semaksimal mungkin dan terintegrasi secara baik di setiap tahapan penegakan hukum, agar menjaga dan mempertahankan nilai aset yang berasal dan ada kaitannya dengan tindak pidana tidak berkurang, sehingga aset tersebut dapat segera dipergunakan dan dimanfaatkan dengan baik dan dapat menghadirkan keadilan ekonomi.
“ Saya berharap dengan apa yang telah kita lakukan bersama ini akan semakin mempererat sinergitas hubungan koordinasi dan kerjasama dalam pengelolaan dan penyelesaian barang rampasan negara yang berasal dari tindak pidana, sehingga dapat terwujud semangat dan kesadaran bersama saling memahami, saling mendukung, dan saling memperkuat satu sama lain guna mendorong keberhasilan tugas dan fungsi bersama demi meningkatkan dedikasi untuk memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat, bangsa dan negara.” pungkas Jaksa Agung mengakhiri kata sambutannya.( Muzer )