Masjid Al Hukama Badiklat Kejaksaan Gelar Kajian, Ustadz Abu Abdirrahman Ingatkan Umat tentang Fitnah Akhir Zaman dan Terangkatnya Ilmu
![]() |
| Kajian Rutin di Masjid Al Hukama Badiklat Kejaksaan: Kupas Dahsyatnya Fitnah Akhir Zaman oleh Ustadz Abu Abdirrahman, Rabu (10/12/2025) |
JAKARTA – Masjid Al Hukama Badan Pendidikan
dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan kembali menyelenggarakan Kajian Islam
Rutin Mingguan yang digelar setiap hari Rabu. Pada edisi Rabu, 10
Desember 2025, kajian diisi oleh Ustadz Abu Abdirrahman dengan
materi bertema “Huru-hara Akhir Zaman: Munculnya Fitnah Akhir Zaman”.
Doa untuk Korban Bencana di Aceh dan Sumatera
Mengawali
ceramahnya, Ustadz Abu Abdirrahman mengajak seluruh jamaah untuk memanjatkan
doa bagi masyarakat yang sedang diuji oleh musibah, khususnya di wilayah Aceh,
Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
“Semoga Allah SWT
menjadikan saudara-saudara kita yang wafat dalam musibah tersebut sebagai hamba
yang meninggal dalam keadaan husnul khotimah. Bagi yang masih hidup,
semoga diberikan kesabaran, kekuatan, dan pelajaran berharga dari ujian ini,”
ujarnya.
Tidak hanya bagi
para korban, ia juga mendoakan para pemimpin bangsa agar selalu diberi empati,
ketakwaan, serta kemampuan mendahulukan kepentingan umat.
“Semoga para
pemimpin diberikan rasa takut kepada Allah SWT, sehingga senantiasa
mengutamakan umat, bangsa, dan agamanya. Dengan demikian negeri ini menjadi
negara yang baik, aman, dan dirahmati Allah. Amin,” sambungnya.
Makna Fitnah dalam Perspektif Islam
Masuk ke materi
utama, Ustadz Abu Abdirrahman menjelaskan bahwa istilah fitnah tidak
sekadar dimaknai sebagai tuduhan tanpa bukti.
Fitnah dalam
konteks akhir zaman, kata beliau, adalah ujian besar dan keadaan yang
membolak-balikkan keimanan manusia, sebagaimana telah diisyaratkan oleh
Rasulullah SAW.
Beliau mengutip
sabda Nabi Muhammad SAW yang menyeru agar umat bersegera dalam beramal saleh:
“Bersegeralah
kalian melakukan amal kebaikan sebelum datangnya fitnah yang gelap gulita,
seperti potongan malam yang gelap.”
Ustadz menegaskan,
gelapnya fitnah digambarkan seperti malam tanpa cahaya: manusia tak lagi dapat
membedakan mana yang hak dan mana yang batil, mana tuntunan yang benar dan mana
kebiasaan yang keliru.
Fitnah yang Membolak-balikkan Iman
Begitu dahsyatnya
fitnah akhir zaman, kata beliau, hingga seseorang yang di pagi hari masih
beriman dapat berubah menjadi kafir pada sore harinya. Begitu pula sebaliknya.
“Semua itu
terjadi karena godaan dunia. Ketika seseorang ditawarkan sedikit kenikmatan
dunia, ia rela meninggalkan akidah dan agamanya,” jelasnya.
Hadis tersebut,
tegasnya, sahih dan menjadi gambaran betapa beratnya ujian keimanan di akhir
zaman.
Makna Asli Fitnah: Seperti Membakar Emas
Ustadz Abu
Abdirrahman lalu menjabarkan makna fitnah dari sisi bahasa. Dalam bahasa
Arab, fitnah berasal dari kata fatana yang berarti membakar emas.
Emas yang baru
didulang dimasukkan ke tungku bersuhu sangat tinggi untuk memisahkan emas murni
dari kotorannya.
“Inilah makna
fitnah: proses pemurnian. Ujian yang memisahkan hamba yang benar-benar beriman
dari yang hanya tampak beriman,” ungkapnya.
Fitnah dalam
istilah syariat mencakup ujian, cobaan, malapetaka, bahkan keluarga—anak dan
istri—yang disebut Allah sebagai fitnah karena menguji keteguhan seseorang
kepada-Nya.
Ia mencontohkan
kisah Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan menyembelih putranya Ismail AS.
“Itu ujian
kecintaan: apakah lebih cinta kepada anak atau kepada Allah? Dan Nabi Ibrahim
membuktikannya,” katanya.
Fitnah Terangkatnya Ilmu: Wafatnya Para Ulama
Pada bagian akhir
kajian, Ustadz Abu Abdirrahman menjelaskan salah satu fitnah besar akhir zaman,
yakni terangkatnya ilmu.
Terangkatnya ilmu
bukan berarti Al-Qur’an atau kitab-kitab ilmu tiba-tiba hilang, tetapi wafatnya
para ulama yang menjaga, memahami, dan mengajarkan ilmu tersebut.
Ia mengutip
penjelasan Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa ketika para ulama diwafatkan,
manusia akan kehilangan rujukan kebenaran.
“Semakin sedikit
ulama yang tersisa, semakin dekatlah kita dengan tanda-tanda akhir zaman,”
jelasnya.
Ustadz juga
mengutip pendapat Imam Hasan Al-Bashri:
“Kematian
seorang ulama adalah celah besar dalam Islam yang tidak dapat ditutup sampai
kapan pun.”
Ibarat bangunan
megah yang kehilangan tiang penopang, wafatnya ulama menyebabkan keruntuhan
yang sulit diperbaiki. Bahkan dalam seratus tahun pun belum tentu ada pengganti
yang memiliki kapasitas ilmu dan ketakwaan setara. (Muzer)
