BREAKING NEWS

Badiklat Kejaksaan Bahas Transformasi Penuntutan Pasca Berlaku KUHP dan KUHAP Baru

Menuju Era KUHAP Baru, Jaksa Dibekali Strategi Penuntutan dan Penguatan Dominus Litis.


JAKARTA – Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan Republik Indonesia kembali menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) Kejaksaan Corporate University (Corpu) pada minggu keempat atau sesi terakhir Tahun 2025. Kegiatan yang mengusung tema “Transformasi Pembelajaran Penegakan Hukum Menuju Era KUHAP Baru (Penguatan Kapasitas dan Penyelarasan/Penyamaan Persepsi Paradigma Jaksa)” tersebut dilaksanakan pada Sabtu (27/12/2025).


Bimtek ini menjadi bagian penting dari upaya Kejaksaan RI dalam mempersiapkan sumber daya manusia kejaksaan menghadapi perubahan fundamental sistem hukum pidana nasional, seiring mulai berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru per 2 Januari 2025.

Pada sesi akhir ini, Badiklat Kejaksaan RI menghadirkan pemateri dari kalangan akademisi, yakni Fachrizal Afandi, S.H., M.Hum., Ph.D., akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang yang juga dikenal sebagai pendiri sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) periode 2023-2025.

Materi yang disampaikan berjudul “Strategi Penuntutan dalam KUHAP Baru”.

Kegiatan dipandu oleh Affrizal, S.H., M.H., Kepala Subbidang Akademis pada Pusat Diklat Manajemen Kepemimpinan Badiklat Kejaksaan RI, serta Edwin Prabowo, S.H., M.H., Jaksa Ahli Madya (Widyaiswara) Badiklat Kejaksaan RI.


Perubahan Wajah Penuntutan Pasca 2 Januari 2025

Dalam pemaparannya, Fachrizal Afandi menegaskan bahwa wajah penuntutan di Indonesia akan mengalami perubahan signifikan setelah berlakunya KUHP Nasional dan KUHAP Baru. Perubahan tersebut mencakup tiga aspek utama, yakni hukum pidana materiil, hukum pidana formil, dan aturan penuntutan.

Pada aspek hukum pidana materiil, dasar hukum yang berlaku meliputi:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional,

Undang-Undang tentang Penyesuaian Pidana, serta berbagai aturan turunan KUHP.

Sementara itu, pada aspek hukum pidana formil, penuntutan akan berlandaskan:

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2025 tentang KUHAP, dan aturan turunan KUHAP.

Adapun pada aspek aturan penuntutan, diperlukan penyusunan dan penyesuaian pedoman penuntutan agar selaras dengan KUHP Nasional dan KUHAP Baru.

“Dengan berlakunya rezim hukum pidana baru, maka paradigma penuntutan juga harus berubah. Jaksa dituntut untuk memahami secara utuh transisi hukum yang sedang berlangsung,” ujar Fachrizal.

Asas Transitory dan Lex Favor Reo

Lebih lanjut dijelaskan, perubahan hukum acara pidana akan membawa implikasi penerapan asas transitory, yakni asas hukum yang mengatur masa peralihan dari hukum lama ke hukum baru. Selain itu, berlaku pula asas lex favor reo, yang menegaskan bahwa apabila terjadi perubahan peraturan perundang-undangan setelah suatu perbuatan dilakukan, maka ketentuan yang diterapkan adalah aturan yang paling ringan atau paling menguntungkan bagi terdakwa atau terpidana.

Asas-asas tersebut, menurut Fachrizal, harus dipahami secara komprehensif oleh jaksa agar penerapan hukum tetap menjunjung tinggi keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan.


Kewenangan Dominus Litis Kian Diperluas

Dalam KUHAP Baru, kewenangan jaksa sebagai dominus litis atau pengendali perkara juga mengalami penguatan. Hal ini tercermin dalam ketentuan Pasal 1 dan Pasal 64 UU KUHAP yang menegaskan bahwa penuntutan hanya dapat dilakukan oleh jaksa, termasuk jaksa yang bertugas pada lembaga lain berdasarkan kuasa Jaksa Agung.

Penjelasan Pasal 64 huruf b, misalnya, menyebutkan bahwa penuntutan tindak pidana korupsi di Komisi  Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap dilakukan oleh jaksa yang bertugas di KPK atas dasar kuasa Jaksa Agung. Ketentuan ini menegaskan sistem single prosecution system dalam kerangka penuntutan terpadu.

Selain itu, Pasal 65 KUHAP Baru juga memperluas kewenangan Penuntut Umum, antara lain:

menerima dan memeriksa berkas perkara hasil penyidikan,

melakukan koordinasi dengan penyidik,

mengatur penahanan,

menyusun surat dakwaan,

melimpahkan perkara ke pengadilan,

menghentikan penuntutan,

melaksanakan putusan hakim,

melakukan penyelesaian denda damai,

menerapkan keadilan restoratif,

melakukan perjanjian penundaan penuntutan,

menerima pengakuan bersalah, hingga

menutup perkara demi kepentingan hukum.


Penyesuaian Dakwaan dan Keadilan Restoratif

Fachrizal juga menekankan pentingnya penyesuaian penyusunan surat dakwaan berdasarkan struktur KUHP Baru, serta penguatan mekanisme keadilan restoratif pada tahap penuntutan. Menurutnya, perubahan ini menuntut jaksa untuk tidak hanya berorientasi pada pemidanaan, tetapi juga pada pemulihan keadilan substantif.

Melalui Bimtek Kejaksaan Corpu ini, Badiklat Kejaksaan RI berharap seluruh jaksa memiliki pemahaman yang seragam dan komprehensif terhadap perubahan sistem hukum pidana nasional, sehingga mampu menjalankan fungsi penuntutan secara profesional, adaptif, dan berkeadilan di era KUHAP Baru. ( Muzer)


Latest News
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Post a Comment