![]() |
Tim Dokter Kejati Sumsel: Kesehatan H. Halim Berisiko Tinggi, Pemeriksaan Dihentikan. |
PALEMBANG – Ketua Tim Penasihat Hukum Kms. H. Abdul Halim Ali, Dr. Jan S. Maringka, S.H., M.H., menyampaikan kondisi kesehatan kliennya yang kini dinyatakan mengalami sakit permanen akibat faktor usia.
Hal ini diperkuat
dengan hasil pemeriksaan tim kesehatan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera
Selatan yang dilakukan di RSUD Siti Fatimah Az-Zahra, Palembang, Senin
(16/9/2025).
Jan menjelaskan,
pemeriksaan dilakukan langsung oleh tim medis Kejati Sumsel yang dipimpin dr.
Khalid As Shadiq serta didampingi dokter RSUD Siti Fatimah Az-Zahra, Prof. Ali
Ghani.
“Dari hasil
pemeriksaan, tim medis menyatakan pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan karena
kondisi kesehatan Kms. H. Abdul Halim Ali yang kini berusia hampir 88 tahun
mengalami frailty dengan risiko tinggi
mengalami kecacatan hingga kematian mendadak. Dengan kondisi tersebut,
pemeriksaan lanjutan tidak memungkinkan untuk dilakukan,” jelas Jan dalam
keterangannya.
Lebih lanjut,
ia menegaskan bahwa tim dokter menyatakan kondisi kesehatan kliennya bersifat
permanen dan dipengaruhi faktor usia. “Pemeriksaan lebih lanjut tidak bisa
dilakukan, dan itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku,” imbuhnya.
Mantan Jaksa
Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung periode 2017–2020 itu
menambahkan, pihaknya tetap kooperatif menghadapi proses hukum yang menimpa
kliennya. “Surat resmi mengenai kondisi ini telah kami sampaikan kepada Kajati
Sumsel selaku pengendali perkara,” ujarnya.
Sebagaimana
diberitakan sebelumnya, H. Halim yang merupakan pengusaha kelapa sawit berusia
88 tahun tengah berhadapan dengan persoalan hukum terkait proyek pembangunan
Jalan Tol Palembang–Jambi–Tempino. Ia keberatan karena trase jalan tol tersebut
membelah lahannya menjadi tiga bagian dan mengganggu fasilitas perkebunan.
Sejak 2020, H.
Halim telah mengajukan permohonan perubahan trase melalui Bupati, Gubernur,
Kementerian PUPR, hingga Kemenko Marinvest, serta mendapat pertimbangan teknis
dari PT Hutama Karya. Namun, setelah permohonan itu disetujui, ia justru
diproses pidana dengan tuduhan berkebun di luar HGU.
“Padahal jika
ada keraguan atas bukti kepemilikan lahan, seharusnya ditempuh melalui
mekanisme konsinyasi, bukan dengan kriminalisasi,” tegas Jan.
Ia menambahkan,
bukti kepemilikan lahan kliennya sangat jelas, tidak hanya berupa HGU, tetapi
juga hak atas pelepasan kawasan hutan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil
pantauan Satgas PKH dan surat resmi dari Kementerian Kehutanan yang menyatakan
bahwa PT SMB milik H. Halim tidak termasuk perusahaan yang beroperasi di
kawasan hutan.
“Kami
menghormati proses hukum yang berjalan. Namun, kami juga berharap kondisi
kesehatan klien kami dapat menjadi pertimbangan khusus bagi Kejati Sumsel
maupun Kejari Muba,” tutup Jan Maringka. (Muzer)