![]() |
Widyaiswara Badiklat Kejaksaan, Edwin Prabowo (kanan) Paparkan Akomodasi Layak bagi Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum |
JAKARTA – Widyaiswara Badan Pendidikan dan Pelatihan
(Badiklat) Kejaksaan RI yang juga Jaksa Ahli Madya, Edwin Prabowo, S.H., M.H., menyampaikan paparan terkait akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas
berhadapan dengan hukum di lingkungan Kejaksaan. Materi tersebut
disampaikannya kepada peserta Diklat Peradilan
yang Fair (Fair Trial) bagi Penyandang Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum
secara daring/virtual, Jumat (26/9/2025).
Dalam
paparannya, Edwin menegaskan bahwa konsep akomodasi yang layak merupakan salah
satu syarat penting untuk menjamin pemenuhan, perlindungan, dan penghormatan
terhadap hak-hak penyandang disabilitas. Akomodasi yang layak dimaknai sebagai
bentuk modifikasi dan penyesuaian yang tepat, diperlukan, dan tidak menimbulkan
beban tambahan yang tidak proporsional, terutama apabila dibutuhkan dalam kasus
tertentu. Hal ini ditujukan untuk menjamin penikmatan serta pelaksanaan seluruh
hak asasi manusia dan kebebasan fundamental penyandang disabilitas secara setara
dengan pihak lainnya.
Edwin
menjelaskan, unsur akomodasi yang layak meliputi:
·
Modifikasi yang
sesuai dengan kebutuhan individu,
·
Upaya mengatasi
hambatan atau beban tambahan yang tidak proporsional,
·
Menjamin
penikmatan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental,
·
Penerapan khusus
dalam kasus tertentu sesuai kondisi dan kebutuhan penyandang disabilitas.
Lebih lanjut,
ia menekankan pentingnya penilaian
personal terhadap penyandang disabilitas. Tujuannya antara lain untuk
mengetahui kondisi individu secara menyeluruh, mengidentifikasi kebutuhan
aksesibilitas, serta menentukan akomodasi yang layak dalam proses peradilan.
Selain itu, penilaian personal juga dapat memberikan informasi kedisabilitasan
yang akurat kepada aparat penegak hukum maupun pemangku kepentingan lainnya,
sebagai dasar pertanggungjawaban.
Edwin
menambahkan, aspek kedisabilitasan bahkan dapat menjadi bahan pembuktian hukum,
misalnya ketika kondisi disabilitas menyebabkan seseorang tidak berdaya melawan
tindak kekerasan atau membela diri. Penilaian juga diperlukan untuk memahami
dampak traumatis maupun perubahan perilaku yang dialami penyandang disabilitas
setelah mengalami kekerasan, serta menentukan strategi komunikasi yang efektif
saat mereka berhadapan dengan hukum.
“Akomodasi yang
layak dalam pelayanan peradilan tidak hanya menyangkut fasilitas, tetapi juga
sumber daya manusia. Pendamping, penerjemah, ahli, maupun psikolog memiliki
peran penting sebagai pendukung bagi penyandang disabilitas agar proses
peradilan berjalan adil,” ujar Edwin.
Sementara itu,
Badan Diklat Kejaksaan RI terus melaksanakan Diklat Teknis Prioritas Nasional Tahun 2025. Sejumlah
diklat teknis yang telah dan akan digelar di antaranya Diklat SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), Diklat Teknis
Restorative Justice, Diklat Tindak Pidana Terorisme dan Pendanaan Terorisme,
Diklat Terpadu Pemulihan Aset, Diklat Terpadu Narkotika dan Zat Adiktif, serta
Diklat Peradilan Fair bagi Penyandang Disabilitas. (Muzer)