KOTA BOGOR — Pemerintah Kota Bogor dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor menandatangani nota kesepakatan (MoU) tentang penanganan perkara perdata dan tata usaha negara (TUN), Selasa (29/4/2025). Penandatanganan dilakukan oleh Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim dan Kepala Kejari Kota Bogor Meilinda, SH., MH di Paseban Sri Baduga, Balai Kota Bogor.
Kegiatan ini dihadiri sekitar 150 undangan, terdiri atas para pimpinan perangkat daerah, camat, lurah, serta jajaran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). MoU ini merupakan bagian dari kolaborasi dua tahunan dalam layanan bidang hukum, meliputi pendampingan proyek strategis, pendapat dan pertimbangan hukum, serta bantuan litigasi di ranah perdata dan TUN.
Kerja sama ini menjadi dasar hukum bagi pendampingan terhadap perangkat daerah dalam menjalankan proyek-proyek yang berpotensi berhadapan dengan persoalan hukum.
Menariknya, dalam suasana penandatanganan tersebut, tiga jaksa tampak berdiskusi intens dan akrab usai mendengarkan sambutan Wali Kota terkait tantangan dalam menjaga dan mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor. Fokus utama diskusi adalah rendahnya kontribusi 14 pasar tradisional terhadap kas daerah, serta persoalan menjamurnya pedagang kaki lima (PKL) di ruko-ruko tanpa membayar retribusi.
Ketiga jaksa tersebut adalah Alma Wiranta (Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor), Sigit Prabawa Nugraha (Kasi Intelijen Kejari Kota Bogor), dan Agnes Renita Butar-Butar (Kasi Perdata dan TUN Kejari Kota Bogor). Mereka mendiskusikan strategi-strategi penegakan dan pendampingan hukum yang dinilai penting untuk mengamankan potensi PAD Kota Bogor.
“Untuk meningkatkan efektivitas pemungutan retribusi dan mengurangi potensi kehilangan PAD, dibutuhkan pemahaman yang baik atas regulasi dan kebijakan fiskal,” ujar Alma Wiranta saat ditemui di ruang kerjanya.
Ia menyebutkan tiga strategi utama yang menjadi fokus diskusi. Pertama, mendorong regulasi daerah yang mendukung desentralisasi fiskal melalui harmonisasi belanja pusat-daerah dan insentif sebagaimana diatur dalam Pasal 99 UU HKPD. Kedua, memberikan penghargaan kepada wajib pajak atau retribusi tertinggi. Ketiga, memberikan kemudahan perizinan usaha bagi pelaku usaha yang mampu menyerap tenaga kerja dan memanfaatkan aset daerah secara produktif.
“Sebagai sesama jaksa, dengan kapasitas dan kewenangan kami masing-masing — baik sebagai pengacara negara, pemetaan intelijen, maupun eksekutor litigasi — kami siap berkontribusi dalam mencegah lost PAD dan mengoptimalkan pendapatan daerah, baik melalui pendekatan litigasi maupun nonlitigasi,” tegas Alma. (Muzer)