Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Prof. Asep N Mulyana
JAKARTA- Jaksa
Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep
Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 9 (sembilan)
permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan
restoratif) pada Selasa 25 Februari 2025.
Adapun salah
satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu
terhadap Tersangka Eko Prastiyawan bin Kusyanto dari Kejaksaan Negeri Semarang,
yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian
Kronologi
bermula pada hari Senin tanggal 16 Desember 2024, sekira pukul 08.35 WIB, Tersangka
Eko Prastiyawan bin Kusyanto berjalan kaki dari tempat kos di Jl. Tanggul Asri,
Kelurahan Pedurungan, Kecamatan Pedurungan Kota Semarang, hendak mencari
pekerjaan di toko-toko bangunan yang berada di wilayah Sendangmulyo
Saat
Tersangka berjalan di Jl.
Gendong Raya Kelurahan Sedangmulyo, Kecamatan Tembalang Kota Semarang ia
melihat ada 1 (satu) unit sepeda motor Honda SCOOPY yang sedang terparkir di
sebelah warung yang menjual teh jumbo. Tersangka juga melihat kunci kontak
sepeda motor tersebut masih menempel di motor yang menimbulkan niat Tersangka
untuk mengambil sepeda motor tersebut.
Atas
kejadian tersebut, Korban Afif Rosidi Bin (Alm) Mat Iksan mengalami kerugian 1
(satu) unit sepeda motor Honda SCOOPY, dengan Nomor Polisi H-5623-AAE, berwarna
Krem, tahun keluaran 2014 dengan Nomor Mesin JFL1E1136405, Nomor Rangka MH1JFL
110EK137215 dan jika dinominalkan senilai Rp 6.000.000 (enam juta rupiah).
Mengetahui
kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Semarang Candra Saptaji, S.H.,
M.H. bersama Kasi Pidum Sarwanto, S.H., M.H. dan Jaksa Fasilitator Finradost
Yufan Madakarah, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui
mekanisme restorative justice.
Dalam proses
perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf
kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima permintaan maaf dari
Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh
Tersangka dihentikan, dengan syarat Tersangka memberikan kompensasi berupa uang
tunai sebanyak Rp2.000.000 (dua juta rupiah).
Usai
tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Semarang mengajukan
permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Dr. Ponco Hartanto, S.H., M.H.
Setelah
mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah
sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan
restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut
disetujui dalam ekspose Restorative
Justice yang digelar pada Selasa 25 Februari 2025.
Selain
itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan
restoratif, terhadap 8 (delapan) perkara lain yaitu:
1.
Tersangka Eduardus Jimi Gapun alias Jimi
dari Kejaksaan Negeri Sikka, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang
Penganiayaan.
2.
Tersangka Feni Feronika Lamatenggo dari
Kejaksaan Negeri Pohuwato, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP
tentang Penganiayaan.
3.
Tersangka Debi Kurniawan bin Yusmari dari
Kejaksaan Negeri Semarang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP
tentang Penganiayaan.
4.
Tersangka Roynaldhi Wildhan Taswiq bin
Joko Wiyono (Alm) dari Kejaksaan Negeri Jepara, yang disangka melanggar Pasal
351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5.
Tersangka Redi Saputra bin Suparman dari
Kejaksaan Negeri Seluma, yang disangka melanggar Primair Pasal 363 Ayat
(1) ke-3, ke-4, ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo. Pasal 363 Ayat (2) Subsidair
Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6.
Tersangka Aria bin Mastur dari Kejaksaan
Negeri Tanjung Pinang, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang
Penadahan.
7.
Tersangka Riva Rudini bin Suwaryo dari
Kejaksaan Negeri Serang, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang
Penggelapan dalam Jabatan Subsidiair Pasal 374 KUHP jo. Pasal 53 Ayat
(1) KUHP.
8.
Tersangka Lalu Guruh Purnama Basri bin
Lalu Hasan Basri dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Barat, yang disangka
melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Alasan
pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan
karena Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf
dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka
belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, Ancaman pidana denda
atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun,Tersangka
berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses
perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa
tekanan, paksaan, dan intimidasi, Tersangka dan
korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak
akan membawa manfaat yang lebih besar.
Jampidum
meminta para Kepala Kejaksaan Negeri untuk segera menerbitkan Surat Ketetapan
Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan
Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum
Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan
Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan
kepastian hukum. (Muzer)