Jam-Intel Kejagung, Prof. Reda Manthovani |
JAKARTA- Jaksa
Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Prof. Dr. Reda Manthovani menegaskan bahwa
wartawan dalam melaksnakan tugasnya dilindungi hukum dari intimidasi.
“Kebebasan pers tidak terelakkan lagi merupakan suatu unsur penting dalam pembentukan suatu sistem bernegara yang demokratis, terbuka dan transparan. Pers sebagai media informasi merupakan pilar keempat demokrasi yang berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya keseimbangan dalam suatu negara,” ujar JAM-Intelijen Prof. Reda Manthovani saat membuka media gathering di Kejagung, Rabu (24/7/2024) dengan tema” Perlindungan Hukum bagi Jurnalis dari Tindak Kekerasan dan Intimidasi dalam Pelaksanaan Liputan”.
JAM-Intelijen
menyampaikan bahwa tema yang diangkat pada Media Gathering kali ini
sangat menarik karena relevan dengan kejadian beberapa waktu yang lalu, yakni
muncul kembali pemberitaan tentang jurnalis yang mengalami tindakan intimidasi
dan kekerasan. Harapannya, kegiatan ini dapat menjadi langkah awal bentuk dukungan
Kejaksaan kepada para awak media.
Oleh karena
itu, JAM-Intelijen beranggapan bahwa sudah seharusnya jika pers sebagai media
informasi dan juga sering menjadi media koreksi dijamin kebebasannya dalam
menjalankan profesi kewartaannya. Hal ini penting untuk menjaga objektivitas
dan transparansi dalam dunia pers, sehingga pemberitaan dapat dituangkan secara
sebenar-benarnya tanpa ada rasa intimidasi.
Kemudian,
JAM-Intelijen mengungkapkan bahwa nilai-nilai kebebasan pers sudah diakomodir
dalam Pasal 28, Pasal 28 E Ayat (2) dan (3) serta Pasal 28 F, UUD 1945. Oleh
karena itu, negara telah mengakui bahwa kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan
berpikir merupakan bagian dari perwujudan negara yang demokratis dan
berdasarkan atas hukum.
“Rekan-rekan
pers juga patut bersikap secara baik dan benar sesuai ketentuan dalam
melaksanakan tugasnya, karena perlu disadari bahwa insan pers tetaplah warga
negara yang juga tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Bagaimanapun
juga asas persamaan di hadapan hukum atau equality before the law tetap
berlaku terhadap semua warga negara Indonesia termasuk para wartawan, yang
notabene adalah insan pers,” imbuh JAM-Intelijen.
Meskipun diberikan
kebebasan, JAM-Intelijen turut mengingatkan bagi seluruh insan pers untuk tetap
menjalankan tugasnya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah diatur
dalam Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pers. Hindari pemberitaan yang
memiliki muatan fitnah dan hoaks, karena tentu juga ada ancaman pidana atas hal
itu. Oleh karenanya JAM-Intelijen berharap agar insan media dapat melaksanakan
tugas dan fungsi sebagai media dan pers secara bertanggung jawab.
Pada
kesempatan ini, JAM-Intelijen juga turut prihatin dan menyampaikan simpati atas
kejadian yang dialami para rekan-rekan media belakangan ini. Seperti contohnya
pembakaran rumah jurnalis oleh oknum, pemukulan wartawan saat mencari informasi
serta beberapa kejadian lainnya yang merupakan intimidasi dan ancaman bagi para
rekan media.
“Tentu
Kejaksaan hadir dan turut memberikan perlindungan dengan menegakkan hukum yang
seimbang dan adil serta mengutamakan kepentingan korban. Insan media juga
merupakan warga negara yang harus diberikan perlindungan hukum serta dijamin
mendapatkan keadilan dalam proses hukum yang dijalani, sehingga sebagai
representasi dari negara, Kejaksaan hadir untuk mewujudkan keadilan itu,”
pungkas JAM-Intelijen.
Acara Media
Gathering dengan tema “Perlindungan Hukum bagi Jurnalis dari Tindak Kekerasan
dan Intimidasi dalam Pelaksanaan Liputan” menghadirkan narasumber Ketua Dewan
Pers Dr. Ninik Rahayu dan peserta dari Pemimpin Redaksi/Perwakilan media baik
cetak, elektronik, radio maupun televisi nasional. Turut dihadiri juga oleh
Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Harli Siregar, Kepala Bidang Media dan
Kehumasan Agus Kurniawan, S.H., M.H., CSSL., Kepala Sub Bidang Kehumasan Dr.
Andrie W. Setiawan, S.H., S.Sos., M.H., dan Kepala Sub Bidang Media Massa dan
Media Sosial Febrian Rizky Akbar, S.H. (Muzer)