JAKARTA- Jaksa Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) bekerja sama dengan Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan RI menggelar Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pembekalan Sumber Daya Manusia (SDM) Tahun 2024 dengan Tema “Penanganan Perkara Koneksitas Yang Optimal Melalui Kerja Sama TNI Dan JAMPIDMIL”,
Jampidmil Indrajid saat membuka Diklat Pembekalan SDM di Badiklat Kejaksaan RI. |
Upacara pembukaan Diklat dipimpin langsung oleh Jaksa
Agung Muda Pidana Militer (Jampidmil) Kejaksaan Agung, Dr. W. Indrajit yang
berlangsung di Aula Sasana Adhy Karyya Badiklat Kejaksaan RI, Kampus A, Ragunan
Jakarta, Senin (15/7/2024).
Pembukaan Diklat diawali dengan penyematan tanda peserta Diklat oleh Jampidmil W. Indrajit selaku Inspektur Upacara, adapun bertindak sebagai komandan upacara Kepala Bidang Penyelenggara Diklat Teknis dan Fungsioal Dian Frits Nalle.
Jampidmil Kejaksaan Agung, Dr. W. Indrajit dalam kata sambutannya mengatakan sebagai negara hukum, Indonesia telah memiliki sistem hukum yang mandiri, yang bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib hukum bagi masyarakat Indonesia. “ Demikian pula kita memiliki sistem penegakan hukum yang diatur sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas hubungan hukum dalam kehidupan manusia bermasyarakat dan bernegara sebagai upaya untuk dapat menegakkan atau berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku,” ujar Indrajit.
Dia mengatakan, dalam konteks sistem hukum dan sistem penegakan hukum itulah telah dibentuk lembaga peradilan di Indonesia yang meliputi lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara.
Selanjutnya telah terbangun pula mekanisme peradilan koneksitas, yang merupakan suatu sistem peradilan yang diterapkan atas suatu tindak pidana dimana antara tersangka atau terdakwanya terjadi penyertaan (turut serta, deeleneming) atau secara bersama-sama (made dader) antara orang sipil dengan orang yang berstatus militer (prajurit TNI).
“ Maksud dan tujuan dari koneksitas adalah untuk memberikan jaminan bagi terlaksananya peradilan koneksitas yang cepat dan adil, walaupun ada kemungkinan proses yang ditempuh ini tidak semudah seperti mengadili perkara pidana biasa,” jelasnya.
Dengan adanya koneksitas antara kedua kelompok yang berlainan lingkungan peradilannya dalam melakukan suatu tindak pidana, pembuat undang-undang berpendapat, lebih efektif untuk sekaligus menarik dan mengadili mereka dalam suatu lingkungan peradilan saja.
“ Sebagai satu-satunya lembaga yang memegang fungsi penuntutan, Kejaksaan sebagai dominus litis dalam penanganan perkara pidana merupakan satu-satunya badan yang berwenang untuk menentukan dapat atau tidaknya suatu perkara dilimpahkan ke pengadilan,” ungkapnya.
Perlu diketahui asas ini pun dimuat dalam Guidelines on the Role of Prosecutors yang diadopsi dari Kongres PBB ke-8 tentang Pencegahan Tindak Pidana dan Penanganan Terhadap Para Pelaku Kejahatan, di Havana, Cuba pada tahun 1990.
Dia menambahkan secara normatif, penerapan asas dominus litis diwujudkan dalam Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2014 tentang Kejaksaan RI menyebutkan bahwa: “Jaksa Agung adalah Penuntut Umum Tertinggi dan Pengacara Negara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Penanganan perkara ini tidak terkecuali untuk perkara-perkara koneksitas.
Meski pemeriksaan koneksitas dilaksanakan melalui dua sistem peradilan yang berbeda, namun Jaksa Agung sebagai Penuntut Umum Tertinggi tetap melekat sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) huruf g Undang-Undang Kejaksaan, yang menyatakan bahwa Jaksa Agung berwenang “mengoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan Penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer”.
“ Artinya, Jaksa Agung bukan hanya pimpinan tertinggi di institusi Kejaksaan
melainkan juga pimpinan tertinggi dalam bidang penuntutan di institusi mana pun
yang diberi kewenangan oleh undang-undang,” jelasnya.
“ Untuk itu, tidak heran apabila dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer secara expressive verbis menyatakan bahwa Jaksa Agung adalah penuntut umum tertinggi,” imbuhnya.
Pengaturan tersebut pada hakikatnya merupakan cerminan dari pelaksanaan prinsip single prosecution system, yang berarti tidak ada lembaga lain yang berhak melakukan penuntutan kecuali berada di bawah kendali Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi negara. Prinsip single prosecution system tercermin dalam Pasal 2 ayat (2) UU Kejaksaan RI Nomor 11 Tahun 2021 yang menyebutkan bahwa “kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan” (een en ondeelbaar).
“ Artinya, penuntutan harus ada di satu lembaga, yakni Kejaksaan; agar terpeliharanya kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerjanya,”.
Indrajit menyebut sinergitas dan kerjasama antara Kejaksaan dan TNI walau berada pada lingkup tatanan dan ranah yang tidak sepenuhnya sama dalam konteks peradilan pidana, yaitu antara sipil dan militer; namun keduanya memiliki visi dan misi serta kesepahaman pemikiran yang sama yaitu untuk memperkuat ditegakkannya hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“ Dari kerjasama yang sudah terjalin sejak lama tersebut diharapkan terdapat
satu tujuan antara Kejaksaan dan TNI untuk diimplementasikan dan diwujudkan
dengan optimal dalam upaya menegakkan hukum, menjaga kedaulatan, dan
mempertahankan keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945,” bebernya.
Relasi
kelembagaan yang sangat kuat dan erat antara Kejaksaan dan TNI (antara Jaksa
dan Oditurat) di bidang penegakan hukum, telah jelas diamanatkan dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Relasi
kelembagaan antara Jaksa dan Oditurat tersebut merupakan mandat regulasi yang
ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 57 ayat (1) UU Peradilan
Militer yang menyebutkan bahwa Oditur Jenderal dalam melaksanakan tugas di
bidang teknis penuntutan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung selaku penuntut
umum tertinggi di Negara Republik Indonesia melalui Panglima TNI, hal mana
merupakan penegasan tentang asas dominus litis, serta single
prosecution system.
Dengan penegasan tersebut, maka sinergitas,
koordinasi teknis dalam proses penanganan perkara, penuntutan perkara pidana
antara Kejaksaan dan TNI sangat diperlukan,
khususnya dalam perkara koneksitas sehingga dapat berjalan efektif,
efisien dan tepat sasaran.
Dijelaskan Kejaksaaan dan TNI telah terjalin kerjasama yang kuat dan intens, salah satu contohnya adalah adanya Nota Kesepahaman antara Kejaksaan Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia tentang Kerja Sama Dalam Pemanfaatan Sumber Daya dan Peningkatan Profesionalisme di Bidang Penegakan Hukum Nomor : 4 Tahun 2023 dan Nomor : NK/6/IV/2023/TNI tanggal 6 April 2023.
“ Dengan ruang lingkup Nota Kesepahaman ini antara lain adalah :
Pendidikan dan Pelatihan, dan juga Koordinasi teknis penyidikan dan penuntutan
serta penanganan perkara koneksitas,”.
Kehadiran Jampidmil akan mengemban fungsi utama dalam mengkoordinasikan kepentingan peradilan umum (sipil) dan peradilan militer, sebagaimana diatur oleh dua undang-undang, yaitu UU Kejaksaan dan UU Peradilan
Militer. Dari dua institusi yang saling bersinergi,
dengan satu titik singgung yaitu proses penuntutan tindak pidana (koneksitas).
“ Pembentukan Jampidmil menunjukkan komitmen kuat dua institusi dalam
meningkatkan kualitas penegakan hukum nasional, khususnya dalam
penanganan perkara koneksitas,” tandasnya.
Mengakhiri sambutannya atas nama pimpinan Kejaksaan Jampidmil menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada Panglima TNI dan segenap jajaran, yang telah berkolaborasi dan bekerja sama dengan jajaran Kejaksaan dalam rangka mewujudkan harapan bersama untuk mendorong peningkatan kinerja dan keberhasilan tugas serta fungsi kita khususnya dalam bidang penanganan perkara koneksitas.
“ Semoga Diklat Pembekalan SDM Tahun 2024 dengan Tema “Penanganan Perkara Koneksitas Yang Optimal Melalui Kerja Sama TNI Dan JAMPIDMIL” ini dapat berjalan dengan baik dan berhasil guna agar memberikan manfaat nyata bagi kita sekalian, khususnya dalam rangka peningkatan pemahaman dan kemampuan penanganan perkara koneksitas serta pemantapan dalam membangun sinergitas kelembagaan dalam pelaksanaan tugas fungsi Jampidmil,” tutp Jampidmil.
Turut hadir dalam pembukaan Diklat Jaksa Agung Muda Intelijen Prof. Dr. Reda Manthovani, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dr. Febrie Adriansyah, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI Tony T. Spontana,Sekretaris Jaksa Agung Muda / Badan Diklat, Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI, Komandan Pusat Polisi Militer TNI , Oditur Jenderal TNI, Kapuslemasmil TNI, Komandan Puspom AD, Komandan Puspom AL, Komandan Puspom AU, Kapusdiklat Teknis Fungsional Badiklat, Kepala Divisi Pada Bank BRI, Kepala Divisi Pada Bank MANDIRI, serta sejumlah Pejabat Eselon II, III dan Eselon IV di lingkungan Badiklat Kejaksaan R.I. dan di lingkungan Jampidmil Kejaksaan Agung RI. (Muzer).