Adhyaksa Foto Indonesia

Jam-Was Amiryanto: Kasus Viralnya 4 IRT dan Penebangan Kayu Tunggu Hasil Eksaminasi

 

Jaksa Agung Muda Pengawasan Dr.Amiryanto 


JAKARTA -Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jam Was) Dr Amiryanto  meminta masyarakat memandang luas persoalan hukum dua kasus yang sempat viral ditangani Kejaksaan Negeri di Lombok Tengah terkait kasus pengrusakan Pabrik Pengolahan Tembakau oleh empat terdakwa Ibu Rumah Tangga (IRT) dan kasus penebangan kayu jati yang ditangani Kejaksaan Negeri Sopeng di Sulawesi Selatan.


Karena kedua kasus itu telah sesuai dengan ketentuan hukum dan bahkan telah dilakukan upaya penanganan secara Restoratif justice.Bahkan kini empat ibu rumah tangga sudah dialihkan status penahanannya hakim Pengadilan di Praya Lombok Tengah.


“Kami menunggu hasil eksaminasi perkara tersebut apakah ada pelanggaran SOP yang dilakukan, jika ada maka bidang Pengawasan baru akan bergerak melakukan pemeriksaan.Apakah nanti diadakan inspeksi kasus atau nanti pemanggilan kita tunggu saja hasil eksaminasi,” jelas Jamwas Kejaksaan Agung Dr Amiryanto SH MH dalam percakapan dengan Terbittop ( Haris Fadillah ) dan Adhyaksafoto (Muzer ) di ruang kerjanya, Selasa (23/2/2021).


Namun sejauh ini lanjut Amiryanto pihaknya belum mengetahui apakah langkah eksaminasi sudah dilakukan atau belum karena ini masalah tehnis tentu harus ada langkah dibidang Tindak Pidana Umum terlebih dahulu.


“Baru nanti jika ada laporan hasil eksaminasinya kita baru bergerak inspeksi kalaupun ada pelaggaran SOP,” kata Amiryanto.



Dikatakan, selama aturan dalam penanganan di patuhi maka tidak ada masalah. Jaksa Agung ST Burhannudin sendiri ungkap Amiryanto seringkali menyampaikan pesan agar seorang jaksa harus peka dan mampu menciptakan perdamaian, ketentraman di tengah masyarakat.


"Pimpinan harus menjadi role model,memiliki profesionalitas dan integritas, wicaksana, hidup sederhana, memberi contoh yang baik dan berani menegur bawahan dalam menegakan disiplin dalam penanganan perkara serta memperhatikan kearifan lokal, bukan bersikap sebaliknya," ujarnya.


Viralnya dua kasus pidana yang menjadikan tersangka Ibu Rumah Tangga dan ada tersangka sedang menyusui anaknya dan kasus Kayu Jati di Hutan Lindung di Kejaksaan Negeri Sopeng dimana tersangkanya sudah usia lanjut sangat menyentuh rasa keadilan masyarakat. Kasus ini semakin disorot diberbagai media medsos dan media onlne dan televisi.


Sementara dalam kasus pencurian kayu di Kejari Sopeng, Amiryanto menilai kasus ini harus dilihat secara luas juga, karena tersangka menebang kayu di hutan lindung dimana Bupati disana saja sudah meminta agar dilakukan tindakan hukum untuk mengawasi hutan lindung agar tidak terjadi kerusakan. Namun dalam penanganan harus bersikap bijak dan humanis sehingga tidak menimbulkan kegaduhan.


Amiryanto menegaskan bidang pengawasan tidak diam dengan viralnya kasus ini ketengah publik. Walaupun dari laporan yang masuk sebelumnya jaksa sudah meminta tersangka untuk mengajukan permohonan, ada penjamin dan sudah diarahkan oleh JPU melalui instrumen  restoraktif justice tetapi tidak mau.


“Nah tentu penanganan harus bijaksana,”kata Amiryanto.


Dikatakan jaksa selain menerapkan hukum acara namun dari sisi tujuan hukum haruslah bijaksana, humanis mampu membuat ketentraman di tengah masyarakat. Dan saya juga minta masyarakat yang tidak mengerti hukum jangan ikut meramaikan berkomentar sehingga menimbulkan keresahan dan tidak memberikan kepastian hukum.




MINTA MAAF,


Sebelumnya Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah (Lomteng) Otto Sompotan SH meminta maaf kepada masyarakat luas terkait belum sepenuhnya langkah restoratif justice dalam perkara empat tersangka pengrusakan gudang tembakau di Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat.


“Kami minta maaf kepada Presiden dan Wakil Presiden serta Jaksa Agung dan Kajati serta masyarakat luas jika upaya kami menangani kasus ini dinilai belum dapat memberikan rasa keadilan di tengah masyarakat luas,” ujar Kajari Lombok Tengah Otto Sompotan SH dalam jumpa pers di Pres Room Puspenkum Kejaksaan Agung, Senin (22/2/2021).


Dalam jumpa pers yang dipandu Kapuspenkum Leonard Ezer Siman juntak SH MH dan dihadiri Kajati NTB Tomo Sitepu SH MH serta Tim Jaksa Penuntut Umum, kajari Lombok Tengah Otto Sompotan mengklarifikasi pemberitaan miring dan berbagai dugaan keberpihakan kepada pemilik Gudang serta tidak melakukan langkah testoratife justice sehingga terjadinya penahanan kepada empat tersangka.


“Kami sudah berupaya untuk mendamaikan kedua belah pihak namun keempat tersangka selalu menolak karena merasa perbuatan mereka benar. Upaya itu sudah dilakukan sesuai dengan langkah Restoratif justice,” jelas Otto Sompotan.


Dalam kesempatan itu Otto menyatakan siap untuk diperiksa dan diberikan sanksi hukuman jika dirinya ada keberpihakkan kepada pemilik gudang.


“Saya siap diperiksa dan dikenakan sanksi hukuman jika ada bukti saya berpihak kepada pemilik gudang serta menerima sesuatu dalam menahan tersangka karena ada pesanan atau intervensi dari pengusaha,” jelas Otto.


Dia mengaku tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan pemilik gudang yang dirusak.


KRONOLOGI PENANGANAN,


Dalam kesempatan itu Otto mengklarifikasi pemberitaan. Dikatakan penahanan terhadap keempat tersangka diantaranya Ny.Holkiah, Tersangka II. Nurul Hidayah alias Inaq, Tersangka III. Martini alias Inaq Abi dan Tersangka IV. Fatimah alias Inaq alias Inaq Ais yang disangka melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP pada saat diserah terimakan tanggung jawab Tersangka dan Barang Bukti (Tahap II) pada hari Selasa tanggal 16 Februari 2021 sekitar pukul 10.00 Wita di kantor Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.


Tersangka dihadapkan oleh penyidik tidak ada di dampingi oleh pihak keluarga maupun Penasehat Hukum dan tidak pernah ada membawa anak anak di ruangan penerimaan tahap 2 Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.


Sudah ditunjuk Penasihat Hukum oleh Jaksa Penuntut Umum namun para Tersangka menolak penunjukan tersebut dan akan menunjuk Penasihat Hukum sendiri di persidangan.


Otto mengatakan karena Pasal 170 KUHP yang disangkakan pada para tersangka merupakan Pasal yang bisa dilakukan Penahanan, maka para Tersangka telah diberikan hak-haknya oleh jaksa penuntut umum agar menghubungi pihak keluarganya untuk mengajukan Permohonan untuk tidak dilakukan penahanan dan sebagai penjamin sebagaimana SOP namun sampai dengan berakhirnya jam kerja yaitu jam 16.00 Wita pihak keluarga para Tersangka tidak juga datang ke kantor Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.


Selain itu keempat tersangka telah diberikan pula hak untuk dilakukan perdamaian namun ditolak serta berbelit belit selama pemeriksaan tahap dua sehingga Jaksa Penuntut Umum harus segera mengambil sikap dan oleh karena Pasal yang disangkakan memenuhi syarat subyektif dan obyektif berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka para Tersangka ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum di Polsek Praya Tengah.


Kemudian pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2021 jelas Otto JPU melimpahkan perkara para Terdakwa ke Pengadilan Negeri Praya untuk disidangkan, dan agar memperoleh setatus tahanan Hakim sehingga Jaksa Penuntut Umum dapat memindahkan tahanan ke Rutan Praya guna mendapatkan fasilitas yang lebih layak bagi para Terdakwa.


Kemudian pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2021 jelas Otto JPU melimpahkan perkara para Terdakwa ke Pengadilan Negeri Praya untuk disidangkan, dan agar memperoleh setatus tahanan Hakim sehingga Jaksa Penuntut Umum dapat memindahkan tahanan ke Rutan Praya guna mendapatkan fasilitas yang lebih layak bagi para Terdakwa.


“Terkait pemberitaan dan foto yang beredar di medsos bahwa para Terdakwa ditahan bersama anaknya oleh pihak Kejaksaan adalah tidak benar, melainkan keluarga para Terdakwa membawa anak para Terdakwa di Polsek Praya Tengah maupun di Rutan Praya untuk ikut bersama para terdakwa berdasarkan ijin pihak Rutan,” pungkasnya.


Kini keempat tersangka mulai Senin (22/2) sudah ditangguhkan penahanan oleh Majelis Hakim Pengadilan Praya dalam persidangan perdana dengan agenda sidang pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.


Kasus ini menjadi perbincangan masyarakat dan viral berbagai medsos dan pemberitaan lantaran kurang optimal penjelasan kejaksan dalam penanganan kasus ini dan terkesan mengabaikan langkah restroactive juatice.


Praktik penegakan hukum semacam ini berpotensi melahirkan krisis kepercayaan publik terhadap Penegak Hukum di NTB dan berpotensi melahirkan konflik sosial dari masyarakat terhadap Kejaksaan dan Polri.


KASUS DI SOPENG,


Secara terpisah Kepala Kejaksaan Negeri Sopeng Muhamad Natsir menjelaskan prnanganan kasus penebangan kayu di hutan lindung. Dalam penjelasannya Kajari Soppeng menjelaskan bahwa penanganan 3 (tiga),yakni Terdakwa I. Natu bin Takka Terdakwa II. Ario Permadi alias Madi bin Natu dan Terdakwa III. Sabang bin Beddu yang diduga melanggar pasal 82 (1) huruf b atau pasal 82 (2) atau pasal 83 (1) huruf a jo. Pasal 12 huruf d atau pasal 84 (1) jo. Pasal 12 huruf f atau pasal 84 (3) UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang sekarang masih dalam tahap upaya hukum banding ke pengadilan tinggi Makassar oleh Penasihat Hukum para Terdakwa pada tanggal 19 Januari 2021.


M.Natsir mengatakan para Terdakwa telah memasuki kawasan Hutan Lindung, kemudian melakukan penebangan kayu jenis Jati Merah (tektona grandis) sebanyak 55 pohon.


Diketahui, para Terdakwa tidak mempunyai izin dari pihak berwenang untuk melakukan penebangan terhadap pohon kayu yang berada di dalam kawasan hutan lindung Laposo Niniconang Kelurahan Bila Kecamatan Lalabata Kabupaten Soppeng.


“Adapun jumlah barang bukti yang ditebang oleh para Terdakwa sebanyak 55 (lima puluh lima) pohon kayu jati merah kemudian sudah diolah menjadi 266 (dua ratus enam puluh enam) batang balok berbagai ukuran dengan ukuran panjang minimal 3 (tiga) meter hingga 11 (sebelas) meter,” ujar Nasir.


Nasir mrnuturkan berdasarkan fakta persidangan telah diperiksa saksi Ketua RT, 2 (dua) saksi dari Polisi Kehutanan, lurah, ahli di bidang pemantapan kawasan hutan, ahli di bidang perijinan dalam kawasan hutan dan ahli kehutanan.


“Berdasarkan fakta tersebut bahwa benar para Terdakwa melakukan kegiatan menebang pohon kayu didalam kawasan hutan lindung,” bebernya.


Kemudian dalam tuntutan pidana jaksa penuntut umum telah melakukan penuntutan berdasarkan hal-hal yang meringankan bahwa Terdakwa Natu bin Takka telah berusia lanjut dan kayu-kayu tersebut digunakan oleh Terdakwa bukan untuk dijual dan hal yang memberatkan bahwa Terdakwa mengambil kayu jati merah sebanyak 55 (lima puluh lima) pohon dan sudah diolah menjadi 266 (dua ratus enam puluh enam) potong kayu berbagai bentuk ukuran.


“Memperhatikan fakta-fakta hukum dipersidangan dan juga mermpertimbangkan faktor-faktor yang meringankan dan memberatkan dan selama dalam proses penanganan perkara para Terdakwa tidak dilakukan penahanan dan terhadap para Terdakwa dituntut dengan hukuman yang paling ringan yaitu pidana penjara selama 4 (empat) bulan lalu diputus oleh hakim pengadilan negeri watansoppeng dengan putusan 3 (tiga) bulan penjara, sesuai Pasal 82 ayat (1) huruf b jo Pasal 82 ayat (2) Undang-undang R.I Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan setelah pembacaan putusan pada tanggal 19 Januari 2021 Para Terdakwa melalui Penasihat Hukum menyatakan banding.


“Terhadap perkara ini Jaksa Penuntut Umum tidak melakukan kriminalisasi melainkan murni penegakan hukum sesuai Undang-undang ,” katanya.


Nasir menyebut kawasan hutan tersebut sebelum di tetapkan menjadi kawasan hutan lindung telah dilakukan sosialisasi yang melibatkan aparat desa tentang daerah tersebut masuk kawasan hutan lindung namun masyarakat tersebut tidak ada yang keberatan.


Nasir menunturkan para Terdakwa melakukan penebangan kayu didalam kawasan hutan di luar kawasan konservasi dan hutan lindung untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersil harus mendapat izin dari pejabat yang berwenang (Pasal 11 ayat 4 Undang-Undang R.I Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan).


“Terhadap Terdakwa 1. Natu bin Takka telah lanjut usia sesuai fakta di persidangan dan keterangan Terdakwa sendiri, Terdakwa sendiri yang menebang pohon kayu jati merah sebanyak 55 (lima puluh lima) pohon kayu jati dengan menggunakan mesin chainsaw,” ungkapnya.


Bahwa terhadap orang tua Terdakwa yang menanam kayu jati diwilayah kawasan hutan lindung tidak dapat dibuktikan oleh Terdakwa 1. Natu bin Takka. Walaupun didalam persidangan sudah didatangkan saksi yang meringankan (a de charge) tidak ada satupun yang menerangkan bahwa kayu jati tersebut ditanam oleh orang tua Terdakwa Natu hanya berdasarkan keterangan Terdakwa 1. Natu bin Takka yang tidak didukung oleh saksi lain.


Bahwa Terdakwa membayar SPPT namun sesuai fakta persidangan berdasarkan keterangan ahli kehutanan menyatakan bahwa SPPT bukan merupakan bukti kepemilikan yang sah ( Haris/Zer )


Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال