JAKARTA-Jaksa Agung RI. Dr. Burhanuddin,dari ruang kerja sementara di Badan Pendidikan dan Pelatihan Kampus A Ragunan Jakarta Selatan, menyampaikan sambutan pembuka dalam webinar (seminar secara virtual) dengan tema “ Penegakan Hukum Yang Berkualitas dan Berkeadilan Melalui RUU Kejaksaan. ” yang diselengarakan atas kerjasama antara Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) Wilayah Sulawesi Selatan dengan Pusat Kajian Kejaksaan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan.
Bertindak sebagai Moderator Fajrulrahman Jurdi Ketua Pusat Kajian Kejaksaan Universitas Hasanuddin Makassar dan bertindak sebagai Panelis Prof. H. M. Said Karim, SH. MH. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar,kemudian Prof. Dr. Pujiyono, SH. MH. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang
dan yang ketiga Prof. Dr. Farida Patitingi, SH. M.Hum. Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.
Hadir sebagai peserta webinar dari kalangan Akademisi berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta seluruh Indonesia dan jajaran Kejaksaan RI. dari Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri serta peserta pribadi yang berminat dengan materi pembahasan dalam webinar tersebut.
Jaksa Agung RI atas nama pribadi maupun Pimpinan Kejaksaan, menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pihak penyelenggara yang telah bekerja keras dalam menyelenggarakan kegiatan webinar. “Saya menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan webinar ini karena menunjukkan setidak-tidaknya dua hal," kata Jaksa Agung Burhanuddin mengawali sambutan sekaligus sebagai pembicara dalam webinar tersebut.
'Pertama, saya menilai webinar nasional yang dilaksanakan pada hari ini, merupakan salah satu upaya Universitas Hasanuddin dalam menggandeng antara dunia akademik dengan pengalaman praktik dalam bidang hukum untuk sekaligus bersama-sama memikirkan berbagai persoalan dalam praktik penegakan hukum di tanah air dalam rangka mewujudkan visi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin menjadi Pusat Unggulan Pengembangan Insani dan Ilmu Hukum Berbasis Benua Maritim Indonesia,"
Kedua, hasil webinar ini diharapkan dapat menjadi sebuah sumbangsih riil pemikiran yang berasal dari kalangan akademisi dan praktisi hukum bagi pembangunan hukum di Indonesia. Terlebih saat ini sedang dilakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.”tuturnya.
Jaksa Agung menjelaskan bahwa Jaksa merupakan sebuah profesi mulia yang telah ada sejak lama, sekaligus memiliki peran sentral dalam sistem peradilan dalam suatu negara. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila profesi Jaksa memiliki lembaga profesi dan pedoman serta standar tinggi profesi yang berskala internasional seperti Guidelines on The Role of Prosecutors pada tahun 1990 dan Status dan Peran Penuntut Umum sebagaimana diinisiasi oleh International Association of Prosecutors (IAP), suatu organisasi asosiasi Jaksa yang bersifat global dimana Kejaksaan RI telah bergabung sejak tahun 2006.
Jaksa juga memiliki peran signifikan dalam penanganan perkara yang bersifat Internasional. Hal ini tergambar seperti dalam penanganan HAM Berat dalam Statuta Roma yang secara spesifik memberikan peran Penyidik dan Penuntut Umum kepada Jaksa.
Peran juga turut disebutkan dalam The Status and Role of Prosecutors yang diinisiasi United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) dan International Association of Prosecutors (IAP) yang bertujuan memberikan sebuah pedoman dalam membantu negara Anggota dalam mereformasi sistem peradilan, menerapkan standar dan norma Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memerangi atau mencegah bentuk kejahatan paling serius, termasuk kejahatan terorganisir, korupsi dan terorisme sebagai Penyidik dan Penuntut Umum.
Selain pada ketentuan lain seperti United Nations Convention against Corruption (UNCAC), United Nations Convention against Transnational Organized Crime and The Protocol Thereto (UNTOC), dan lain lain.
Di dalam negeri, Jaksa memiliki peran yang tidak hanya terbatas sebagaimana dijelaskan pada Hukum Acara Pidana semata, namun juga berkaitan dengan Pengadilan HAM, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Peradilan Militer, Intelijen Negara, dll.
"Oleh karena itu, penyesuaian profesi Jaksa di Indonesia agar bersesuaian dengan pedoman atau ketentuan Internasional sebagaimana sedang menjadi tujuan dalam pembahasan RUU Tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia merupakan sebuah penegasan, penguatan sekaligus upaya menghimpun berbagai tugas dan fungsi Jaksa yang tersebar pada berbagai peraturan perundang-undangan, "tambahnya.
Perubahan adalah sebuah keniscayaan begitu pula perubahan dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan di Indonesia terutama yang berhubungan dengan peradilan banyak yang telah berusia cukup tua, sebagai contoh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Hukum Acara Perdata yang telah berusia 100 tahun lebih, begitu pula Hukum Acara Pidana yang telah berusia hampir 40 tahun.
Undang-Undang Kejaksaan sendiri telah berusia 16 tahun. Tentunya dalam rentang waktu yang panjang ini telah banyak perubahan yang terjadi seperti perubahan hukum dan perundangundangan, adanya suatu Putusan Mahkamah Konstitusi, perkembangan kejahatan dan teknologi, dan lain-lain.
Sebagai contoh riil, pada masa pandemi Covid-19 ini kita diperkenalkan dengan terobosan pelaksanaan persidangan secara online yang belum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Beberapa waktu belakangan juga telah terjadi pergeseran paradigma dari keadilan retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif dengan munculnya Peraturan perundangundangan yang mengedepankan paradigma tersebut seperti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang memperkenalkan konsep restitusi, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang memperkenalkan konsep diversi, Undang-Undang Pencucian Uang yang terakhir diubah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 yang mana Kejaksaan diberikan peran untuk menggunakan dan mengedepankan Keadilan Restoratif.
Kejaksaan sendiri juga berupaya merespon .perubahan ini salah satunya melalui penerbitan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif yang bertujuan agar penanganan perkara tindak pidana dapat lebih mengedepankan keadilan restoratif terutama berkaitan dengan kasus-kasus yang relatif ringan dan beraspek kemanusiaan seperti Pencurian yang nilai kerugiannya minim, tindak pidana yang bersifat sepele, dll. Pelaksanaan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 telah dilakukan terhadap lebih dari 100 perkara di Indonesia ;
Mendasarkan pada hal yang telah dijelaskan diatas, Jaksa Agung RI menjelaskan bahwa Kejaksaan merespon positif adanya inisiasi yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam melakukan perubahan terhadap UndangUndang Kejaksaan. Hal ini didasarkan bahwa Undang-Undang Kejaksaan memang memerlukan perubahan yang didasari oleh beberapa hal, yaitu:
1. Kebutuhan penguatan Kejaksaan sebagai dominus litis diharapkan dapat mendorong Kejaksaan dapat menyeimbangkan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid) dengan interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan (doelmatigheid) ketika suatu perkara dilanjutkan atau diperiksa Pengadilan yang diharapkan dapat menghadirkan keadilan secara lebih dekat kepada masyarakat ;
2. Suatu upaya dalam mengatasi permasalahan dalam system peradilan pidana di indonesia yang diantaranya sebagai berikut:
a. Bolak balik serta hilangnya berkas perkara yang menimbulkan tidak selesainya penanganan perkara melalui adanya penyidikan lanjutan ;
b. Upaya pembaharuan Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia agar mendorong pendekatan keadilan restorative ;
c. Upaya pembaharuan kebijakan Hukum Acara terutama yang berkaitan dengan Kejaksaan seperti pendekatan Mediasi Penal dan kewenangan Jaksa Agung agar dapat mengajukan pendapat teknis hukum dalam perkara kepada Mahkamah Agung dalam permohonan Kasasi, dan lain lain ;
3. Sebagai bagian dari komunitas global, Indonesia perlu menjalankan norma dalam Konvensi yang telah ditandatangani seperti seperti United Nations Against Transnational Organized Crime (UNTOC), United Nations Conventions Against Corruption (UNCAC) sebagai suatu ketaatan (compliance).
Adanya RUU Tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia merupakan sebuah momentum bagi Kejaksaan untuk berbuat lebih baik lagi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
“ Adanya RUU ini diharapkan juga dapat mewujudkan terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, oleh karena itu hukum di Indonesia harus dapat menjamin bahwa pembangunan dan seluruh aspeknya didukung oleh suatu kepastian hukum yang berkeadilan yang memerlukan adanya institusi Kejaksaan yang kuat.” pungkas Jaksa Agung Burhanuddin mengakhiri pembicara Webinar.
( Muzer)