![]() |
Foto: Kejati Banten |
SERANG – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten, Siswanto, menegaskan
komitmennya untuk mendukung kelestarian wilayah Masyarakat Adat Baduy di
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Menurutnya, keberadaan tanah ulayat dan
sistem hukum adat Baduy merupakan warisan budaya leluhur yang harus dijaga
bersama, baik dari aspek hukum maupun sosial budaya.
Hal itu disampaikan Kajati usai melakukan kunjungan silaturahmi ke
kediaman tetua Adat Baduy di Cikeusik, yakni Puun Eman, Jaro Cikeusik
Jaro Yalis, serta Jaro Kanekes Jaro Oom, pada Sabtu (20/9/2025).
Dalam kunjungan tersebut, Siswanto didampingi Wakil Kepala Kejati Banten Yuliana
Sagala, Kepala Kejaksaan Negeri Lebak Devi Muskitta, Kabag TU Kejati
Banten Dr. Ema Siti Huzaemah Ahmad, seluruh Asisten Kejati Banten, serta
perwakilan pemerintah daerah, antara lain Camat, Kepala Dinas Pariwisata
Kabupaten Lebak, dan Ketua Relawan Jaga Banten Bahroji.
Dorong Perda Perlindungan
Hukum Adat
Dalam keterangannya, Siswanto menekankan pentingnya segera dirumuskan peraturan
daerah (Perda) yang dapat menjadi payung hukum dalam perlindungan tanah
ulayat Baduy. Menurutnya, keberadaan Perda yang mengakui hukum adat akan
memberikan kepastian hukum sekaligus mencegah terjadinya pelanggaran atas
hak-hak masyarakat adat.
“Pentingnya pembuatan Perda yang mengakui hukum adat seiring dengan akan
berlakunya KUHAP baru pada Januari 2026 mendatang. Dengan adanya Perda, seluruh
wilayah adat dapat disertifikatkan secara sah sehingga memberikan perlindungan
yang lebih kuat,” ujar Siswanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Pusat
Data dan Statistik Kriminal serta Teknologi Informasi Kejaksaan Agung.
Ia menambahkan, keberadaan masyarakat adat Baduy selama ini berperan
penting dalam menjaga kelestarian alam dan melestarikan nilai-nilai luhur
bangsa. Karena itu, seluruh pemangku kepentingan harus duduk bersama untuk
mendengar suara, aspirasi, serta kegelisahan masyarakat adat.
Perkenalkan Program Jaksa
Jaga Desa
Dalam kesempatan tersebut, Kajati Banten juga memperkenalkan program Jaksa
Jaga Desa atau Jaga Desa. Program ini merupakan inisiatif Kejaksaan
untuk membangun kesadaran hukum di kalangan aparat desa serta mencegah
terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan Dana Desa.
“Melalui program Jaga Desa, kami ingin menciptakan sinergi yang lebih
kuat antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat desa dalam
mengelola Dana Desa secara bersih, transparan, dan menyejahterakan,” jelasnya.
Program ini juga didukung dengan aplikasi digital yang berbasis
pengawalan, pendampingan, dan pengawasan Dana Desa. Aplikasi tersebut
memungkinkan kepala desa untuk berkonsultasi hukum secara langsung sekaligus
membantu penyelesaian permasalahan yang muncul di tingkat desa.
“Aplikasi ini dapat diakses oleh bupati, sekretaris daerah (sekda),
serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), sehingga seluruh pihak bisa
ikut memantau dan memastikan pengelolaan Dana Desa lebih transparan dan
akuntabel,” tambah Siswanto.
Selain itu, Kejaksaan juga memberikan pemahaman bahwa bidang Perdata dan
Tata Usaha Negara (Datun) siap memberikan pelayanan hukum bagi desa. Langkah
ini diharapkan dapat meminimalisir kesalahan administratif maupun penyimpangan,
sekaligus menghadirkan solusi atas persoalan hukum yang terjadi di tingkat
desa.
Simbol Persahabatan
Sebagai bentuk penghormatan, Kajati Banten Siswanto menyerahkan
kenang-kenangan kepada para tetua adat Baduy. Ia berharap hubungan baik antara
masyarakat adat dan Kejaksaan dapat terus terjalin, sejalan dengan semangat
menjaga kelestarian alam dan budaya Baduy yang telah diakui secara nasional
maupun internasional. (Rls/Muzer)