![]() |
“Jaksa Hadir, Sekolah Tersenyum: Sentuhan Kecil untuk Masa Depan
Besar” |
SANGGAU
– Di tengah
rimbunnya hutan Sekayam, tepatnya di SDN 26 Sungai Daun, suara tawa
anak-anak kini menyatu dengan semangat baru. Sekolah yang dulu seadanya, kini
mulai berbenah. Bukan karena proyek besar, tapi karena tangan-tangan yang
peduli — salah satunya dari Kejaksaan Negeri Sanggau.Keadilan
untuk Pendidikan: Jaksa Sanggau Turun Tangan di SDN 26 Sungai Daun
Melalui program “Jaksa
Peduli Pendidikan”, Kejari Sanggau tak hanya sibuk mengurusi perkara hukum.
Mereka turun langsung ke sekolah, menggandeng perusahaan swasta, memperbaiki
ruang belajar yang sebelumnya jauh dari kata layak.
“Tempat belajar
yang nyaman bukan sekadar tembok dan atap, tapi pondasi penting untuk membentuk
generasi masa depan,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Sanggau, Dedy Irwan
Virantama, saat mngunjungi SDN 26 Sungai Daun, Kamis, 3 Juli 2025.
Kegiatan ini
bukan hanya soal memperbaiki bangunan. Ini tentang memberi harapan — bahwa
anak-anak di pelosok punya hak yang sama untuk belajar, bermimpi, dan meraih
masa depan cerah.
“Kami ingin
anak-anak di sini semangat sekolah, karena dari desa-desa kecil seperti ini,
pemimpin masa depan bisa lahir,” tambahnya.
Bukan Bantuan Biasa
Wajah gembira
siswa SDN 26 Sungai Daun menyambut perubahan ini. Mereka kini bisa belajar
tanpa harus khawatir bocor saat hujan, atau takut dindingnya ambruk. Pihak
sekolah pun mengaku tak menyangka perhatian datang dari Kejaksaan.
“Kami merasa
dilihat dan dihargai. Anak-anak jadi lebih semangat belajar,” ujar salah satu
guru yang hadir saat kegiatan berlangsung.
Lebih dari itu,
program ini juga jadi pengingat bahwa pendidikan bukan hanya tugas dinas atau
kementerian. Semua pihak punya andil. Jaksa pun bisa jadi sahabat pendidikan.
Dari Sekolah, Harapan Tumbuh
Dalam acara itu,
Dedy Irwan sempat mengutip Ki Hajar Dewantara: “Setiap orang adalah guru,
setiap rumah adalah sekolah.” Sebuah pesan yang sederhana, tapi bermakna
dalam.
“Kami percaya,
perubahan besar dimulai dari langkah kecil. Hari ini kami melangkah, karena
pendidikan itu hak — bukan kemewahan,” ujarnya.
Di era ketika
banyak bicara soal teknologi dan kecanggihan, masih ada ruang untuk cerita
sederhana seperti ini: tentang jaksa, anak-anak desa, dan satu sekolah yang
perlahan berubah. Bukan karena janji, tapi karena aksi nyata.
Dan siapa tahu,
langkah kecil dari Sekayam ini bisa jadi contoh besar bagi daerah lain. (Muzer)