Adhyaksa Foto Indonesia

Kejari Karawang Hentikan Penuntutan Lewat Restorative Justice: Wujud Empati dan Kemanusiaan dalam Penegakan Hukum

 

Kajari Karawang Syaefullah memeluk tersangka yang dibebaskan penuntutannya lewat Keadilan Restoratif.


KARAWANG  Suasana haru menyelimuti ruang mediasi Kejaksaan Negeri Karawang, Rabu (28/5/2025), saat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Karawang, Syaifullah, S.H., M.H., secara resmi menghentikan penuntutan terhadap dua tersangka, HH dan NK. Keputusan tersebut diambil melalui mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif, setelah mempertimbangkan dengan cermat aspek kemanusiaan, sosial, serta kesediaan korban untuk memaafkan.


Didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Gusti Rai Adriani, S.H., serta para jaksa fasilitator, Kajari Syaifullah menyampaikan bahwa proses mediasi antara pelaku dan korban telah berlangsung secara terbuka, jujur, dan penuh rasa tanggung jawab. Keputusan ini bukan semata soal hukum, tetapi juga tentang keberanian untuk memanusiakan manusia.

“Hukum tidak hanya bicara tentang menghukum, tetapi juga tentang menyembuhkan. Restorative justice adalah jalan tengah yang memberi ruang bagi hati nurani dan kemanusiaan untuk bicara,” ujar Kajari Syaifullah dengan nada tulus.

Pemulihan, Bukan Balas Dendam

Kedua tersangka sebelumnya dijerat dengan Pasal 170 Ayat (1) KUHP dan subsidiair Pasal 351 Ayat (1) jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, terkait dugaan kekerasan secara bersama-sama dan penganiayaan. Namun, latar belakang peristiwa, kondisi psikososial para pelaku, serta kerelaan korban untuk memberikan maaf menjadi pertimbangan mendalam Kejari Karawang dalam menerapkan mekanisme non-litigasi ini.

Kejaksaan menilai bahwa penghukuman pidana tidak selalu menjadi jawaban atas persoalan yang kompleks dan penuh dimensi emosional. Dalam kasus ini, pemulihan hubungan antara pelaku dan korban dianggap jauh lebih berdampak positif bagi keduanya, serta bagi harmoni sosial di masyarakat.

“Keadilan bukan sekadar vonis, melainkan proses menuju kedamaian yang nyata. Kami melihat adanya penyesalan yang tulus dari pelaku, dan itikad baik dari korban yang luar biasa,” kata Gusti Rai Adriani.

Ruang Baru bagi Keadilan yang Menyembuhkan

Penghentian penuntutan ini menjadi bentuk nyata implementasi pedoman keadilan restoratif sebagaimana diatur oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Lebih dari itu, langkah ini merefleksikan keberanian institusi penegak hukum untuk mengedepankan pendekatan humanistik dalam menyelesaikan perkara pidana.

Kejari Karawang mengajak masyarakat untuk memahami bahwa keadilan sejati tidak hanya ditentukan oleh palu hakim, tetapi juga oleh hati yang mampu memberi maaf dan tangan yang mau merangkul kembali.

“Ini bukan akhir, melainkan awal baru bagi semua pihak untuk membangun hidup yang lebih baik. Semoga ini menjadi pelajaran berharga, bukan hanya bagi pelaku, tetapi bagi kita semua,” tutup Kajari Syaifullah.

Langkah Kejari Karawang ini bukan hanya penegakan hukum—tetapi juga penguatan nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah pengingat bahwa hukum harus hadir bukan sebagai alat untuk menghukum semata, tetapi sebagai jembatan menuju keadilan yang menyembuhkan luka, bukan menambahnya. (Muzer)

 

 

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال