![]() |
Dr. Eko Budisusanto Dianugerahi Gelar Adat Kraton Yogyakarta |
JAKARTA— Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Dr. Eko Budisusanto, SH, MH, mendapat kehormatan adat dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ia dikukuhkan sebagai Wedana Reh Keprajan dengan gelar Mas Wedana Nitisandiraharjo, dalam prosesi resmi yang berlangsung di Yogyakarta, pekan lalu.
Gelar tersebut diberikan sebagai
bentuk penghargaan atas kontribusi dan dedikasi Eko dalam menjalankan tugasnya
sebagai aparat penegak hukum sekaligus tokoh yang menjunjung tinggi nilai-nilai
budaya Jawa.
“Saya memaknai ini bukan sebagai
kehormatan pribadi, melainkan amanah untuk tetap menjaga jati diri budaya dalam
setiap langkah pengabdian,” ujar Eko saat ditemui di kantornya Kamis (24/4/2025).
Latar
Belakang Sederhana
Dr. Eko lahir dan besar di pedesaan
Yogyakarta dari keluarga petani. Sejak kecil ia terbiasa dengan kerja keras,
membantu orangtua menggarap sawah sebelum berangkat sekolah. Nilai kejujuran
dan kesederhanaan yang ditanamkan keluarga menjadi fondasi yang membentuk
integritasnya hingga kini.
Lulusan program doktor ilmu hukum ini memulai karier kejaksaan dari bawah. Ia pernah bertugas di berbagai daerah, termasuk Malang, Surabaya, dan Cirebon, sebelum akhirnya menjabat di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Di institusi penegakan hukum, Eko dikenal sebagai sosok profesional yang tegas namun tetap menjunjung nilai kemanusiaan.
“Bapak saya selalu bilang, tangan
boleh kotor karena lumpur, asal hati tetap bersih. Itulah kehormatan yang
sebenarnya,” kenangnya.
Menjembatani
Hukum dan Budaya
Penunjukan Eko sebagai Wedana Reh
Keprajan dinilai tepat karena ia dianggap mampu menjembatani antara nilai-nilai
budaya Jawa dan sistem hukum modern. Dalam struktur Kraton, Wedana Reh Keprajan
merupakan pejabat adat yang memiliki peran sebagai penghubung antara masyarakat
dan nilai-nilai keprajaan, terutama dalam konteks kehidupan sosial dan budaya.
“Hukum yang baik bukan hanya
mengatur, tapi juga menyentuh rasa. Dalam budaya kita, rasa itu penting—karena
dari situlah keadilan hidup di hati rakyat,” ujar Eko.
Sebagai bagian dari Kraton, Eko juga
diharapkan dapat berperan aktif dalam menjaga warisan budaya, serta memperkuat
nilai-nilai lokal yang relevan dengan zaman.
Keteladanan
dan Pengabdian
Pengukuhan ini menempatkan Eko tak
hanya sebagai aparat hukum, tetapi juga sebagai figur budaya. Bagi Eko, kedua
peran itu tidak bertentangan, justru saling melengkapi. Menurutnya, budaya
adalah akar dari hukum, dan hukum yang kuat harus berpijak pada nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat.
Gelar Mas Wedana yang kini ia
sandang menjadi simbol bahwa jabatan bukan sekadar kekuasaan, tetapi ruang
pengabdian. Sebuah pesan bahwa kemajuan bangsa dapat dicapai tanpa kehilangan
akar budaya. (Muzer)