![]() |
JAM-Pidum, Prof. Asep N. Mulyana Menyetujui 3 permohonan penyelesaiain perkara berdasrakan mekanisme Restorative Justice. Senin (17/2/2025) |
JAKARTA- Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum
(JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka
menyetujui tiga permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan
restoratif) pada Senin 17 Februari 2025.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan
restoratif yaitu terhadap Tersangka Fahrizal Rohfi Zikari bin (Alm) Jaja
Samsudin dari Kejaksaan Negeri Cilegon, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP
tentang Pencurian.
Kronologi bermula pada hari Sabtu tanggal 30 November 2024 sekitar pukul
08.00 WIB, Tersangka datang ke rumah Korban Abuzar Al Gifari bin Musakalake
yang beralamat di Kampung Kubang Gabus, RT 003/RW 002, Desa Kertasana,
Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang dengan menggunakan sepeda motor milik
Tersangka.
Tujuannya adalah untuk meminjam uang sejumlah Rp200.000 (dua ratus ribu
rupiah) untuk keperluan sehari-hari Tersangka. Namun pada sat itu, Korban tidak
dapat memberikan uang pinjaman kepada Tersangka.
Mendengar hal itu, Tersangka melihat 1 (satu) unit sepeda motor Merek
Honda Beat Warna Putih Merah dengan Nomor Polisi: A-6251-TH di depan Kontrakan
Korban, Tersangka langsung berencana untuk mengambil sepeda motor tersebut,
namun Tersangka sempat pergi dari rumah Korban untuk bekerja sebagai ojek
online.
Selanjutnya, sekira pukul 10.20 WIB, Tersangka yang pada saat itu masih
berusaha untuk mencari pinjaman kepada teman Tersangka, melewati kontrakan
korban dan melihat situasi di depan kontrakan tidak ada orang, sehingga Tersangka
langsung memarkirkan sepeda motor yang digunakan oleh Tersangka di belakang
kontrakan milik Korban.
Sementara itu tersangka langsung menghampiri sepeda motor Merk Honda Beat
warna putih merah di depan kontrakan Korban ABUZAR dan langsung mengambilnya
dengan cara Tersangka naik ke atas motor kemudian Tersangka dorong dengan
menggunakan kaki Tersangka sambil duduk di atas motor.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Cilegon Diana
Wahyu Widiyanti, S.H., M.H, Kasi Pidum Ronny Bona Tua Hutagalung, S.H., M.H., dan
Jaksa Fasilitator Alwan Rizqi Ramadhan, S.H. menginisiasikan penyelesaian
perkara ini melalui mekanisme restorative
justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya
serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Setelah itu, Saksi Korban menerima
permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang seda. ng
dijalani oleh Tersangka dihentikan dengan syarat pemenuhan ganti kerugian senilai
Rp9.000.000 (sembilan juta rupiah).
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi
Banten Dr. Siswanto, S.H., M.H.
sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan
restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut
disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 17
Februari 2025.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme
keadilan restoratif, terhadap 2 perkara lain yaitu:
1. Tersangka I Dewa Gde
Marhadi alias Dewa Kalu dan Tersangka II Pande Putu Suarbawa alias Putu Liong dari
Kejaksaan Negeri Gianyar, yang disangka melanggar Pertama Pasal 170 Ayat (1)
KUHP tentang Pengeroyokan atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang
Penganiayaan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
2. Tersangka Andi
Bachiramsyah als AM bin Andi Bakhtiar dari Kejaksaan Negeri Bintan, yang
disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang Pencemaran Nama Baik.
Alasan
pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan karena
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan
korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum, dan baru pertama
kali melakukan perbuatan pidana, Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5
(lima) tahun, Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi
perbuatannya.
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk
mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan
permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Kemudian Jampidum minta
kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk
menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan
Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020
dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022
tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif
sebagai perwujudan kepastian hukum. (Muzer)