JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar, Suparji Achmad angkat bicara, terkait maraknya pemberitaan tentang isu Kejaksaan superbody, corruptor fight back. Namun, dia memiliki pendapat berbeda.
"Kejaksaan memang diberikan kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, namun hanya khusus tindak pidana korupsi. Memang praktek di beberapa negara Jaksa diberikan kewenangan tersebut, yaitu dalam perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, contohnya adalah tindak pidana korupsi dengan modus yang rumit dan komplek,” ujar Suparji dalam siaran persnya, pada Sabtu (8/6/2024).
Menurut Suparji kewenangan tersebut hal yang biasa, bahkan katanya saat ini aparat penegak hukum itu dinantikan kinerjanya oleh masyarakat, bukan untuk berebut kewenangan.
"Kasus Timah, apabila hanya ditangani melalui penegakan administrative penal law maka yang terjaring hanyalah pelaku-pelaku kecil, seperti penambangan tanpa ijin. Kejaksaan melalui instrumen tindak pidana korupsi sesungguhnya membongkar sistem jahat atau mafia di sektor pertambangan yang pada kenyataannya rakyat kecil yang dirugikan sementara ada pihak-pihak tertentu yang menikmati hasil pertambangan secara berlimpah-ruah," jelasnya.
Suparji mengira bahwa pemberitaan-pemberitaan yang menyudutkan Kejaksaan apalagi terkait masalah kewenangan, dan ditambah dengan pembunuhan karakter di media sosial terhadap pejabat Kejaksaan adalah merupakan serangan balik koruptor (corruptor fight back) dengan mengadu domba antar penegak hukum.
"Seyogyanya, masyarakat cerdas dan kritis terhadap upaya-upaya serangan balik koruptor dan memandang setiap permasalahan dengan pemikiran yang jernih," pungkasnya. (Muzer)