JAKARTA- Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) dalam laporannya
kepada Presiden dalam triwulan I tahun 2024 menyebutkan ada sebanyak 196
laporan pengaduan (Lapdu) masyarakat kepada KKRI. Laporan tiap Triwulan kepada
Presiden sebagai pelaksanaan amanat Pasal 24 Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun
2011 Tentang KKRI.
“ Berdasarkan rekapitulasi
jumlah laporan dan pengaduan (Lapdu) Triwulan I 2024 (Januari 2024-Maret 2024)
Total Lapdu yang telah diterima KKRI pada triwulan I 2024 sebanyak 196 Lapdu,”
ujar Wakil Ketua KKRI Babul Khoir dalam konferensi Pers di Kantor KKRI, Rabu
(22/5/2024).
Dia menyebutkan Rekapitulasi Lapdu Triwulan I Tahun 2024 terbanyak
berasal dari Satker Sumatra Utara sebanyak 26 Lapdu, kemudian Jawa Timur 20
lapdu, disusul dari DKI Jakarta sebanyak 19, Jawa Barat 16, Sumatra Selatan 15,
Banten 11, Kejagung 10. Selanjutnya satker lainnya 9,8,6,5,4,3,2 dan 1.
Selain itu dalam Konferensi Pers pihaknya juga menyampaikan telah melakukan
Pemantauan dan Pengawasan pada kasus yang menarik perhatian publik yaitu perkara dugaan Tindak
pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin
usaha pertamabangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022
“ Komisi Kejaksaan RI
mengawal kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah
wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022 yang
sedang ditangani oleh tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus,
Kejaksaan Agung. Mengingat, kasus itu masuk dalam katagori perkara yang menarik
perhatian publik,” bebernya.
KKRI mengawal kasus tersebut berdasarkan
hasil pleno anggota Komisi Kejaksaan RI yang dihadiri oleh Pujiono Suwandi,
Babul Khoir, Dahlena, M Yusuf, Happinur, Rita Serena Kolibonso, Diah Srikanti
dan Nurokhman, Kamis (28 Maret 2024).
Adapun anggota Komisi Kejaksaan RI yang
mendapatkan tugas mengawal kasus itu adalah Babul Khoir, Heppinur dan Rita
Serena Kolibonso.
“Pengawalan kasus yang menarik perhatian
tersebut telah disepakati Bersama Jaksa Agung RI, Bapak Sanitiar Burhanuddin.
Kegiatan serupa juga sudah pernah dilakukan oleh anggota Komisi Kejaksaan RI
pada periode tahun lalu yaitu mengawal penanganan perkara tindak pidana umum
dengan terdakwa Freddy Sambo dan kawan-kawan,” ungkapnya.
Setelah melakukan monitoring perkara ini,
Komjak RI berharap Kejaksaan Agung tidak hanya berhenti menyita aset kecil
yang tidak sebanding dengan kerugian negara pada kasus ini. Di mana, ada dua
pekerjaan besar yang harus dilakukan secepatnya oleh Kejaksaan Agung.
“
Pertama, penetapan tersangka terhadap para pelaku yang saat ini sudah muncul di
publik. Hal ini penting untuk penegakan keadilan retribusi, yang secara pasti
akan meningkatkandaya dukung dan kepercayaan public. Komjak RI menyarankan
untuk mengunakan delik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hal ini agar
jugamengejar pihak-pihak yang menikmati hasil penambangan ilegal ini,” katanya.
Lanjut
Babul, Pekerjaan besar kedua yakni perampasan aset. Pujiyono meminta, Satuan
Tugas Khusus Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus)
Kejaksaan Agung jangan tergoda dan terjebak pada aset-aset kecil, tapi
menimbulkan kemewahan berita di publik. Seperti menyita arloji mahal, sepatu,
tas Hermes, dan lain-lain. Mengingat, kerugian negara Rp 271 triliun, sehingga
penting untuk fokus pada aset-aset besar, yang mungkin wujudnya bisa jadi
dialihkan dalam usaha-usaha lain. Contohnya berupa berupa perkebunan sawit,
bisnis batubara, dan lainnya. Bahkan bisa jadi untuk pembelian aset di luar
negeri.
Terkait
pelacakan dan perampasan aset di luar negeri ini, perlu dukungan cepat dari
pemerintah, khususnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Jangan sampai izin penyitaan hari ini diajukan, tahun depan izin baru turun.
Hilanglah itu aset, entah itu karena dijual atau yang lain. Izin menyita hari
ini dikirim, kalau bisa hari ini juga keluar. Nggak usah menunggu besok,
apalagi tahun depan.
Komjak
RI menilai, saat ini Kejagung telah memiliki Badan Pemulihan Aset (BPA) yang
bisa menjadi central
authority. Ke depan, Komjak RI mendorong kepada Presiden, agar
memindahkan kewenangan central authority ini dari Kemenkumham ke BPA sebagai
central authority dalam hal pemulihan aset.
Seperti diketahui, Komisi Kejaksaan RI
menjalakan tugas sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 18 tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan RI yaitu melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap
kinerja dan perilaku
jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kode etik baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan; dan melakukan pemantauan dan penilaian
atas kondisi organisasi, tata kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan. (Muzer)