BALI- Badan Pendidikan dan Pelatihan ( Badiklat ) Kejaksaan RI dibawah komando Tony Spontana kembali menggelar pendidikan dan pelatihan Cyber Crime dan Barang Bukti Elektronik tahun 2021.
Diklat yang berlangsung selama tiga hari tersebut diikuti
oleh 20 orang Jaksa dari wilayah hukum Kejati Kalimantan Barat, kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur dan Badan Diklat Kejaksaan RI serta 5 orang dari
penyidik kepolisian Polda Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan dan Polres Samarinda yang dilaksanakan secara tatap muka di W Hotel Seminyak, Kabupaten Badung Bali.
Diklat terselenggara atas kerjasama Badiklat Kejaksaan RI dengan
U.S. Department Of Justice (USDOJ – OPDAT), di mulai sejak Senin 8 hingga Rabu
10 Nopember 2021, Turut hadir pada pembukaan Kajati Bali Ade Sutiawarman, SH.MH
beserta sejumlah jajarannya, MR Peter
Halpern, Resident Legal Advisor (Penasehat Hukum Tetap) U.S. Department Of
Justice, Office Of Overseas Prosecutorial Development, Assistance, And
Training ( US DOJ-OPDAT).
Sambutan Kepala Badan Diklat Kejaksaan RI Toni Spontana yang
dibacakan oleh Kajati Bali Ade Sutiawarman mengatakan bahwa penggunaan teknologi
komputer, telekomunikasi, dan informasi saat ini terus mendorong berkembangnya
transaksi melalui media elektronik dan internet yang sangat mempermudah setiap aspek
kehidupan umat manusia.
“ Perusahaan-perusahaan berskala dunia semakin banyak memanfaatkan dan menggunakan media elektronik dengan jaringan internet yang menumbuhkan transaksi-transaksi melalui elektronik atau on-line dari berbagai sektor, yang kemudian memunculkan istilah E-Banking, E-Commerce, E-Trade, E-Business,dan masih banyak lagi,” ujar Ade membacakan sambutan Kabadiklat.
Menurutnya ditinjau dari aspek manfaat perkembangan
teknologi informasi melalui internet tersebut memiliki dampak yang sangat
positif, karena selalu memberi kontribusi bagi para pengguna untuk mewujudkan
percepatan komunikasi (Transformasi Informasi), penyerapan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat diberbagai belahan bumi.
Selain itu Perkembangan dan penggunaan media elektronik atau
dunia maya yang sering kali disebut dengan Cyberspace (Agus
Rahardjo,2002:4) ternyata juga mempunyai dampak negatif.
“ Banyak kejahatan-kejahatan yang menggunakan media
elektronik melalui jaringan internet sebagai sarana untuk melakukan
kejahatan antara lain Economic Cyber Crime, Cyber Terrorism, Electronic Funds,
, On Line Bussines Crime, Cyber Sex, Cyber Pornography, Computer Security Cyber
Crime, Computer Crime And Intellectual Property Section, Dan Sebagainya),”
paparnya.
Hal tersebut lanjut Ade, tentu menjadi tantangan
tersendiri bagi aparat penegak hukum
khususnya jaksa penuntut umum, karena saat ini media elektronik telah menyentuh
hampir setiap lapisan masyarakat dan segala sendi kehidupan baik dengan
menggunakan telepon seluler, komputer, menggunakan whats up, email, dan sebagainya .
Disamping kasus-kasus tindak pidana cyber tersendiri, penanganan
dan penyelesaian kasus-kasus tindak pidana tanpa disadari, pelaku
kejahatan sering kali menggunakan media
elektronik atau menggunakan jaringan internet dalam melakukan
kejahatannya.
“ Oleh karena itu bagaimana mencari, menelusuri
mengumpulkan, menyimpan serta
mempergunakan barang – barang elektronik
yang bersinggungan dengan dunia digital tersebut untuk dapat diterima
dan terjamin keabsahannya dalam pembuktian suatu tindak pidana merupakan salah
satu faktor penting untuk suksesnya penuntutan suatu kasus tindak
pidana,” tuturnya.
Walaupun Indonesia Telah Memiliki Undang-Undang No.19 Tahun
2016 Tentang Perubahan Atas Undang Undang
No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang
merupakan payung hukum atas legalitas penanganan kasus dalam lingkup dunia maya
termasuk undang-undang yang mengatur mengenai barang bukti digital (Digital
Evidence),
“ Banyaknya kendala teknis yang dialami dalam pengungkapan
bukti elektronik misalnya log statistic di dalam server yang telah dihapus,
memodifikasi / deface di dalam jaringan komputer secara illegal maupun kode-kode digital lainnya), fasilitas
komputer forensik yang masih minim dan kualitas SDM jaksa penuntut umum yang belum
berwawasan cyber, merupakan suatu permasalahan yang seringkali dihadapi
dalam menangani dan menyelesaikan suatu kasus tindak pidana cyber,” bebernya.
Untuk itu guna meningkatkan kualitas dan kemampuan
serta pemahamanan jaksa-jaksa penuntut
umum dalam menangani dan menyelesaikan
kasus-kasus tindak pidana yang berhubungan dengan barang bukti eletronik yang
erat kaitannya dengan Tindak Pidana, Badiklat Kejaksaan RI bekerjasama dengan U.S. Department Of Justice
(USDOJ – OPDAT) menggelar Diklat Cyber Crime dan Barang Bukti Elektronik.
“ Semoga Diklat ini dapat benar-benar dimanfaatkan oleh para
peserta dalam meningkatkan kemapuan dan profesionalitas jaksa dalam penanganan
perkara khususnya dalam penggunaan teknologi komputer, telekomunikasi, dan
informasi saat ini terus mendorong berkembangnya transaksi melalui media
elektronik dan internet yang menumbuhkan transaksi-transaksi melalui elektronik
atau on-line dari berbagai sektor, yang memunculkan istilah e-banking,
e-commerce, e-trade, e-business dan masih banyak lagi,” harapnya. ( Muzer )