JAKARTA- Jaksa Agung RI Prof. Burhanuddin menyaksikan langaung penerapan keadilan restoratif di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Aceh. Hal itu dilakukan Jaksa Agung di sela-sela kunjungan kerjanya di Bumi Serambi Mekkah, Rabu 10 November 2021.
Ekspose (gelar) perkara untuk Penghentian Penuntutan
Berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan berdasarkan Pedoman Nomor 15 Tahun
2020 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum). Selama ini ekspose
dilakukan langsung atau virtual dengan Jampidum dari Jakarta. Namun karena
Jaksa Agung sedang melakukan kunjungan kerja, maka ekspose yang digelar di
Kejaksaan Negeri Banda Aceh pukul 10.00 WIB itu dihadiri langsung Jaksa Agung
RI selaku “Penuntut Umum Tertinggi”.
Dengan disetujuinya ekspose untuk melakukan penghentian
penuntutan pada sekitar pukul 10.00 WIB tadi, sampai hari ini, untuk wilayah
hukum Kejaksaan Tinggi Aceh telah lima perkara yang dilakukan Penghentian
Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Kelimanya
Tersangka Muzakkar Alias Black Bin M. Husen (Kejaksaan Negeri Banda Aceh). Tersangka Muhammad Qusyasyi Alias Amat Bin (Alm) Abdullah Gani (Kejaksaan Negeri Aceh Utara). Tersangka Eka Nurjanah Binti Alizar (Kejaksaan Negeri Aceh Singkil). Tersangka Redi Arianto Alias Redi Bin (Alm) Rusman (Kejaksaan Negeri Aceh Singkil). Tersangka Ilham Bin Rahmatsyah (Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara).
Setelah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Umum, para Kepala Kejaksaan Negeri menandatangani dan menyampaikan Surat
Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) Kepala Kejaksaan Negeri, dan antara
Tersangka dan Korban langsung saling bersalaman yang disaksikan dari
masing-masing pihak penyidik dan tokoh masyarakat. Jaksa Agung pada kesempatan
tatap muka dengan para Tersangka, Korban, penyidik dan tokoh masyarakat setelah
diberikan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif menyampaikan
bahwa kehadiran Jaksa Agung ke wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Aceh dalam rangka
melihat secara langsung kinerja dan kondisi seluruh jajaran Adhyaksa dan kantor
Kejaksaan di wilayah Aceh.
Selain itu, Jaksa Agung menyampaikan kehadirannya dalam
ekspose Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ingin
menyaksikan sendiri serta melihat langsung pelaksanaan proses Restoratif
Justices (RJ). Jaksa Agung juga ingin memastikan langsung dengan berkomunikasi
dengan para tersangka maupun korban apakah para Jaksa tersebut ada melakukan
perbuatan tercela (menyalahgunakan kewenangannya dan/atau mengambil keuntungan
pribadi) dalam prosesnya sehingga bisa mencederai dari makna dikeluarkannya
Pedoman RJ yang bisa merusak citra Kejaksaan.
Jaksa Agung menekankan secara tegas, apabila ada yang berani
dan terbukti melakukan perbuatan tercela dalam pelaksanaan RJ, tidak akan
segan-segan akan menghukum berat pegawai Kejaksaan tersebut dan akan
memberhentikan tidak dengan hormat. “Jangan Mencederai Masyarakat. Ingat
“masyarakat amat mendambakan penegakan hukum yang berkeadilan dan
berkemanfaatan,” ujar Jaksa Agung.
Dengan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan
Restoratif yang baru saja dilaksanakan menunjukkan “hukum tidak lagi tajam ke
bawah, tapi hukum harus tumpul ke bawah dan tajam ke atas”.
Oleh karena itu, Jaksa Agung mengingatkan Kepala Kejaksaan
Tinggi dan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk melakukan pengawasan secara
ketat, dan bila ada terbukti anggotanya melakukan perbuatan tercela, maka Jaksa
Agung tidak segan-segan menindak dua tingkat di atasnya. ( Muzer/ Rls )