Adhyaksa Foto Indonesia

Kabag Hukum dan HAM Kota Bogor Alma Paparkan Perkara RS UMMI Bogor Yang Menyeret HRS

 



BOGOR- Dalam persidangan hari Rabu kemarin (14/4/2021) di PN Jakarta Timur, perkara pidana di RS Ummi dengan dugaan tidak melaporkan data OTG dari luar daerah yang diindikasi terpapar Covid kepada Satgas Covid-19 Kota Bogor memasuki egenda pemeriksaan saksi, dan Penuntut Umum menghadirkan 5 orang dari Satgas Covid-19 Kota Bogor termasuk Walikota Bogor.


Dalam persidangan tersebut, tim kuasa hukum maupun para terdakwa mencecar saksi-saksi dengan pertanyaan yang berulang-ulang, termasuk terhadap saksi Walikota Bogor Bima Arya sebagai Ketua Satgas, dengan mempertanyakan keterkaitan pelaporan pelanggaran protokol kesehatan ke pihak Polresta Bogor Kota dengan pendekatan pidana, yang ditengara belum mendapat pertimbangan oleh ahli hukum Pemerintah Kota Bogor.


Kepala Bagian Hukum dan HAM, Alma Wiranta dalam keterangan resminya menyampaikan di ruang kerjanya pada hari ini Kamis ( 15/4/2021) kepada pers, ”Bahwa kami terus mengawal Satgas Covid-19 dan memberikan pendapat hukum, termasuk dalam kasus RS UMMI kepada Satgas Covid-19, sebagaimana dalam catatan kami pada tanggal 27 November 2020 berupa kajian hukum untuk melaporkan  perbuatan pihak RS UMMI yang tidak kooperatif dalam memberikan informasi, pelanggaran terhadap aturan hukum diantaranya, pasal 10 huruf a Peraturan Walikota Bogor Nomor 110 tentang PSBMK jo Pasal 5 huruf h Peraturan Walikota Nomor 107 tentang sanksi pelanggar tertib kesehatan, dan  pasal 93 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.” kata Alma.


Alma menjelaskan, ”Peristiwa yang terjadi pada tanggal 26 Nopember 2020 di RS UMMI, adalah peristiwa  menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di Kota Bogor, dan tugas Satgas Covid-19 untuk mendapatkan informasi pelaksanaan protokol kesehatan melalui uji swab juga dihalangi dengan delay time, jelas sekali tidak memenuhi ketentuan hingga Satgas Covid-19 Kota bogor melaporkan hal ini."terangnya.


Oleh karenanya  tindakan tegas yang dilakukan Satgas sudah pasti ada dasar hukumnya, sehingga untuk menguji apakah peristiwa ini merupakan pidana atau tidak, maka harus segera melaporkan ke Polresta Bogor untuk diteliti dengan seksama.


Lanjut Alma,”Di Kota Bogor telah terjadi 2 (dua) peristiwa pelanggaran hukum setelah diberlakukan PSBB dan Protokol kesehatan, namun semua peristiwa tersebut tidak dapat dilanjutkan ke persidangan dikarenakan tidak cukup bukti dan tidak terpenuhi unsur pasal yang dipidanakan, sehingga informasi hanya Perkara RS UMMI yang dipidanakan perlu kami klarifikasi kepada publik, bahwa Pemerintah Daerah Kota Bogor komitmen dan konsisten menerapkan hukum sebagaimana dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan Dalam pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.” ujarnya.


Menurutnya apa yang dilakukan Walikota Bogor sebagai Ketua Satgas Covid-19 Kota Bogor bukan berdiri sendiri, melainkan bersama-sama dengan Forkopimda Kota Bogor yang didalamnya ada unsur instansi vertikal, ditambah dengan dukungan DPRD Kota Bogor serta beberapa komponen lainnya baik akademisi maupun tokoh agama yang konsen dengan masalah Prokes, apalagi Satgas Covid-19 dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2020, "Sehingga dalam koridor  pendampingan yang dilakukan oleh Bagian Hukum dan HAM terus memastikan dengan kajian, bahwa kejadian tersebut sebagai peristiwa pidana dalam pandangan kaidah agar mendapatkan kepastian hukum. Dengan demikian apa yang dilakukan Walikota Bogor Bima Arya sebagai Ketua Satgas Covid-19 dipastikan tepat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta untuk menjaga level kewaspadan Kota Bogor yang sampai saat ini status kedaruratan Covid-19 dan PSBB  belum dicabut oleh Pemerintah pusat.” Tegas Alma yang juga berprofesi sebagai Jaksa.


Alma menyebutkan dalam perkara tersebut, Penuntut Umum mendakwakan terhadap 3 terdakwa, AT, HH dan HRS dengan pasal 14 ayat (1), ayat (2) dan Pasal 15 UU No. 1 tahun 1946 dan/atau pasal 14 ayat (1), ayat (2) UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah penyakit menular dan/atau pasal 216 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.( Rls/ Muzer )

Post a Comment

Previous Post Next Post

نموذج الاتصال