Oleh: Dimas Pranowo, S.H.
Ikatan Pernikahan akan menimbulkan hubungan hukum mengenai hak dan kewajiban; Pertama, hak dan kewajiban antara suami isteri; Kedua, hak dan kewajiban suami isteri terhadap anak-anaknya; dan Ketiga, hubungan hukum di dalam kaitannya dengan pihak ketiga. Dalam UU Perkawinan, hak dan kedudukan istri sama dengan hak dan kedudukan yang dimiliki oleh suami di dalam pergaulan masyarakat. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Mengenai kekuasaan orang tua diatur di dalam KUH Perdata (BW) Buku 1 Titel XIV Pasal 298-329, dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 45 sampai dengan Pasal 49.
Apa urgensinya Jaksa Pengacara Negara melakukan permohonan pembebasan orangtua dari kekuasaanya? Disini ada 3 (tiga) urgensi Jaksa Pengacara Negara melakukan permohonan pembebasan orangtua dari kekuasaanya.
Urgensi yang pertama, dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan terarah hal ini terdapat pada Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Hak atas kelangsungan hidup disini, jika ayah / ibu melakukan suatu tindak pidana maka siapa yang akan memberikan makan untuk anaknya tersebut? Jika ternyata si anak ini tidak mempunyai kakek, nenek, maupun saudara, apakah anak ini akan menjadi pengemis untuk membeli makanan?. Kemudian hak untuk tumbuh dan berkembang anak, jika ternyata perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh ayah / ibu dari anak tersebut adalah perbuatan yang sangat buruk sekali seperti narkoba, suka melakukan penganiayaan, pemerkosaan terhadap anaknya sendiri, dll maka akan berdampak kepada psikis dan mental si anak dari ayah / ibu yang melakukan perbuatan tindak piadana.
Urgensi yang kedua, Penuntut Umum dalam melakukan prapenuntutan hanya berfokus terhadap rumusan delik dari perbuatan yang tersangka lakukan sehingga lupa untuk mencantumkan Pasal 35 ayat (1) ke-5 jo Pasal 37 ayat (1) KUHP didalam dakwaan sebagai pidana tambahan. Dimana didalam Pasal 35 ayat (1) ke-5 KUHP menyatakan bahwa hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam yaitu hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri. Untuk melakukan pencabutan hak-hak terpidana dari kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri maupun atas orang lain harus memenuhi unsur dari Pasal 37 ayat (1) KUHP yang isinya sebagai berikut : 1). orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan bersamasama dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya; 2). orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada dibawah kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang tersebut dalam bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX, dan XX Buku Kedua.
Urgensi yang ketiga, Kejaksaan melalui Jaksa Pengacara Negara melakukan kegiatan untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan di bidang perdata dalam rangka memelihara ketertiban hukum, kepastian hukum, dan melindungi kepentingan Negara dan Pemerintah serta hak-hak keperdataan masyarakat. Hak-hak keperdataan masyarakat dalam kasus ini adalah hak dari seorang anak terdakwa, dimana hak anak terdapat didalam Pasal 4 s/d Pasal 18 UU 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak. Pada Pasal 4 UU 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Didalam UU UU 23 Tahun 2003tentang perlindungan anak juga menyebutkan hal yang sama dengan Pasal 28B ayat (2) UUD 1945, ini berati hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang sangat lah harus diperhatikan oleh Negara dan Pemerintah. Oleh sebab itu Jaksa Pengacara Negara harus memperjuangkan hak-hak anak tersebut dengan cara Jaksa Pengacara Negara melakukan permohonan pembebasan orangtua dari kekuasaanya.
Apa saja hak dan kewajiban orangtua menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan? Berdasarkan pasal 45 (1) UU No. 1/1974, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya (pasal 45 ayat 1 UU No.1/1974). Kewajiban demikian dalam KUH Perdata ditentukan dalam pasal 298. Jadi kedua orang tua mempunyai ikatan/hubungan dengan anak-anaknya (anak sah) disebut dengan kekuasaan orang tua yang ditujukan untuk kesejahteraan anak-anaknya. Setiap anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. Apabila suatu perkawinan memperoleh keturunan, maka perkawinan tersebut tidak hanya menimbulkan hak dan kewajiban antara suami dan istri yang bersangkutan, akan tetapi juga menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri sebagai orang tua dan anak-anaknya.
Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak-anak ini dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 diatur dalam pasal 45 sampai 49. Dalam pasal 45 ditentukan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban ini berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua itu putus.
Disamping kewajiban untuk memelihara dan mendidik tersebut, orang tua juga menguasai anaknya yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pemah melangsungkan perkawinan. Kekuasaan orang tua ini meliputi juga untuk mewakili anak yang belum dewasa ini dalam melakukan perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan (pasal 47). Dalam Pasal 49 ayat (1) menyatakan bahwa Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal : ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; ia berkelakuan buruk sekali.
Siapa yang dimaksud pejabat yang berwenang dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-undang No.1 tahun 1974? Didalam penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang No.1 tahun 1974 tidak menyebutkan siapa pejabat yang berwenang tersebut, namun didalam Pasal 319a KUH Perdata disebutkan bahwa Bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan kejaksaan. Diperjelas kembali didalam Lampiran Bab II Penegakan Hukum pada Perja No. PER-025/A/JA/11/2015 menyatakan bahwa Wewenang Jaksa Pengacara Negara melakukan Penegakan Hukum melalui Permohonan agar seorang ayah/ibu dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua.
Apa yang dimaksud kekuasaan orang tua menurut KUH Perdata? Menurut Pasal 299 KUH Perdata, dimana pada pasal tersebut mengatur tentang azas-azas kekuasaan orang tua. Pasal tersebut menentukan bahwa selama perkawinan orang tua berlangsung, maka anak – anak berada dalam 'kekuasaan orang tuanya sampai anak itu menjadi meerderjaring (sudah dewasa), sepanjang kekuasaan orang tua tidak dicabut (ontzet ) atau dibebaskan ( ontheven).
Dari ketentuan pasal 299 KUH Perdata, tersebut dapat disimpulkan : a). Kekuasaan orang tua ada pada kedua orangtua itu dan tidak hanya ada pada bapak saja melainkan bersama dengan ibu; b). Kekuasaan orangtua hanya ada selama perkawinan sehingga kalau perkawinan itu putus maka kekuasaan orangtua itu tidak ada lagi; c). Kekuasaan orangtuaanya ada selama orang tua itu memenuhi kewajiban - kewajibannya terhadap anak - anaknya dengan baik, kalau tidak maka akan ada kemungkinan kekuasaan orang tua itu dicabut atau dibebaskan.
Dalam ketentuan hukum perdata setiap anak yang masih kecil sampai umur dewasa harus dibawah kekuasaan orang tua selama orang tuanya masih dalam ikatan perkawinan. Tetapi tidak menutup kemungkinan suatu saat kekuasaan tersebut akan sirna sebelum sampai batas waktunya. Hal ini dapat terjadi karena orang tua tidak mampu atau tidak cakap untuk melakukan kewajibannya.
Sebagaimana disebutkan dalam KUH Perdata pasal 319a yang menyatakan bahwa Bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan kejaksaan, bila ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan pembebasan ini berdasarkan hal lain. Bila Hakim menganggap perlu untuk kepentingan anak-anak, masing-masing dan orang tua, sejauh belum kehilangan kekuasaan orang tua, boleh dipecat dan kekuasaan orang tua, baik terhadap semua anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orang tua yang lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak itu, sampai dengan derajat keturunan keempat, atau dewan perwalian, atau Kejaksaan.
Yang menjadi alasan Kejaksaan untuk melakukan permohonan pembebasan orangtua dari kekuasaannya yaitu : a). Telah menyalah gunakan kekuasaan orang tuanya, atau terlalu mengabaikan kewajibannya dalam memelihara dan mendidik seorang atau lebih; b). Kelakuannya yang buruk; c). Telah mendapat hukuman dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan mutlak karena sengaja telah turut serta dalam suatu kejahatan terhadap seorang anak belum dewasa yang adaa dalam kekuasaannya; d). Telah mendapat hukuman dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan mutalak, karena sesuatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX buku ke dua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dilakukam terhadap seorang anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaannya; e). Telah mendapat hukuman badan dua tahun lamanya atau lebih, dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan mutlak. Dalam pengertian kejahatan, termasuk juga turut membantu dan mencoba melakukan kejahatan itu (pasal 319a KUHPerdata).
Kapan kekuasaan orang tua berakhir ? Kekuasaan orangtua berakhir apabila Karena pembebasan dari kedua orang tua; Karena pencabutan/pemecatan kekuasaan dari kedua orang tua; Karena kematian anak; Karena anak menjadi dewasa; Karena pencabutan terhadap salah satu orang tua; Pembubaran perkawinan orang tua anak tersebut.
Apa perbedaan pembebasan kekuasaan orang tua dan pencabutan / pemecatan kekuasaan orang tua? Berdasarkan rumusan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, maka terlihat beberapa poin yang membedakan antara Pembebasan dan Pencabutan Kekuasaan Orang Tua, sebagai berikut ; Pencabutan, mengakibatkan hilangnya hak penikmatan hasil. Sedangkan pembebasan tidak menghilangkan hak menikmati hasil.
Kemudian Pencabutan dilakukan atas permintaan dari orang tua yang lain, keluarga sedarah sampai derajat ke empat, Dewan Perwakilan dan Jaksa. Sedangkan Pembebasan hanya diminta oleh Dewan Perwakilan dan Jaksa. Selanjutnya pemecatatan kekuasaan orang tua mengakibatkan hapusnya hak memungut hasil dari orang tua terhadap kekayaan anak-anaknya sedangkan pembebasan tidak mengakibatkan hapusnya hak memungut hasil dari orang tua terhadap kekayaan anak-anaknya. Yang dapat mengajukan agar orang tua dipecat/dibebaskan kekuasaan orang tua adalah Orang tua yang lain, keluarga sedarah orang tua atau periparan samapi derajat ke 4, Dewan perwalian (weeskamer/Balai Harta Peninggalan), Kejaksaan.
Ada kalanya bapak berada dalam keadaan tidak mungkin menjalankan kekuasaan orang tua, jika demikian halnya, maka ibu dapat meminta izin kepada hakim supaya kepadanya diberikan hak untuk menjalankan kekuasaan orang tua. Jadi apabila bapak berada dalam keadaan tidak mungkin menjalankan kekuasaan orang tua maka ibulah yang menjalankan dan bilamana juga ibu ada dalam keadaan tidak mungkin maka hakim mengangkat seorang wali untuk anak itu.
Bilamanakah bapak atau ibu dapat dianggap dalam keadaan tidak mungkin menjalankan kekuasaan ortu tua? Keadaan tidak mungkin dapat dibedakan dalam dua macam yaitu a). Karena keadaan defacto, umpamanya: karena sering sakit, karena tidak hadir. karena ada dalam tahanan; b). Karena keadaan yaitu, umpamanya: Kekuasaan orangtua sudah dipecat atau dibebaskan, Karena orang tua berada dibawah pengampunan.
Berdasarkan uraian diatas, bapak atau ibu dapat dianggap dalam keadaan tidak mungkin menjalankan kekuasaan orangtua maka Kejaksaan bisa melakukan langkah penengakan hukum. Penegakan hukum berdasarkan pengertian umum poin 9 pada Lampiran Perja No. PER-025/A/JA/11/2015 adalah kegiatan Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan atau permohonan kepada pengadilan di bidang perdata sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka memelihara ketertiban hukum, kepastian hukum, dan melindungi kepentingan Negara dan Pemerintah serta hak-hak keperdataan masyarakat. Hak-hak keperdataan masyarakat ini lah sebagai pintu gerbang Jaksa Pengacara Negara melakukan penegakan hukum untuk mengajukan permohonan agar seorang ayah / ibu dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua.
Bagaimana mekanisme permohonan pembebasan orangtua dari kekuasaanya ? Langkah awal yang dilakukan oleh Kejaksaan yaitu melihat identitas dari ayah / ibu yang akan dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua, apakah ayah / ibu tersebut beragama islam atau non islam. Hal ini untuk menentukan Pengadilan mana yang berwenang untuk mengajukan permohonan pembebasan seorang ayah / ibu dari kekuasaannya sebagai orang tua. Jika ayah / ibu tersebut beragama islam, maka permohonan tersebut diajukan ke Pengadilan Agama. Jika ayah / ibu tersebut beragama non islam, maka permohonan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri.
Langkah selanjutnya, Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat Perintah (SP-1) kepada bidang Perdata dan Tata Usaha Negara untuk membuat telaahan yang memuat analisis hukum yang lengkap untuk menentukan apakah termasuk lingkup tugas dan kewenangan bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dan mengantisipasi adanya benturan kepentingan dengan bidang lain disertai dengan analisis SWOT terhadap perkara tersebut. Setelah dilakukan telaahan, ternyata ayah / ibu tersebut merupakan terdakwa dalam perkara tindak pidana baik di pidana umum maupun pidana khusus, maka Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara berkoordinasi dengan Bidang Pidana Umum maupun Bidang Pidana Khusus untuk mengetahui peristiwa-peristiwan dan keadaan keadaan ayah / ibu yang berstatus terdakwa, hal ini untuk mempermudah Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dalam hal mencari dasar alasan untuk diajukan permohonan ayah / ibu yang akan dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua.
Setelah dilakukan telaahan, Kepala Kejaksaan Negeri mengeluarkan Surat Khuasa Khusus kepada Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan permohonan pembebasan ayah / ibu dari kekuasaannya sebagai orang tua ke Pengadilan.
Kemudian Jaksa Pengacara Negara mengajukan Permohonan tersebut kepada Pengadilan sesuai dengan identitas agama dari ayah / ibu yang akan dibebaskan dari kekuasaan orangtua. Isi dari permohonan pembebasan ayah / ibu dari kekuasaan orangtua harus memuat alasan diajukan permohonan, surat-surat yang diperlukan sebagai bukti serta harus disebutkan juga nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat kediaman mereka sejauh hal ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau semenda di dalam positanya. Kemudian didalam petitumnya berisi bahwa ayah / ibu dibebaskan dari kekuasaan orangtua serta pengangkatan wali terhadap anak yang orangtuanya dibebaskan dari kekuasaannya.
Setelah semua posita dan petitum tersebut dimasukan kedalam permohonan pembebasan ayah / ibu dari kekuasaan orangtua, kemudian Panitera Pengadilan mencatat permohonan tersebut. Kemudian salinan permohonan itu beserta surat-surat tersebut harus disampaikan secepatnya oleh Panitera Pengadilan kepada Dewan Perwalian kecuali bila permohonan untuk pembebasan itu diajukan oleh dewan perwalian sendiri.
Kemudian berdasarkan pasal 319c BW menyatakan bahwa Pengadilan Negeri mengambil keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah atau semenda anak itu dan setelah mendengar dewan perwalian. Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya saksi-saksi yang ditunjuk dan dipilih olehnya, baik dari keluarga sedarah atau semenda maupun dan luar mereka, dipanggil untuk didengar di bawah sumpah. Pemeriksaan perkara ini berlangsung dalam sidang tertutup namun keputusan beserta alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah pemeriksaan terakhir.
Jika permohonan itu dikabulkan, suami yang dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orang tua, dengan sendirinya menurut hukum si istri harus melakukan kekuasaan orang tua, kecuali bila si istri juga telah dibebaskan begitu juga sebaliknya. Bagaimana jika suami atau istri tidak datang persidangan tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut? Maka Majelis Hakim akan memutus permohonan tersebut dengan putusan verstek. Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Upaya hukum yang dilakukan dengan cara perlawanan (Verzet). Verzet adalah Perlawanan Tergugat atas Putusan yang dijatuhkan secara Verstek. Jangka waktu pengajuan verzet diatur di dalam pasal 319f BW yaitu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan verstek itu dibuat. Yang melakukan verzet adalah suami / istri yang telah dibebaskan dari kekuasaannya sebagai orangtua.
Dalam pemeriksaan Verzet jika Jaksa Pengacara Negara tidak hadir, maka pemeriksaan dilanjutkan secara contradictoire. tetapi apabila suami / istri tersebut yang tidak hadir maka Hakim menjatuhkan putusan Verstek untuk kedua kalinya. Terhadap Putusan Verstek yang dijatuhkan kedua kalinya ini, suami / istri tersebut tidak dapat mengajukan Perlawanan (Verzet) lagi, tetapi suami / istri tersebut dapat mengajukan upaya hukum banding
Bagaimana jika Jaksa Pengacara Negara tidak datang persidangan tanpa alasan yang sah meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut? Maka permohonan yang diajukan oleh Jaksa Pengacara Negara menjadi gugur dan Jaksa Pengacara Negara diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan 1 (satu) kali lagi.
Daftar Pustaka
UUD 1945
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 tentang perlindungan anak
KUHP
KUH PerdataPerja No. PER-025/A/JA/11/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penengakan Hukum, Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain dan Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara
Penulis adalah Peserta PPPJ Angkatan 77 Tahun 2020 Kelas V No Absen 10
Berasal dari Cabang Kejaksaan Negeri Bangka di Belinyu