![]() |
Zulkarnain Baso Hakim |
“MELAWAN
ARUS SEBERANG”
Pentingnya
Sosok Jaksa Dalam Kepemimpinan KPK
“KPK adalah Lembaga Penegak Hukum, sudah
sepatutnya dipimpin oleh sosok Penegak Hukum pula”.Teori ini menjadi
pijakan awal dalam membangun argument
untuk melawan arus diseberang yang menyangsikan ikhwalunsur Jaksa masuk dalam
formasi kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.Banyak sangkaan dan
skeptisisme digaungkan oleh mereka yang mengatasnamakan pihak pendukung
pemberantasan korupsi atas masuknya sosok Jaksa dalam kepemimpinan KPK. Lantas
mereka mengemukakan beberapa simulakrum yang pada intinya menganggap masuknya
Jaksa dalam mengkomandoi lembaga anti rasuah negeri ini sebagai salah satu
bentuk kemunduran dan ketidak pantasan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Pertama,mereka
mengatakan jika seorang Jaksa masuk dalam kepemimpinan KPK, hal itu dapat menggradasi
kedudukan KPK sebagai lembaga yang independen dan berintegritas.Padahal jika hal
ini didudukan secara proporsional dan objektif, justru dengan masuknya Jaksa dalam
tubuh kepemimpinan KPK menggambarkan adanya upaya penguatan integritas dan independensi
dari KPK itu sendiri. Lihat saja daftar jaksa-jaksa yang dikirim Kejaksaan RI guna
mengikuti seleksi Capim KPK periodeini, ada nama-nama sekaliber Johanis Tanak,
Supardi, Sugeng Purnomo, Muhammad Rum dan Ranu Mihardja yang kesemuanya sudah tidak
diragukan lagi aspek independensitas, intelektualitas dan integritas mereka dalam
penegakan hokum dan pemberantasan korupsi baik dalam lingkungan internal
Kejaksaan maupun dilingkungan luar Kejaksaan. Setiap jaksa yang dikirim ke KPK
entah itu dalam rangka untuk pemilihan pimpinan KPK atau pun juga guna mengisi tenaga
penyidik dan Penuntut Umum di KPK, Kejaksaan dalam hal ini sebagai instansi induk
selalu mengirimkan tenaga-tenaga Jaksa terbaiknya dengan segudang prestasi dan tentunya
tidak diragukan integritasnya. Hal ini sebagai bentuk nyata upaya Kejaksaan dalam
Mendukung Pemberantasan Korupsi itu sendiri. Sejarah mencatat dalam perjalanan
KPK sejak awal berdirinya hingga saat ini, sudah meunculkan sosok—sosok pendekar
pemberantasan korupsi yang sejatinya adalah seorang adhyaksa sejati. Sebut sajaAntasari
Azhar yang saat menjabat sebagai Ketua KPK periode 2007-2009 menunjukkan Taji
dan independensinya saat menyeret Aulia Pohan yang merupakan besan Presiden RI
Aktif saat itu.
Kedua,mereka
mengatakan tidak ada urgensinya unsure Jaksa dalam kepemimpinan KPK. Sesungguhnya
Pernyataan picik seperti itu keluar dari pemikiran mereka yang kurang memahami betul
politik hokum pidana pembentukan KPK. Pasal 4 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK sudah
jelas menerangkan Bahwa KPK
dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,
salahsatunya sebagai“trigger”pemberantasan korupsi bagi instansi penegak hukum permanen
yang sudah ada sebelumnya. Dalam penindakan korupsi, KPK dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 7 UU KPK tersebut,mengedepankan aspek
koordinasi dengan lembaga penegak hokum lainnya dalam pemberantasan korupsi dinegeri
ini. Dalam rangka menjalankan tugas dan
wewenang koordinasinya, sangat penting adanya sosok perwakilan lembaga penegak hukum
lain dalam hal ini Jaksa didalam kepemimpinan KPK guna memperlancar upaya koordinasi
dan juga supervise dikedua lembaga penegak hukum ( KPK-Kejaksaan ) dalam rangka melawan korupsi.
Ketiga,
mereka yang menganggap bahwa UU KPK
tidak mengamanatkan pimpinan KPK harus ada unsur Jaksa didalamnya, melainkan hanya sebatas unsur Pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut memang dijelaskan dalam penjelasan umum UU
KPK, namun jika UU KPK dilihat secara komperhensif dan ditafsirkan secara sistematis,
maka penjelasan umum tersebut tidak terlepas dengan ketentuan Pasal 21 Ayat (5)
UU KPK yang mengatur pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Dijabarkan lebih lanjut, berdasarkan KUHAP dan
UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, hanya Jaksalah yang dapat bertindak sebagai
penuntut umum dalam system peradilan pidana di Indonesia, bahkan dalam perkara korupsi
Jaksa juga dapat bertindak sekaligus sebagai seorang penyidik. Hal ini menjelaskan
bahwa maksud penjelasan umum unsure Pemerintaha dalah para aparatur penegak
hokum pemerintah salah satunya dalam hal ini adalah Penuntut umum (Jaksa). Keberadaan
unsure Jaksa dalam pimpinan KPK tentunya memiliki andil penting dalam proses penanganan
perkara korupsi. Dengan pengetahuan dan pengalaman seorang Jaksa yang masuk sebagai
pimpinan KPK, dapat menjadi modal utama dan
sangat diperlukan oleh KPK dalam
memimpin pemberantasan korupsi. Kita dapat mengambil contoh perbandingan dengan
komisi pemberantasan korupsi dibeberapa Negara, semisal Singapura dengan CPIB (Corrupt
Practices Investigation Bureau)
dan Hongkong dengan ICAC (Independent Commission Against Corruption)
yang menjadi lembaga pemberantasan korupsi percontohan dunia, dimana dalam
unsure pimpinan lembaganya selalu memasukkan unsur Jaksa atau Penuntut umum didalamnya.
Oleh karena itu sudah sepantasnya kita memberikan kepercayaan kepada seorang
Insan Adhyaksa untuk masuk dalam kepemimpinan KPK. sejatinya KPK memiliki
system imun yang baik dari upaya infiltrasi oknum penegak hukum yang bobrok yang
mencoba melemahkan pemberantasan korupsi, dan KPK selalu diawasi oleh public sehingga
jika ada sosok pimpinan KPK yang buruk akan dengan sendirinya tereliminasi oleh
“seleksi alam”dalam tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi itu sendiri.
(Siswa
PPPJ Angkatan LXXVI KLS I / Analis Penuntutan Kejaksaan Negeri Halmahera
Selatan)
Tags
Badiklat