Kabadiklat Kejaksaan RI, Dr. Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyematkan tanda peserta pada Pembukaan Diklat TOT TP Terorisme dan TP Pendanaan Terorisme Tingkat Dasar, Senin 19 Mei 2025. (Foto/Muzer) |
JAKARTA – Badan Pendidikan dan Pelatihan
(Badiklat) Kejaksaan Republik Indonesia menyelenggarakan Diklat Training of
Trainers (TOT) Tindak Pidana Terorisme dan Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme Tingkat Dasar. Acara pembukaan Diklat tersebut dipimpin langsung oleh
Kepala Badiklat Kejaksaan RI, Dr. Leonard Eben Ezer Simanjuntak, pada Senin
(19/5/2025) di Gedung Museum Adhyaksa, Komplek Badiklat Kejaksaan RI, Ragunan,
Jakarta.Peserta TOT
Kegiatan ini
diikuti oleh para jaksa dari Kejaksaan Agung dan Badiklat yang akan
dipersiapkan menjadi Widyaiswara (pengajar) dalam program Pendidikan dan
Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ).
Dalam
sambutannya, Dr. Leonard menekankan pentingnya memahami perbedaan sekaligus
keterkaitan antara tindak pidana terorisme dan pendanaan terorisme.
“Tindak pidana
terorisme adalah perbuatan yang memfasilitasi teror, sedangkan pendanaan
terorisme adalah tindakan menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau
meminjamkan dana baik secara langsung maupun tidak langsung, yang diketahui
akan digunakan untuk kegiatan terorisme,” jelasnya.
Ia juga
menggarisbawahi pentingnya memahami tujuan, dampak, dan akibat dari kedua
bentuk kejahatan tersebut. Menurutnya, aksi terorisme kerap dimanfaatkan untuk
menarik perhatian publik dan menciptakan ketakutan guna mencapai tujuan
politik. Di sisi lain, pendanaan terorisme merupakan elemen vital yang
memungkinkan terlaksananya berbagai kegiatan teroris, mulai dari pelatihan
hingga pelaksanaan operasi.Kabadiklat besrta unsur pimpina Badiklat berfoto bersama peserta usai pembukaan.
Dampak
dan Ancaman
Dr. Leonard juga
menyoroti dampak luas dari kejahatan ini. Terorisme dapat menimbulkan kerugian
ekonomi, seperti rusaknya properti, hilangnya investasi, serta menurunnya
aktivitas ekonomi. Secara sosial, terorisme menyebabkan ketakutan,
ketidakpercayaan, dan gangguan dalam kehidupan sehari-hari.
“Pendanaan
terorisme mempercepat dan memperluas kegiatan teror, yang berpotensi merusak
stabilitas keuangan, mencoreng citra negara, dan meningkatkan kebutuhan kerja
sama internasional,” imbuhnya.
Ia menambahkan
bahwa akibat jangka panjang dari terorisme tidak hanya berupa ketakutan dan
kerugian finansial, tetapi juga berpengaruh pada kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah. Pendanaan terorisme bahkan dapat memicu pergeseran
kebijakan serta meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional.
Bagian
dari Strategi Nasional
Pemerintah
Indonesia, lanjutnya, telah memberikan perhatian serius terhadap isu ini dengan
merumuskan regulasi, strategi, dan kebijakan yang komprehensif. Salah satunya
adalah integrasi pemberantasan terorisme ke dalam arah kebijakan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, khususnya dalam
upaya memperkuat sistem pertahanan dan keamanan nasional.
Selain itu, upaya
ini juga sejalan dengan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan
Ekstremisme (RAN PE) berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme,
sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021.
Transformasi
Menuju Kejaksaan Berkelas Dunia
Sebagai bagian
dari transformasi menuju Kejaksaan berkelas dunia dalam menyongsong Indonesia
Emas 2045, Badiklat Kejaksaan RI memegang peranan strategis dalam
meningkatkan kapabilitas SDM kejaksaan.
“Transformasi
Badiklat diarahkan untuk memperkuat kemampuan jaksa dalam menangani perkara
terorisme dan pendanaannya. Ini adalah bagian dari visi membangun Indonesia
yang bersatu, berdaulat, maju, dan berkelanjutan,” tegas Dr. Leonard.
Melalui Diklat
TOT ini, Kejaksaan berharap dapat melahirkan jaksa-jaksa yang kompeten dan siap
menghadapi tantangan hukum transnasional, sekaligus berkontribusi nyata dalam
menjaga stabilitas dan keamanan nasional. (Muzer)