Kabadiklat Kejaksaan RI, Dr. Rudi Margono |
JAKARTA- Jaksa Agung menegaskan bahwa Institusi Kejaksaan RI akan terus bergerak dan berkarya termasuk dengan ikhtiar Badiklat Kejaksaan RI untuk memastikan peningkatan sumber daya manusia Aparat Kejaksaan. Hal ini merupakan Investasi SDM (Human Investment) yang harus tetap terjaga keberlanjutannya untuk kemajuan negeri.
Kabadiklat, Rudi Margono (kiri) menyematkan tanda peserta Diklat secara simbolis kepada dua perwakilan. |
“
Penyesuaian pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur penegak hukum
khususnya Kejaksaan merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi agar
tetap dapat menghasilkan Aparatur Negara yang profesional dan berkualitas,”
kata Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Kabadiklat) Kejaksaan RI, Dr. Rudi
Margono pada upacara pembukaan Diklat Teknis Prioritas Nasional di Aula Sasana
Adhika Karyya Kampus A Badiklat Kejaksaan RI, Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Pembukaan Diklat turut dihadiri Perwakilan dari Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak RI bidang Perlindungan Hak Perempuan,
perwakilan dari Kemenkumham RI, Sesjambin, Kapus Pemulihan Aset, Koordinator
pada Jambin, Kepala Pusat Diklat Teknis dan Fungsional serta sejumlah pejabat
eselon III di lingkungan Kejagung dan Badiklat.
Sementara
jenis Diklat Teknis yang baru dibuka diantaranya Diklat Terpadu SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) Angkatan V
yang pesertanya berasal dari unsur Hakim, Jaksa, Penyidik, Advokat, Pembimbing
Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial.
Kemudian Diklat Teknis Restorative Justice Angkatan V, Diklat Teknis Pemulihan Aset Angkatan V, Diklat Teknis Peradilan yang Fair bagi Penyandang Difabel Angkatan V serta Diklat Teknis Tindak Pidana Lingkungan Hidup Angkatan VII.
Kapusdiklat Teknis dan Fungsional, Dr. Heri Jerman menyampaikan laporannya terkait kepenyelenggaraan Diklat kepada Kabadiklat. |
Selanjutnya
Kabadiklat menegaskan bahwa amanat konstitusional dalam perlindungan anak
sesuai Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 ayat (2) yang menyatakan bahwa “setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
“
Kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi
kelangsungan hidup manusia, termasuk saat Anak yang Berhadapan dengan Hukum
(ABH). Anak harus mendapat perlindungan khusus terutama dalam sistem peradilan
anak, termasuk haknya di bidang kesehatan, pendidikan dan rehabilitasi sosial,”
ucapnya.
Menurutnya,
Indonesia sebagai negara pihak dalam Konvensi Hak-hak Anak (Convention on The
Rights of The Child) yang mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak,
berkewajiban untuk memberikan perlindungan khusus terhadap ABH. Salah satu
bentuk perlindungan ABH oleh negara diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang No.11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Untuk itulah,
tugas mulia seluruh unsur penegakan hukum pidana terpadu dalam menunaikan
amanat konstitusi dan legislasi untuk membangun pemahaman dan perspektif yang
sama yang tidak hanya secara text book namun secara praktik penerapan melalui
simulasi penanganan perkara.
“ Diklat
Terpadu SPPA ini dirancang dan diselenggarakan untuk memastikan negara hadir
memberikan yang terbaik bagi ABH sebagai generasi masa depan bangsa sekalipun
sedang menjalani proses peradilan anak,” tuturnya.
Para Undangan (depan) dari kiri Sesjambin, Kapus Pemulihan Aset dan Koordinator pada Jambin. |
“ Kita juga
masih melihat bahwa perlakuan diskriminasi di Indonesia masih kerap ditemukan
dan dialami oleh perempuan dan anak, seperti marjinalisasi, subordinasi,
stereotip, kekerasan, hingga terbatasnya akses perempuan dan anak dalam
memperoleh hak-haknya, termasuk hak untuk memperoleh keadilan ketika berhadapan
dengan hukum,” imbuhnya.
Dikatakan
bahwa,dalam tataran praktek penanganan perkara yang berhubungan dengan
perempuan dan anak, jaksa dalam melakukan pembuktian dipersidangan, kadang kala
menemui kesulitan dalam membuktikan unsur pidana disebabkan minimnya saksi dan
alat bukti.
Lahirnya
Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan Bagi Perempuan Dan Anak Dalam
Penanganan Perkara Pidana merupakan bentuk komitmen kejaksaan terhadap isu
gender. Yang meliputi penanganan perkara pidana yang melibatkan perempuan dan
anak yang berhadapan dengan hukum pada tahap penyelidikan, penyidikan,
prapenuntutan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan pelaksanaan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“ Penting
kita sadari bahwa perlindungan dan jaminan akses terhadap keadilan bagi
perempuan dan anak di Indonesia merupakan hal yang patut diberi perhatian
serius agar kualitas hidup perempuan, anak-anak dan generasi mendatang dapat
jauh lebih baik,” tuturnya.
Untuk itu, Kabadiklat berharap para jaksa harus betul-betul memahami isi dari pedoman ini sehingga dapat menjadi acuan bagi jaksa dalam pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum dalam perkara pidana, memastikan langkah-langkah yang tepat dalam penanganan perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum.
Para peserta Diklat Teknis saat mengikuti Upacara Pembukaan. |
Selanjutnya
penyelenggaraan pada Diklat Teknis yang lainnya yaitu Diklat Teknis Restorative
Justice, Diklat Teknis Pemulihan Aset Angkatan V, Diklat Teknis Peradilan yang
Fair bagi Penyandang Difabel Angkatan V serta Diklat Teknis Tindak Pidana
Lingkungan Hidup Angkatan VII juga sangat dipandang perlu untuk dilaksanakan
mengingat seiring perkembangan Global arah kebijakan tahun 2025 sampai dengan
2045 adalah:
1. Percepatan pembaruan substansi hukum
peninggalan kolonial
2. Penerapan dan penegakan hukum yang
modern, efisien, terpadu, serta
mengedepankan pendekatan restoratif, korektif dan rehabilitative
3. Transformasi sistem penuntutan
4. Pengawasan institusi penegak hukum baik
internal maupun eksternal dengan
dukungan TI untuk mencapai transparansi dan akuntabilitas
5. Penguatan sistem pemulihan aset melalui penerapan non conviction based asset forfeiture dan badan pemulihan asset.
Adapun
Penegakan Hukum Peradilan dengan Penyandang Disabilitas sudah menjadi Prinsip
dan Etika Aparat Penegak Hukum yang sifatnya Inklusif sebagai wujud pemenuhan
HAM dimana Aparat Penegak Hukum harus berupaya mendorong hilangnya
hambatan-hambatan yang menyebabkan lahirnya keadaan disabilitas.
“ Ini
ditujukan agar semua orang yang berhadapan dengan hukum, dengan perbedaannya
masing-masing, dapat berpartisipasi penuh dalam proses peradilan,” kata Rudi
Margono.
Mantan
Kajati DKI Jakarta mengaskan Penegakan Hukum Lingkungan sebagai suatu tindakan
dan/atau proses paksaan untuk mentaati hukum yang didasarkan pada ketentuan,
peraturan perundang-udangan dengan mengedepankan Asas Ultimum Remedium dengan
pengenaan sanksi Administratif, Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan,
Penyelesaian Sengketa melalui Pengadilan serta upaya terakhir yaitu Penegakan
Hukum Pidana.
“ Hukum
Lingkungan Kepidanaan mempunyai keterkaitan terhadap kumpulan peraturan
Administratif, terkait dengan izin/lisensi administratif dan dalam beberapa
hal, tidak ditaatinya perundang-undangan hukum administrasi lingkungan
dinyatakan sebagai tindak pidana,” tandasnya.
Sebelumnya
Kepala Pusat DTF Dr. Heri Jerman melaporkan pelaksanaan dan rangkaian kegiatan
Diklat Terpadu SPPA Angkatan V, Diklat Restorative Justice Angkatan V, Diklat
Pemulihan Aset Angkatan V, Diklat Peradilan yang Fair bagi Penyandang Difabel
Angkatan V serta Diklat Tindak Pidana Lingkungan Hidup Angkatan VII Tahun 2024
yang diselenggarakan di Kampus A Badiklat Kejaksaan RI. (Muzer)