JAKARTA- Jaksa Agung RI Prof. Burhanuddin menerima
penghargaan dari Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia dan Duta Besar
Italia untuk Indonesia,) atas keberhasilan Kejaksaan RI dalam pengembalian aset
berupa uang milik perusahaan di italia dan belanda terkait tindak pidana siber
keuangan lintas negara dengan modus tindak pidana pencucian uang, yakni berupa barang
bukti uang sejumlah lebih dari Rp 56,6 miliar (lima puluh enam koma enam miliar
rupiah) kepada Althea Italia S.P.A., sebuah perusahaan di Italia dan barang
bukti uang sejumlah lebih dari Rp 27,9 miliar (dua puluh tujuh koma sembilan
miliar rupiah) dikembalikan kepada Mediphos Medical Supplies B.V., sebuah
perusahaan di Belanda.dalam kasus
Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia Yang Mulia
Lambert Grijns didampingi Atase Kepolisian Belanda pada Kedutaan Besar Belanda
di Jakarta Gerard van Heerwaarde, dan Duta Besar Italia untuk Indonesia Yang
Mulia Benedetto Latteri didampingi Sekretaris I pada Kedutaan Besar Italia di
Jakarta Giovanni Brignone tiba di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (
15/11/2021) langsung disambut Jaksa Agung RI Burhanuddin.
Pertemuan tersebut diawali dengan penyerahan secara simbolis
berupa bukti setoran melalui Bank Mandiri Cabang Kota Serang dari Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana kepada Duta Besar Italia untuk
Indonesia sebesar Rp. 56.655.890.508 (lima puluh enam miliar enam ratus lima
puluh lima juta delapan ratus sembilan puluh ribu lima ratus delapan rupiah)
dan kepada Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia senilai Rp.
27.922.726.057 (dua puluh tujuh miliar sembilan ratus dua puluh dua juta tujuh
ratus dua puluh enam ribu lima puluh tujuh rupiah).
Duta Besar Italia untuk Indonesia Yang Mulia Benedetto
Latteri menyampaikan sambutannya bahwa Kedutaan Besar Italia mengapresiasi
keberhasilan Kejaksaan RI dan Kepolisian RI dalam menyelesaikan kasus fraud
atau penipuan dengan menggunakan business email compromise yang merugikan salah
satu perusahaan di Italia yaitu Althea Group. Keberhasilan itu tidak hanya
sebatas menghukum pelakunya saja tetapi juga telah berhasil memulihkan uang
hasil kejahatan kepada pemilik yang tepat yaitu Althea Group.
Dalam perkara ini, Kedutaan Besar Italia sudah terlibat
sejak tahap Kepolisian sampai tahap eksekusi dengan Kejaksaan. Dalam
pengembalian aset Althea Group terdapat tantangan dan hambatan karena terdapat
pihak ketiga yang mengaku sebagi pemilik yang sah atas uang tersebut.
“ Namun masalah tersebut dapat diatasi atas kerjasama yang
terjalin antara Kedutaan Besar Italia dengan Indonesia,” ujar Benedetto Latteri.
Diimbuhkan bentuk Kerjasama yang terjalin adalah kerjasama informal dan memberikan dampak yang sangat baik terhadap pemulihan aset korban. “ Pemerintah Italia berharap dapat terus bekerjasama dengan Italia dengan meningkatkan kapasitas pegawai melalui training, memberikan pelatihan dan best practice, atau mengunjungi Italia yang dapat dilaksanakan secara bilateral maupun melalui Asean dimana Italia adalah partnernya sejak September 2020. Kedepannya Italia berharap dapat menyusun perjanjian dalam hal MLA, mengirimkan pelaku kejahatan, dan ekstradisi. Kedutaan Italia berharap kerjasama ini segera dimulai melalui proses negosiasi,” kata Dubes Italia berharap.
Sementara Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia
Lambert Grijns menyampaikan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda sangat berterima
kasih kepada Kejaksaan Agung RI, Kepala PPA, dan Kajari Serang karena telah
dapat mengembalikan kerugian korban dalam hal ini PT Medhipos sebesar US$ 1.9
million. PT Medhipos merupakan importer obat dan alat medis untuk menanggulangi
covid-19 di Belanda. Namun PT Medhipos terkena kasus fraud atau penipuan dengan
menggunakan business email comprimess dan mentrasferkan sejumlah uang ke
rekening semua CV di Indonesia.
“ Kedepannya, Belanda berharap dapat terus bekerjasama
dengan Indonesia khususnya Kejaksaan untuk berpartisipasi pada Indonesian
Netherland Rule of Law Update yang akan diselenggarakan tahun depan oleh
Kedutaan Belanda,” ucap Lambert Grijns.
Kejaksaan juga turut berpartipasi dengan Jakarta Center for
Law Enforcement Cooperation sebagai wadah untuk meningkatkan kapasitas instansi
seperti kejaksaan, kepolisian, di seluruh wilayah Asia dan Oceania
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung RI Prof. Burhanuddin
menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada pihak penyelenggara, yang
telah bekerja keras dalam menyelenggarakan kegiatan ini di tengah pandemi Covid-19.
“Saya mengucapkan terima kasih, khususnya kepada Kejaksaan
Tinggi Banten dan Kejaksaan Negeri Serang, serta Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan
Agung yang telah bekerja keras dan berhasil menyelesaikan perkara ini sampai
pada tahap eksekusi,” ujar Jaksa Agng Burhanuddin.
Dikatakan Prosesi pengembalian barang bukti ini merupakan bagian tugas Kejaksaan sebagai satu-satunya instansi pelaksanaan putusan pidana. Kewenangan Kejaksaan dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau yang lebih kita kenal dengan sebutan eksekusi.
“Penegakan hukum pidana pada hakekatnya tidak hanya
bertujuan menghukum pelaku kejahatan agar menjadi jera dan tidak mengulangi
perbuatannya, tetapi juga bertujuan memulihkan kerugian yang diderita oleh
korban secara finansial akibat dari perbuatan pelaku tersebut. Pemulihan
kerugian yang diderita oleh korban akibat suatu perbuatan pidana, merupakan
wewenang dominus litis Kejaksaan yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan
pemulihan aset dalam kerangka eksekusi,” ujar Jaksa Agung RI.
Jaksa Agung menyampaikan kegiatan yang saat ini dilakukan
merupakan bentuk simbolis dari pelaksanaan eksekusi amar Putusan Pengadilan
Negeri Serang Nomor: 46/Pid.Sus/2021/PN.Srg tanggal 5 Mei 2021 atas nama
Terdakwa Safril Batubara alias Ucok, Rahudin alias Jamaludin, dan kawan-kawan,
yang dalam amar putusannya menetapkan barang bukti uang sejumlah lebih dari Rp
56,6 miliar (lima puluh enam koma enam miliar rupiah) dikembalikan kepada
Althea Italia S.P.A., sebuah perusahaan di Italia.
Serta eksekusi terhadap pelaksanaan amar Putusan Pengadilan
Negeri Serang Nomor: 240/Pid.Sus/2021/PN.Srg tanggal 19 Agustus 2021 atas nama
Terdakwa Be’elen Ahdhiwijaya alias Dani dan kawan-kawan, yang dalam amar
putusannya menetapkan barang bukti uang sejumlah lebih dari Rp 27,9 miliar (dua
puluh tujuh koma sembilan miliar rupiah) dikembalikan kepada Mediphos Medical
Supplies B.V., sebuah perusahaan di Belanda.
“ Kedua perusahaan ini adalah korban dari para pelaku tindak
pidana siber keuangan lintas negara dengan modus tindak pidana pencucian uang.
Perbuatan para pelaku telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2011 tentang Transfer Dana dan/atau Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Modus kejahatan
yang para pelaku gunakan adalah dengan melakukan pembajakan email korespondensi
dalam pembelian peralatan medis alat tes Covid-19 dan ventilator dari Cina dan
Korea. Kedua perusahaan tersebut kemudian melakukan pembayaran sejumlah uang
yang masuk ke rekening penampung para pelaku di Indonesia yang mengakibatkan
kerugian finansial bagi para korban,” ungkapnya.
Kemudian lanjutnya, dengan telah diputusnya perkara
tersebut, maka dalam rangka eksekusi pengembalian barang bukti uang kepada para
korban dilakukan pemindah bukuan dari rekening penampung Kejaksaan Negeri
Serang ke rekening masing-masing perusahaan setelah dilakukan verifikasi.
Puncaknya pada tanggal 21 Oktober 2021 kemarin, Kejaksaan Negeri Serang telah
melakukan pengembalian barang bukti kepada masing-masing perusahaan.
Bahwa kegiatan pengembalian barang bukti secara simbolis
sebagaimana dimaksud, telah menunjukan setidaknya 5 (lima) hal antara lain:
Pertama, Kejaksaan dapat mengimplementasikan rezim anti
pencucian uang dengan baik, mulai dari deteksi dini pada sistem perbankan dan
kerja sama penegakan hukum dari unit intelijen, penyidik, penuntut umum, sampai
dengan pengembaliannya kepada korban.
Kedua, Kejaksaan turut melaksanakan pemberantasan kejahatan
transnasional terorganisir yang sedang marak di masa penanganan pandemi
Covid-19 di seluruh belahan dunia.
Ketiga, dengan adanya perampasan barang bukti, telah
memberikan pesan yang kuat kepada pelaku kejahatan, bahwa sesungguhnya
melakukan tindak pidana merupakan perbuatan yang tidak memberikan keuntungan
(crime does not pay), melainkan justru merugikan karena adanya perampasan aset
atau barang bukti.
Keempat, pola pendekatan penegak hukum tidak lagi hanya
berupaya untuk mengejar dan menghukum pelaku secara konvensional dengan cara
menerapkan pidana penjara melalui pendekatan follow the suspect semata,
melainkan juga senantiasa diarahkan pada pendekatan follow the money dan follow
the asset, melalui penelusuran aliran dana ataupun aset dari hasil kejahatan,
serta memperluas jangkauan deteksi terhadap beneficial ownership, yakni
penerima manfaat agar dapat memutus mata rantai kejahatannya.
Dan kelima, Kejaksaan dapat melaksanakan kerja sama
internasional pemulihan aset selain menggunakan metode melalui Bantuan Hukum
Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance (MLA), yakni berdasarkan hubungan
baik dan kepercayaan serta penggunaan jejaring informal untuk membangun
komunikasi yang lebih efektif.
Kerja sama yang baik tidak selalu menggunakan sarana formal
melalui MLA, melainkan dapat melalui jalur komunikasi informal dalam rangka
percepatan. Hubungan baik dan kepercayaan yang selama ini kita bangun, tentunya
akan menjadi modal utama dalam meningkatkan sinergisitas penegakan hukum. Oleh
karena itu, bentuk kerja sama dalam rangka penegakan hukum asset recovery dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dapat dilakukan melalui sarana
keanggotaan yang tergabung dalam ARIN-AP, CARIN, FATF, UNODC, maupun UNTOC,
yang mana hal ini perlu untuk terus kita tingkatkan.
Dengan adanya peristiwa hukum yang dialami oleh Perusahaan
Belanda dan Perusahaan Italia yang berada di wilayah hukum Indonesia, maka hal
ini dapat menjadi momentum bagi kita bersama untuk dapat melakukan kerja sama
yang lebih intens dan berkelanjutan. Kejaksaan Republik Indonesia mendorong
adanya suatu bentuk kerja sama dengan Kejaksaan Belanda dan Kejaksaan Italia
yang dapat dituangkan dalam Letter of Intent program kerja sama hukum.
“ Pada tahun 2012 silam Kejaksaan Republik Indonesia dan
Kejaksaan Belanda pernah melakukan penandatanganan Letter of Intent di Bangkok
Thailand, namun secara formal, jangka waktu Letter of Intent tersebut telah
berakhir cukup lama, sehingga hemat saya perlu untuk kita adakan kembali,”
harapnya.
“ Mengingat Hasil nyata dari Letter of Intent (LoI) tersebut
adalah adanya pengembalian aset yang saat ini kita lakukan, dimana manfaatnya
telah dirasakan oleh Kejaksaan Belanda, namun manfaat tersebut belum dirasakan
oleh Kejaksaan Indonesia,” sambungnya.
Selaras dengan pernyataan Burhanuddin sebelumnya, Kejaksaan
telah beberapa kali membantu negara Italia. “ Diantaranya permintaan ekstradisi
terhadap pelaku kejahatan Antonio Messicati Vitale pada bulan Desember 2012
silam yang telah kami proses dalam waktu yang relatif singkat sekira 8
(delapan) bulan, meskipun sampai saat ini kita belum pernah membuat dan
menandatangani bentuk kerja sama secara formal,” bebernya.
Dan pagi ini kami kembali menunjukan komitmen dengan
memberikan bantuan pengembalian barang bukti kepada negara Italia yang saat ini
tengah kita lakukan. Untuk itu perlu kita pikirkan bersama bagaimana kerja sama
yang sudah terjalin baik ini dapat lebih bermanfaat bagi Indonesia.
“Kita tidak pernah tahu kasus apa yang akan terjadi ke depan
yang menyangkut kepentingan hukum di negara kita masing-masing dan melalui
mekanisme apa dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu, saya ingin Kejaksaan
Republik Indonesia dapat membuat kerja sama dengan Kejaksaan Belanda dan
Kejaksaan Italia. Kepada Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia dan Duta
Besar Italia untuk Indonesia, dengan hormat, saya sangat berharap pesan saya
ini dapat disampaikan dengan baik kepada Kejaksaan Belanda dan Kejaksaan
Italia,” ujar Jaksa Agung RI.
Jaksa Agung RI menyampaikan bentuk kerja sama ini tentunya
dalam rangka meningkatkan kemitraan dan pembagian tugas dalam memerangi
kejahatan transnasional sesuai dengan hukum dan peraturan perundangundangan
yang berlaku di negara masing-masing. Hal ini mengingat kejahatan lintas
negara, seperti tindak pidana korupsi, pencucian uang, ekonomi, siber,
narkotika, lingkungan, maupun perdagangan orang, serta terkait pemulihan aset,
semakin canggih, modern, dan memiliki modus operandi yang tidak sederhana.
Kejahatan adalah musuh bersama umat manusia yang harus kita
berantas, sehingga kita perlu melakukan berbagai macam bentuk kerja sama dalam
rangka tegaknya supremasi hukum, antara lain:
a. Pertukaran
informasi non operasional terkait dengan metodologi dan modus operandi
kejahatan;
b. Pertukaran
materi hukum mengenai undang-undang, sistem hukum, dan institusi hukum pada negara
masing-masing;
c. Pertukaran
keahlian dan praktik-praktik terbaik pada topik-topik yang menjadi kepentingan
bersama;
d. Peningkatan
dan pengembangan kontak profesional antara para pejabat;
e. Pengembangan
dan implementasi pendidikan dan pelatihan bersama; maupun
f. Kerjasama
hukum lainnya yang disepakati bersama.
Turut gadir mendampingi Jaksa Agung Burhanudin adalah Jaksa
Agung Muda Pembinaan Dr. Bambang Sugeng Rukmono, S.H. M.H., Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Dr.
Ali Mukartono, Kepala Kejaksaan Tinggi Banten Dr. Reda Manthovani, S.H. LL.M,
Kepala Pusat Pemulihan Aset Elan Suherlan, S.H. M.H., Kepala Pusat Penerangan
Hukum Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri
Asep Maryono, S.H., Asisten Umum Jaksa Agung Kuntadi, Asisten Khusus Jaksa
Agung Hendro, dan Kabag Tu Pimpinan Hapsari Dewi,dan Kepala Kejaksaan Negeri
Kota Serang Freddy Simanjuntak,
Pelaksanaan pertemuan Indonesia dengan Duta Besar Kerajaan
Belanda untuk Indonesia dan Duta Besar Italia untuk Indonesia dilakukan dengan
menerapkan secara ketat protokol kesehatan, dan sebelumnya telah dilakukan swab
antigen serta memperhatikan 3 M. (Muzer/ Rls)