Etika profesi merupakan salah satu jenis etika yang ada dalam lingkungan kerja. Sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa etika diperlukan dalam semua aspek kehidupan dan masuk dalam berbagai aspek kehidupan, etika pun turut diikutsertakan dalam lingkungan kerja.
Etika profesi masuk sebagai pedoman hidup seorang karyawan/ pegawai untuk memberikan pelayanan profesional kepada masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan keahlian atau keterampilan atau bahkan pengetahuan seseorang sehingga karyawan/ pegawai tersebut dalam melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
Adapun inti dari etika profesi biasanya tertuang pada norma tertulis oleh aturan profesional yang jelas menyatakan apa yang baik dan tidak baik bagi pekerjaan karyawan/pegawai. Dan dengan kata lain, etika profesi berperan besar dalam pencegahan penyalahgunaan profesi dari karyawan/pegawai itu sendiri.
Bahwa telah disampaikan oleh Dr.Ahmad Rifai Abun pada perkuliah Filsafat Ilmu pada Universitas Islam Nasional Raden Fatah Palembang , dikarenakan profesi sebagai suatu pekerjaan tentang keahlian teori dan teknis, yang bersandar pada suatu kejujuran, sehingga ketergantungan dan harapan orang yang membutuhkan bantuannya sangat besar guna menerapkan sistem keadilan, sehingga dari itu para pengemban suatu profesi dituntut prasyarat-prasyarat tertentu dalam mengemban dan melaksanakan tugas dan fungsi profesinya, agar benar – benar bekerja secara profesional di bidangnya. Golongan profesi ini sering menjadi pusat perhatian karena memiliki tata nilai yang tertuang secara tertulis ( yaitu kode etik profesi). Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku sebagian anggota profesi tidak didasarkan pada nilai-nilai pergaulan telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik profesi) dan Beliau pun menjelaskan adapun profesi yang bergerak di bidang hukum antara lain Hakim, Jaksa, Polisi, Advokat, Notaris dan berbagai unsur instansi yang diberi kewenangan berdasarkan undang – undang. Pekerja profesional hukum merupakan pejabat umum di bidangnya masing – masing. Oleh karena itu, tugas pokok profesinya memberikan pelayanan umum kepada masyarakat tanpa diskriminatif berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Banyak pendapat ahli yang memberikan pengertian tentang etika profesi salah satunya saya kutip pendapat Kaiser yang menyatakan etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Selain etika ada juga yang disebut dengan istilah Moral yang berkenaan dengan perilaku perbuatan seseorang pada bidang kerja keahlian yang disebut profesi. Aristoteles merupakan filsuf pertama yang menempatkan etika sebagai cabang filsafat tersendiri. Aristoteles, dalam konteks ini, lebih menyoal tentang hidup yang baik dan bagaimana pula mencapai hidup yang baik itu. Yakni hidup yang bermutu/bermakna, menentramkan, dan berharkat. dalam interaksi etika secara kritis, reflektif, dan komprehensif.
Dalam pandangan Aristoteles, hidup manusia akan menjadi semakin bermutu/bermakna ketika manusia itu mencapai apa yang menjadi tujuan hidupnya. Dengan mencapai tujuan hidupnya, berarti manusia itu mencapai diri sepenuhnya. Manusia ingin meraih apa yang disebut nilai (value), dan yang menjadi tujuan akhir hidup manusia, yakni kebahagiaan, eudaimonia. Menurut Hook, etika berkait dengan soal pilihan (moral) bagi manusia. Keadaan etis adalah pilihan antara yang baik dan yang buruk, kadang juga pilihan di antara keburukan-keburukan. Dalam proses mengambil keputusan untuk memilih itulah terletak situasi etis. Bagi Thompson, etika merupakan dunia prinsip dan diatur oleh imperatif moral.
Aristoteles adalah pemikir dan filosof besar yang pertama berbicara tentang etika yang merupakan konsepsi tentang baik atau buruknya perangai atau perilaku seseorang. Sedangkan moral adalah perilaku yang baik atau buruknya seseorang. Etika merupakan ide – ide, cita – cita tentang dambaan kebaikan perbuatan atau perilaku manusia. Etika senantiasa memberikan contoh – contoh yang baik, sementara moral selalu memberi penilaian terhadap pelaksanaan dari contoh – contoh yang diberikan oleh etika. Oleh karenanya, orang yang beretika adalah orang yang memberi contoh perilaku keteladanan, sedangkan yang bermoral adalah dalam menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi sebagaimana yang saya kutip dari pembelajaran Filsafat Ilmu Dr.Ahmad Rifai Abun .
Namun apakah pernah kita bayangkan ketika Etika dan Moral tersebut merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi pemegang profesi dalam menjalankan tugas dan kewajibannya agar dalam penerapannya sesuai dengan tujuan nilai- nilai yang hendak dicapai akan tetapi ketika itu menjadi kebutuhan mendasar namun tidak didukung dengan pemeliharaan etika dan moral itu sendiri bagi setiap pemegang profesi ?
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum yaitu Kejujuran sebagai dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
1. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara cuma-cuma
2. Sikap wajar, Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. dan Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
1. Tidak menyalahgunakan wewenang;
2. Tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (malakukan perbuatan tercela)
3. Mendahulukan kepentingan klien; dan
4. Berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata menunggu atasan;
5. Tidak mengisolasi diri dari pergaulan
Kemudian Kemandirian Moral yang artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : a) Menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli.
Tujuan tersebut dapat dicapai tidak hanya melalui program pendidikan tinggi hukum, melainkan juga berdasarkan pengalaman setelah sarjana hukum bekerja menurut masing-masing profesi bidang hukum dalam masyarakat. Hukum adalah norma yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat. Tugas utama profesional hukum adalah mengartikan undang-undang secara cermat dan tepat. Di samping itu, profesional hukum juga harus mampu membentuk undang-undang baru sesuai dengan semangat dan rumusan tata hukum yang telah berlaku. Keahlian yang diperlukan adalah kemampuan teoritis dan teknis yang berakar pada pengetahuan yang mendalam tentang makna hukum, dan membuktikan kemampuan diri menanamkan perasaan hukum dalam masyarakat sebagai bagian dari kebudayaan bangsa.
Lalu bagaimanakah caranya agar etika profesi dapat selalu diterapkan dan dipertahankan ? Inilah peranan kajian bagi Kaum Filasafat Ilmu yang dapat memberikan sumbangsih pandangan secara luas kepada pemerintah selaku pembuat aturan dalam ketatanegaraan. Peranan kajian etika, moral, termasuk psikologi hukum merupakan salah satu faktor pendidikan yang dominan dalam merealisaikan etika profesi ini.
Tuntutan dasar etika profesi luhur yang pertama agar profesi itu dijalankan tanpa pamrih. Bahkan B. Kieser (1981) menuliskan: ‘’Seluruh ilmu dan usahanya hanya demi kebaikan pasien/klien. Menurut keyakinan orang yang menurut aturan-aturan kelompok (profesi luhur), para profesional wajib mempraktikan keahlian mereka semata-mata kepada kepentingan yang mereka layani, tanpa menghitung untung ruginya sendiri. Sebaliknya, dalam semua etika profesi, cacat jiwa pokok dari seorang profesional ialah bahwa ia mengutamakan kepentingannya sendiri di atas kepentingan klien’’. Kedua, para pelaksana profesi luhur ini harus memiliki pegangan atau pedoman yang ditaati dan diperlukan oleh para anggota profesi, agar kepercayaan para klien tidak disalahgunakan. Selanjutnya, hal ini kita kenal sebagai kode etik. Mengingat fungsi dari kode etik itu, maka profesi luhur menuntut seseorang untuk menjalankan tugasnya dalam keadaan apa pun tetap menjunjung tinggi tuntutan profesinya.
Dengan memperhatikan pendidikan yang ada sampai saat ini yang mengajarakan bagaimana cara kita mempertahankan dan memelihara etika profesi tersebut dapat dikatakan masih sangat minim sekali terutama pada pendidikan terhadap pegawai / karyawan yang telah mengemban tugas sesuai dengan profesinya masing- masing, hingga saat ini belum dapat dikatakan maksimal dan tidak sebanding antara pendidikan khusus etika profesi jika dibandingkan dengan pendidikan yang bersifat akademis lainnya. Padahal, dengan melihat tujuan dan manfaat etika profesi itu sendiri pada dasarnya adalah untuk menghindari penyalahgunaan profesi hukum atau dengan kata lain adalah untuk terwujudnya profesionalime kerja sebagai penegak keadilan.
Dalam sejarah pendidikan, tentu seorang gurulah yang paling awal muncul, baru kemudian murid dan infrastruktur lain yang terkait dengan paradigma pengelolaannya. Setelah terciptanya pendidikan, baru kemudian berkembang kurikulum yang berkaitan dengan manajemen lembaga pendidikan, seperti bangunan sekolah, kepala sekolah, karyawan, dan sebagainya. Dengan adanya sarana pendidikan adalah salah satu sarana yang paling tepat untuk menyampaikan pesan kepada pemegang profesi hukum yang dapat dikemas dalam bentuk kurikulum pembelajaran melalui diklat dan pendidikan resmi lainnya yang seharusnya menjadi prioritas dalam mengunggulkan etika dan moral sebagai prinsip pengendalian diri yang kemudian dapat diimplementasikan dalam pelayanan masyarakat dan menjalakan tugas yang tujuan utamanya adalah untuk penegakan hukum dan mencapai keadilan.
Adapun tujuan kode etik profesi diantaranya sebagai berikut :
• Untuk menjunjung tinggi martabat suatu profesi.
• Untuk menjaga serta juga mengelola kesejahteraan anggota profesi.
• Untuk dapat meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
• Untuk membantu meningkatkan mutu profesi.
• Untuk meningkatkan pelayanan profesi itu di atas keuntungan pribadi.
• Untuk menentukan standar baku bagi profesi.
• Untuk meningkatkan kualitas organisasi menjadi lebih profesional dan juga terjalin dengan erat.
Yang kemudian didukung dengan prinsip-prinsip dasar yang melandasi pelaksanaan etika profesi diantaranya sebagai berikut :
• Prinsip Tanggung Jawab
Tiap-tiap profesional itu harus bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan juga terhadap hasilnya. Selain dari itu, profesional juga bertanggung jawab atas dampak yang mungkin terjadi dari profesinya bagi kehidupan orang lain atau juga masyarakat umum.
• Prinsip Keadilan
Tiap-tiap profesional itu dituntut untuk mengedepankan keadilan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam hal tersebut, keadilan itu harus diberikan kepada siapa saja yang berhak.
• Prinsip Otonomi
Tiap-tiap profesional itu mempunyai wewenang serta juga kebebasan dalam menjalankan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Artinya, seorang profesional tersebut berhak untuk dapat melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan mempertimbangkan kode etik profesi.
• Prinsip Integritas Moral
Integritas moral ini merupakan kualitas kejujuran serta prinsip moral dalam diri seseorang yang dilakukan dengan secara konsisten dalam menjalankan profesinya. Artinya, seorang profesional tersebut harus memiliki komitmen pribadi untuk dapat menjaga kepentingan profesi, dirinya, serta juga masyarakat.
Sedangkan Menurut Darmastuti (2007), terdapat tiga prinsip yang harus dipegang dalam etika profesi, diantaranya sebagai berikut :
• Tanggungjawab.
Maksud tanggung jawab disini ialah tanggung jawab pelaksanaan (by function) serta juga tanggung jawab dampak (by profession).
• Kebebasan.
Maksud kebebasan disini ialah kebebasan untuk dapat mengembangkan profesi itu dalam batas-batas aturan yang berlaku didalam sebuah profesi.
• Keadilan.
Prinsip keadilan ingin membangun 1 kondisi yang tidak memihak manapun yang memungkinkan untuk ditunggangi pihak-pihak yang berkepentingan.
Dengan demikian untuk mencapai nilai- nilai yang menjadi tujuan dan prinsip etika profesi tersebut maka perlu dilakukan secara konsisten oleh setiap pemegang profesi dengan cara diterapkan didalam pelaksanaan tugas dan dengan cara pemeliharaan etika profesi itu sendiri melalui sarana pendidikan berupa kurikulum pembelajaran khusus etika profesi dan pembekalan- pembekalan moral keagamaan sehingga tidak pudar dan dapat terealisasi di dalam pelaksanaan tugas yang professional.
Penulis adalah:
Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Negeri Penukal Abab Lematang Ilir
Agen Penggerak Perubahan Kejari Penukal Abab Lematang Ilir
Arianti Maya Puspa Dewi ,SH